Mesir Usul Gencatan Senjata 2 Hari di Gaza dan Pertukaran Sandera

- Pemerintah Mesir mengusulkan gencatan senjata selama dua hari di Gaza, termasuk pertukaran sandera dengan Hamas.
- Israel terus melakukan serangan ke Gaza, menewaskan 43 orang dalam sehari, termasuk wartawan dan anak-anak. Situasi kemanusiaan semakin memburuk.
- Konflik telah menyebabkan hampir 43 ribu jiwa meninggal dan lebih dari 100 ribu terluka. Sekretaris Jenderal PBB mengkritik kurangnya perhatian pada hukum humaniter internasional.
Jakarta, IDN Times – Pemerintah Mesir telah mengusulkan gencatan senjata awal selama dua hari di Gaza. Upaya tersebut juga mencakup pertukaran empat sandera yang ditahan Hamas.
Presiden Mesir, Mesir Abdel Fattah Al-Sisi, mengatakan pihaknya bersama Qatar terus mengupayakan tercapainya gencatan senjata di Gaza. Mediasi pada Minggu melibatkan direktur CIA dan badan intelijen Mossad Israel.
“Al-Sisi mengatakan bahwa pembicaraan harus dilanjutkan dalam waktu 10 hari setelah penerapan gencatan senjata sementara dalam upaya mencapai gencatan senjata permanen,” lapor Al Arabiya, mengutip presiden Mesir itu pada Minggu (27/10/2024).
Belum ada komentar resmi dari Hamas. Namun, seorang pejabat Palestina yang terlibat dalam mediasi tersebut berharap Hamas bisa mempertimbangkan tawaran itu.
“Saya berharap Hamas akan mendengarkan tawaran baru tersebut, tetapi tetap bertekad bahwa kesepakatan apa pun harus mengakhiri perang dan mengeluarkan pasukan Israel dari Gaza,” katanya.
1. Serangan Israel terus terjadi di tengah upaya perundingan

Saat perundingan terus diupayakan pada Minggu, Israel masih terus memborbardir Gaza dengan berbagai serangan. Sebanyak 43 orang tewas pada hari itu di wilayah Gaza utara.
Petugas medis mengatakan, 20 orang tewas setelah serangan udara terhadap rumah-rumah di Jabalia. Kamp ini menjadi yang terbesar dari delapan kamp pengungsi bersejarah di Jalur Gaza.
Serangan Israel juga menyasar kamp Shati dan mengenai sebuah sekolah. Sebanyak sembilan orang tewas dan 20 lainnya terluka dalam peristiwa tersebut.
Rekaman yang beredar di media Palestina menunjukkan orang-orang bergegas ke lokasi bom untuk membantu mengevakuasi korban. Mayat-mayat berserakan di tanah, sementara beberapa orang menggendong anak-anak yang terluka ke dalam kendaraan.
Dua wartawan lokal yakni Saed Radwan, kepala media digital di televisi Al-Aqsa dan Hanin Baroud, juga tewas di sekolah di Shati. Militer Israel mengatakan sedang menyelidiki laporan tentang serangan terhadap sekolah tersebut.
2. Semua warga di Gaza berisiko meninggal

Dilansir The New Arab, seorang pejabat senior kemanusiaan PBB mengatakan, pengepungan yang dilakukan Israel beserta serangan yang tak ada habisnya membuat hampir seluruh warga Palestina kemungkinan besar akan meninggal.
"Seluruh penduduk Gaza utara terancam tewas. Pasukan Israel tidak boleh dibiarkan melanjutkan apa yang mereka lakukan di Gaza utara yang terkepung," kata Asisten Sekretaris Jenderal untuk Urusan Kemanusiaan dan Wakil Koordinator Bantuan Darurat, Joyce Msuya.
Israel telah mengepung daerah itu selama lebih dari tiga minggu. Sebanyak 820 orang meninggal sejauh ini akibat pemblokiran pasokan air, makanan, atau bantuan kemanusiaan sambil mencegah orang masuk atau keluar.
Pasukan Israel telah menyerbu rumah sakit dan fasilitas medis di utara. Petugas pertolongan pertama tidak dapat menyelamatkan orang-orang yang terjebak di bawah reruntuhan akibat pengeboman yang tiada henti.
"Keluarga-keluarga telah terpisah dan laki-laki serta anak laki-laki dibawa pergi dengan truk. Tempat penampungan telah dikosongkan dan dibakar,” kata Msuya.
3. Jumlah korban meninggal di Gaza hampir mencapai 43 ribu jiwa

Sudah lebih dari setahun perang ini terjadi. Hingga kini, sebanyak hampir 43 ribu jiwa telah meninggal di Gaza sebagai konsekuensi perang. Sementara lebih dari 100 ribu lainnya terluka.
Jumlah korban tewas sebenarnya bisa jauh lebih tinggi, di mana banyak jenazah terperangkap di bawah reruntuhan. Israel telah banyak dituduh melakukan genosida dan pembersihan etnis.
Pada Minggu, Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, menyatakan keterkejutannya atas situasi di wilayah Gaza utara. "Sangat sedikit perhatian terhadap hukum humaniter internasional," ungkapnya.