Mantan Bos Bendungan Bersalah Atas Kematian Aktivis Honduras

Tegucigalpa, IDN Times - Roberto David Castillo, mantan kepala Desarrollos Energeticos (DESA), yang menjalankan proyek bendungan pembangkit listrik tenaga air Agua Zarca diputuskan bersalah pada hari Senin (5/7/2021) oleh pengadilan atas kematian Berta Caceres, seorang aktivis lingkungan Honduras.
Caceres merupakan aktivis yang telah bertahun-tahun menentang proyek bendungan di sungai Gualcarque karena dianggap dapat merusak lingkungan. Caceres ditembak mati dua hari sebelum ulang tahunnya yang ke-45 oleh pembunuh bayaran pada 2 Maret 2016.
1. Pengadilan menyatakan Castillo sebagai kolaborator yang memerintahkan pembunuhan

Dilansir The Guardian, dalam putusan pengadilan tinggi di Tegucigalpa, pada hari Senin, Castillo dinyatakan bersalah sebagai kolaborator dalam memerintahkan pembunuhan tersebut. Pengadilan memutuskan bahwa Caceres dibunuh karena berusaha menghentikan pembangunan bendungan, yang menyebabkan penundaan dan kerugian finansial.
Pengadilan memutuskan bahwa Castillo, yang mantan perwira tentara Honduras telah menggunakan informan berbayar serta kontak dan keterampilan militernya untuk mematai-matai Caceres selama bertahun-tahun, informasi yang diberikan kembali kepada para eksekutif perusahaan. Dia telah mengatur pembunuhan Caceres dengan menggunakan pembunuh bayaran yang diakui dunia internasional, yang dilakukan oleh tujuh orang yang dihukum pada Desember 2018.
Sidang yang berlangsung menyoroti komunikasi antara Castillo dan Douglas Bustillo, mantan kepala keamanan DESA dan sesama mantan anggota militer, sebelum dan sesudah pembunuhan, serta sebelum dan sesudah upaya pembunuhan yang gagal pada bulan sebelumnya. Keduanya dituduh telah mendiskusikan rencana, logistik, dan pembayaran untuk membunuh Caceres.
Tuduhan itu dibantah pengacara Castillo yang mengklaim bahwa kliennya berteman dengan Caceres. Namun, klaim tersebut ditolak , memutuskan bahwa data telepon membuktikan Castillo mempertahankan kontak dengan Caceres hanya untuk mendapatkan informasi tentang keberadaan dan niatnya.
Dalam persidangan Daniel Atala Midence, manajer keuangan DESA, juga hadir untuk memberikan bukti karena perannya dalam menjalankan perusahaan dengan Castillo, termasuk memberikan otorisasi pembayaran kepada informan yang digunakan untuk memantau Caceres. Pengadilan memutuskan bahwa Atala Midence tidak bersalah setelah jaksa negara bagian mengkonfirmasi bahwa dia tetap diselidiki atas pembunuhan itu, meskipun tidak pernah diwawancarai atau ditahan.
Ayah Atala Midence dan dua pamannya, Atala Zablah bersaudara, merupakan bagian dari salah satu keluarga yang memiliki ekonomi kuat dan politik paling kuat di Honduras, dan pemegang saham mayoritas di DESA. Tidak ada indikasi mereka terlibat dalam kegiatan kriminal.
2. Pendukung Caceres senang dengan putusan pengadilan

Dilansir Al Jazeera, persidangan kasus ini telah dimulai sejak tiga bulan lalu dan ribuan pendukung Caceres telah berunjuk rasa di luar pengadilan menuntut hukuman Castillo. Putusan pengadilan pada hari Senin disambut pendukung Caceres bersorak dan tepuk tangan. Castillo dijadwalkan akan menghadapi putusan vonis pada 3 Agustus.
Kelompok hak masyarakat adat yang didirikan oleh Caceres, Dewan Organisasi Masyarakat dan Masyarakat Adat Honduras (COPINH) melalui Twitter menyebut keputusan merupakan kemenangan bagi warga Honduras, karena struktur kekuasaan kriminal gagal merusak sistem peradilan.
Amnesti Internasional ikut menyambut baik putusan pengadilan, tetapi Erika Guevara-Rosas, direktur kelompok itu menyampaikan bahwa keadilan bagi Caceres baru akan lengkap, bila semua orang yang terlibat dalam pembunuhan telah dibawa ke pengadilan.
“Sampai semua yang bertanggung jawab dimintai pertanggungjawaban, para pembela hak asasi manusia lainnya di Honduras akan terus kehilangan nyawa mereka, karena mengangkat suara mereka dan membela yang paling rentan. Pihak berwenang Honduras harus mengakhiri impunitas," kata Guevara-Rosas.
Aktivis di Honduras telah menghadapi berbagai serangan, pada tahun 2020 ada 20 pembela hak asasi manusia tewas di Honduras, menurut laporan Frontline Defenders, yang menjadikan Honduras sebagai negara paling mematikan ketiga di dunia bagi para aktivis. Pada 2019, 14 pembela hak adat dan lingkungan lingkungan tewas, jumlah itu naik dari empat orang dari tahun 2018, menurut kelompok advokasi Global Witness.
3. Proyek bendungan yang ditentang Berta Caceres

Dilansir BBC, Berta Caceres dikenal karena perjuangannya menentang proyek bendungan hidro-listrik Agua Zarca, yang dijalankan DESA. Protes yang dilakukannya telah menghadapi ancaman selama bertahun-tahun. Proyek tersebut dianggap dapat membanjiri wilayah yang luas dan memutus pasokan air, makanan, dan obat-obatan bagi ratusan penduduk asli Lenca.
Untuk menentang proyek bendungan aktivis itu telah mengajukan keluhan resmi, selain itu mengatur pemblokiran jalan yang mencegah pekerja konstruksi mencapai lokasi.
Perusahaan milik Tiongkok, Sinohydro, yang bersama-sama mengembangkan proyek tersebut, akhirnya mundur dengan alasan penolakan masyarakat.
Karena perannya dalam menghentikan pembangunan bendungan, Caceres pada 2015 dianugerahi Penghargaan Goldman, sebuah penghargaan yang diberikan kepada aktivis lingkungan.
Dilansir The Guardian, Caceres selain dikenal karena berjuang menentang proyek bendungan, juga merupakan seorang analis politik yang tajam, juru kampanye hak LGBTQ+ dan pembela hak asasi manusia yang menentang para elit ekonomi dan politik, dengan kemampuannya untuk menyatukan sektor-sektor yang berbeda melawan korupsi di Honduras.
Setelah kudeta tahun 2009, yang membentuk tingkat baru korupsi yang dilembagakan, Caceres telah berulang kali mengecam pembunuhan dan kriminalisasi para tokoh masyarakat, yang menurutnya merupakan kebijakan pembersihan sosial.