Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Menyelisik Laut China Selatan dalam Joint Statement Prabowo-Xi Jinping

Pertemuan antara Presiden Indonesia dan Presiden China (https://www.instagram.com/presidenrepublikindonesia/)
Pertemuan antara Presiden Indonesia dan Presiden China (https://www.instagram.com/presidenrepublikindonesia/)
Intinya sih...
  • Joint statement antara Presiden RI dan China menimbulkan kekhawatiran terkait klaim Laut China Selatan
  • Indonesia menegaskan tidak mengakui Nine Dash Line dan kerja sama tidak berdampak pada kedaulatan di Laut Natuna Utara
  • Kementerian Luar Negeri RI menegaskan bahwa kerja sama tersebut tidak dimaknai sebagai pengakuan atas klaim Nine Dash Line China
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Awal November 2024, publik digegerkan dengan joint statement atau pernyataan bersama antara Presiden RI Prabowo Subianto dan Presiden China Xi Jinping. Pasalnya di salah satu poin joint statement tersebut, terdapat paragraf yang diduga merujuk ke kawasan Laut China Selatan yang masih sengketa sampai hari ini.

Dalam poin 9 dengan judul "The two sides will jointly create more bright spots in maritime cooperation" disebutkan, "The two sides reached important common understanding on joint development in areas of overlapping claims”.

Sejumlah pakar hubungan dan hukum internasional angkat bicara. Salah satunya Hikmahanto Juwana. Ia sangat menentang jika benar Indonesia akhirnya mengakui garis putus-putus China alias Nine Dash Line di Laut China Selatan. Selama ini, China memang mengklaim keseluruhan wilayah perairan internasional tersebut dengan batas sembilan garis yang kini bahkan meluas menjadi sepuluh garis putus-putus.

China berebut wilayah Laut China Selatan dengan sejumlah negara anggota ASEAN, yakni Filipina, Vietnam, Malaysia serta Brunei Darussalam.

“Menjadi pertanyaan mendasar apakah yang dimaksud dengan overlapping claims ini terkait klaim sepuluh garis putus oleh China yang bertumpang tindih dengan klaim Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia di Natuna Utara? Bila memang benar, berarti kebijakan Indonesia terkait klaim sepihak China atas Sepuluh Garis Putus telah berubah secara drastis dan merupakan perubahan yang sangat fundamental dan berdampak pada geopolitik di kawasan,” kata Hikmahanto dalam pernyataannya pada 11 November 2024.

Semasa pemerintahan Presiden Joko Widodo, Indonesia tegas menolak mengakui Nine Dash Line. Hal ini karena klaim Nine Dash Line tidak dikenal dalam UNCLOS, di mana Indonesia dan China adalah negara peserta.

“Terlebih lagi Permanent Court of Arbitration pada 2016 telah menegaskan klaim sepihak China tersebut memang tidak dikenal dalam UNCLOS,” tegas Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia ini.

“Bila benar joint development dengan China di area Natuna Utara benar-benar direalisasikan maka yang justru mendapat keuntungan besar adalah China,” tutur Hikmahanto.

1. Menlu Sugiono tegaskan kedaulatan Indonesia tak berubah

Menteri Luar Negeri RI Sugiono. (IDN Times/Sonya Michaella)
Menteri Luar Negeri RI Sugiono. (IDN Times/Sonya Michaella)

Menjawab teka-teki apakah Indonesia mengakui garis putus China tersebut, Kementerian Luar Negeri RI menegaskan, kerja sama yang tertuang dalam joint statement tersebut tidak dapat dimaknai sebagai pengakuan atas klaim Nine Dash Line China.

Indonesia menegaskan kembali posisinya selama ini bahwa klaim tersebut tidak memiliki basis hukum internasional dan tidak sesuai dengan UNCLOS 1982. "Dengan demikian, kerja sama tersebut tidak berdampak pada kedaulatan, hak berdaulat, maupun yurisdiksi Indonesia di Laut Natuna Utara,” sebut pernyataan Kemlu RI.

“Indonesia juga meyakini bahwa kerja sama tersebut akan mendorong penyelesaian Code of Conduct in the South China Sea, yang dapat menciptakan stabilitas di kawasan,” lanjut pernyataan Kemlu.

Hadir di pembukaan Conference on Indonesia Foreign Policy yang digelar oleh FPCI, Sabtu 30 November 2024, Menteri Luar Negeri RI Sugiono menegaskan kembali, kedaulatan Indonesia tidak bergeser sedikit pun.

"Tolong tidak dipahami lebih dari sekadar teks. Jadi kan bagaimana kita memanfaatkan segala sumber daya yang ada. Jangan dipersepsikan ke mana-mana dulu kan belum. Ini baru joint statement, nanti baru akan dibentuk," kata Sugiono.

Pernyataan yang sama juga dilontarkan Sugiono ketika menghadiri rapat kerja dengan Komisi I DPR RI di kompleks parlemen Senayan pada 2 Desember kemarin. Sugiono menjawab pernyataan beberapa anggota DPR terkait joint statement Indonesia dan China tersebut.

“Tidak ada pengakuan apa pun. Tidak ada tulisan atau pernyataan bahwa kita akan bekerja sama di titik A atau di koordinat B, tidak ada. Prinsip utamanya adalah Bapak Presiden arahannya, Indonesia akan meningkatkan kerja sama dan kolaborasi dengan negara-negara tetangga demi kepentingan nasional,” tegas dia.

Sugiono melanjutkan, Indonesia tetap menaati UNCLOS. Indonesia juga memiliki Undang-Undang perbatasan dengan negara lain dan itu menjadi pegangan Indonesia sampai saat ini.

“Joint statement Indonesia dan China tetap berpegang pada prinsip-prinsip saling menghormati dan UU serta peraturan relevan yang berlaku,” ucap Sugiono.

2. Indonesia harus jelaskan ke ASEAN

Pengamat hubungan internasional, Dinna Prapto Raharja. (IDN Times/Sonya Michaella)
Pengamat hubungan internasional, Dinna Prapto Raharja. (IDN Times/Sonya Michaella)

Di sisi lain, sejumlah pihak, terutama akademisi, meminta agar Indonesia segera menjelaskan posisinya terkait Laut China Selatan kepada negara-negara anggota ASEAN.

“Laut China Selatan ini wilayah yang sensitif, bukan hanya untuk Indonesia tapi juga buat negara-negara ASEAN dan mitra kerja sama seperti Amerika Serikat (AS). Sangat disayangkan kunjungan perdana Indonesia ke China, tapi Indonesia secara sepihak mengeluarkan posisi dan statement soal kewilayahan ini,” kata Dinna, kepada IDN Times via sambungan telepon.

Dinna menambahkan, seharusnya Indonesia bisa berkoordinasi lebih dulu dengan negara anggota ASEAN. Khususnya, negara yang memiliki klaim tumpang tindih dengan China.

“Ini terburu-buru. Setelah ini harusnya Prabowo bisa jelaskan ke negara-negara ASEAN maksudnya apa posisi Indonesia di joint statement tersebut dan komitmen Indonesia untuk kawasan ini seperti apa?” lanjut Dinna.

“Urgensinya ini apa? Kemlu sudah mengeluarkan pernyataan bahwa ini kerja sama untuk menjaga perdamaian, persahabatan. Tapi kan kita sudah ada skema ASEAN Outlook on the Indo Pacific. Lalu kita gak bisa ada kerja sama sepihak di wilayah yang disengketakan,” ucap dia.

3. Kerja sama tak menyangkut kawasan sengketa

Juru bicara Kemlu RI, Roy Soemirat. (IDN Times/Sonya Michaella)
Juru bicara Kemlu RI, Roy Soemirat. (IDN Times/Sonya Michaella)

Juru bicara Kemlu RI, Roy Soemirat juga menyatakan memang benar ada joint statement, yang menjadi salah satu hasil dari kunjungan Prabowo ke Beijing pada 8 November 2024 terkait kerja sama maritim.

“Saya menganjurkan kita harus selalu melihat dokumen secara komprehensif. Paragraf itu tidak berdiri sendiri, melainkan jadi satu kesatuan dengan paragraf lain. Kedua negara sepakat untuk selalu menghormati kedaulatan dan teritorial,” kata Roy dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis (5/12/2024).

Roy menegaskan bahwa yanh disepakati Indonesia dan China adalah common understanding tentang pentingnya joint development tersebut. Roy juga membenarkan akan ada komite yang dibentuk untuk kerja sama itu.

“Yang akan dilakukan adalah pembentukan intergovernmental joint committee, yang akan menjajaki itu. Komite ini pun belum terbentuk,” ucapnya.

Menurut Roy, jika sudah terbentuk, komite ini nantinya akan bertugas untuk menjajaki joint statement Indonesia-China tersebut, termasuk tentang isu ruang lingkup geografis terkait kerja samanya.

“Akan dilakukan sesuai prinsip saling menghormati dan peraturan nasional yang relevan,” tegas dia.

4. Perundingan Code of Conduct masih berjalan

Kapal militer China berpatroli di Laut China Selatan. (dok. X @China_Fact)
Kapal militer China berpatroli di Laut China Selatan. (dok. X @China_Fact)

Sementara itu, Roy juga menyinggung soal perundingan Code of Conduct (COC) Laut China Selatan yang masih berjalan sampai sekarang. Kerangka kerja sama antara negara ASEAN dan China di kawasan tersebut sudah ada sejak 2002, yaitu Declaration of Conduct (DOC).

“Seluruh negara 10 plus 1 menyepakati ada sekitar 10 aksi yang harus dilakukan secara berkelanjutan untuk menjaga perdamaian, keamanan, kestabilan kawasan Laut China Selatan termasuk bagaimana cara memanfaatkan hal itu bersama,” tutur Roy.

Ia mengungkapkan, saat ini masih ada PR bagi China dan ASEAN untuk menurunkan DOC dalam bentuk COC, sebagai panduan perilaku di kawasan Laut China Selatan.

“Sekarang terus dicoba bagaimana penyelesaian seluruh negara terkait 10 negara ASEAN dengan 1 mitra yaitu China, untuk bisa segera rampungkan COC guna menjaga keamanan kawasan,” tegas Roy.

Namun, COC ini bukan ‘alat’ untuk menyelesaikan sengketa Laut China Selatan. Sengketa wilayah ini tidak diselesaikan melalui jalur multilateral atau diskusi antara negara-negara terkait.

“Seluruh negara ASEAN dan China percaya bahwa COC akan memberikan kontribusi positif terhadap upaya untuk menjaga kestabilan di kawasan. Jadi tidak sesuatu yang baru dan kita akan terus mengembangkan isu kerja sama di wilayah ini,” tutupnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us