Merasa Terancam Rusia, Austria Mau Gabung NATO?

- Austria menilai netralitas tidak akan bisa melindungi negara dari ancaman negara lain.
- Selama ini, Austria memberikan bantuan non-militer kepada Ukraina dan mendukungnya dalam mencegah serangan Rusia.
Jakarta, IDN Times - Menteri Luar Negeri Austria Beate Meinl-Reisinger mengatakan bahwa Austria membuka peluang untuk bergabung dalam NATO. Negaranya akan menilai ulang status netralitasnya di tengah ancaman Rusia.
“Pemerintah Austria terbuka dalam diskusi keanggotaan NATO dan mungkin akan meninggalkan statusnya sebagai negara netral. Terdapat kemungkinan untuk mengubah konstitusi imbas kebijakan agresif Rusia,” terangnya pada Minggu (27/7/2025).
Austria mempertahankan statusnya sebagai negara netral sejak berakhirnya Perang Dunia II. Negara Eropa Tengah itu sudah menetapkan netralitasnya usai mundurnya pasukan Uni Soviet pada 1955 yang melarang bergabung dengan aliansi militer.
1. Sebut netralitas tidak akan melindungi Austria
Meinl-Reisinger mengungkapkan bahwa status netralitas Austria tidak akan melindungi dan menjamin negaranya dari segala bentuk ancaman negara lain.
“Netralitas tidak akan melindungi kami. Apa yang dapat melindungi Austria dari ketidakpastian keamanan global dan meningkatnya kebijakan agresif Rusia adalah meningkatkan investasi dan kerja sama di sektor pertahanan,” ujarnya, dikutip TVP World.
Menurutnya, pembukaan dialog dengan NATO kurang populer di mata mayoritas anggota parlemen dan rakyat Austria. Namun, ia mengaku terbuka dengan berbagai pendapat.
2. Sebut Rusia makin terdesak karena tolak tawaran Trump
Meinl-Reisinger menyebut, Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump berencana menyerahkan Krimea dan sebagian wilayah Ukraina bagian timur kepada Rusia sebagai ganti perdamaian.
“Situasinya sudah jelas. Ukraina ingin damai, sedangkan Rusia tidak. Trump jelas menawarkan Krimea dan beberapa teritori Ukraina dan menolak keanggotaan Ukraina dalam NATO. Namun, Presiden Rusia Vladimir Putin justru melanjutkan perang di Ukraina,” tandasnya, dilansir RBC Ukraine.
Menurutnya, Putin semakin terdesak dan menyadari bahwa ia sudah kehabisan waktu sehingga memerintahkan perang secara brutal karena terhimpit krisis ekonomi di Rusia dan banyaknya tentara Rusia yang tewas.
Selain itu, Trump sudah memberikan ancaman kepada Putin untuk mencapai gencatan senjata dengan Ukraina dalam waktu 50 hari. Jika gagal, AS akan menjatuhkan sanksi berupa tarif 100 persen kepada Rusia.
3. Austria berikan bantuan non-militer ke Ukraina
Pada Juni, Presiden Austria Alexander Van der Bellen mengumumkan paket bantuan non-militer untuk Ukraina. Paket bantuan itu berupa program penjinakan ranjau, energi, keamanan siber, dan rekonstruksi.
“Austria memastikan bahwa negaranya tetap netral dalam bidang militer terkait konflik di Ukraina. Namun, ini bukan berarti kami netral dalam artian politik. Kami tetap mendukung Ukraina dalam mencegah serangan Rusia,” ujarnya, dikutip Euronews.
Selama ini, Austria sudah memberikan bantuan kemanusiaan kepada Ukraina dan menolak memberi bantuan militer. Mantan Kanselir Austria Karl Nehammer juga menjadi pemimpin Uni Eropa pertama yang bertemu Putin untuk membujuknya mengakhiri perang.