Netanyahu Dikecam karena Beberkan Rincian Serangan Pager di Lebanon

- Yair Lapid mengecam Netanyahu karena membocorkan informasi serangan di Lebanon.
- Netanyahu mengungkapkan Israel mempercepat serangan pager setelah Iran memindai perangkat tersebut.
- Stasiun televisi Israel melaporkan lembaga keamanan terkejut dengan pengungkapan informasi rahasia oleh Netanyahu.
Jakarta, IDN Times - Pemimpin oposisi Israel, Yair Lapid, mengecam Perdana Menteri Benjamin Netanyahu karena membeberkan rincian informasi terkait serangan pager di Lebanon.
Pada September 2024, Israel mengatur serangkaian ledakan terhadap perangkat komunikasi nirkabel, termasuk pager dan walkie-talkie, yang digunakan oleh kelompok Hizbullah. Sedikitnya 51 orang tewas dan hampir 3 ribu lainnya terluka dalam serangan tersebut.
“Pernyataan Netanyahu soal 'Operasi Grim Beeper' merupakan tindakan yang tidak perlu dan tidak bertanggung jawab karena membongkar metode operasional Mossad,” tulis Lapid di akun X-nya pada Selasa (29/4/2025). Ia menuduh perdana menteri tersebut membahayakan operasi intelijen di masa depan demi menarik perhatian media.
1. Serangan tersebut dilaksanakan beberapa minggu lebih awal
Pada Minggu (27/4/2025), Netanyahu mengungkapkan bahwa Israel mempercepat pelaksanaan serangan pager beberapa minggu lebih awal setelah mengetahui bahwa Iran sedang memindai beberapa perangkat tersebut. Operasi itu seharusnya dilaksanakan pada Oktober 2024.
“Pada minggu ketiga September, kami mengetahui bahwa Hizbullah telah mengirimkan tiga pager ke Iran untuk dipindai. Kami meluncurkan operasi di Lebanon tiga minggu lebih cepat dari jadwal semula,” kata Netanyahu dalam konferensi Sindikat Berita Yahudi (JNS) di Yerusalem, dilansir dari The Times of Israel.
Ia menambahkan bahwa dirinya tidak memberi tahu Washington mengenai rencana tersebut karena khawatir operasi itu akan bocor.
2. Pengungkapan informasi sensitif harus dikonsultasikan lebih dulu dengan pihak intelijen
Stasiun televisi Israel, Channel 12, melaporkan bahwa lembaga-lembaga keamanan Israel terkejut dengan pernyataan Netanyahu. Mereka mengatakan bahwa informasi tersebut bersifat sangat rahasia dan hanya diketahui oleh segelintir orang.
“Meski perdana menteri memiliki kewenangan, pengungkapan informasi sensitif seharusnya dilakukan melalui konsultasi dengan badan intelijen,” demikian laporan media tersebut, mengutip sumber keamanan yang tidak disebutkan namanya.
3. Israel lakukan lebih dari 2.766 pelanggaran gencatan senjata
Israel dan Hizbullah menyepakati gencatan senjata pada November 2024, mengakhiri pertempuran lintas batas yang berlangsung selama 14 bulan. Meski demikian, serangan Israel terhadap Lebanon masih terus berlanjut.
Dilansir dari Anadolu, pihak berwenang Lebanon mencatat lebih dari 2.766 pelanggaran gencatan senjata yang dilakukan Israel, yang mengakibatkan sedikitnya 195 orang tewas dan 486 lainnya terluka. Pada Senin (28/4/2025), pemimpin Hizbullah, Naim Qassem, mendesak pemerintah Lebanon untuk berbuat lebih banyak guna mengakhiri serangan Israel di negara tersebut.
Berdasarkan kesepakatan gencatan senjata, Israel harus menarik seluruh pasukannya dari Lebanon selatan paling lambat 26 Januari 2025. Namun, setelah batas waktu diperpanjang hingga 18 Februari, Israel masih mepertahankan kehadiran militer di lima pos perbatasan.