Okinawa Tolak Rencana PM Jepang Relokasi Pangkalan Militer AS

Jakarta, IDN Times - Gubernur Okinawa, Denny Tamaki, belum menyetujui revisi proyek dari pemerintah pusat tentang rencana relokasi pangkalan militer Amerika Serikat (AS).
Sementara itu, Menteri Pertanahan Tetsuo Saito menetapkan batas waktu persetujuan adalah Rabu (4/10/2023). Namun, Tamaki mengatakan bahwa tidak mungkin membuat keputusan sampai tenggat waktu yang ditetapkan, dilansir Yomiuri Shimbun.
Tamaki menjelaskan, dia perlu mempelajari keputusan pengadilan tinggi secara rinci, serta menganalisis berbagai pendapat dari masyarakat Okinawa dan para akademisi untuk memastikan pemerintahan yang stabil.
Pemerintah pusat dan prefektur Okinawa telah lama berselisih mengenai relokasi Pangkalan Udara Korps Marinir AS Futenma di distrik pemukiman Ginowan ke wilayah pesisir Henoko di Nago yang berpenduduk sedikit.
1. Perdana Menteri Kishida tetap akan melakukan relokasi
Pemerintah pusat diperkirakan akan mengajukan gugatan ke Pengadilan Tinggi Fukuoka cabang Naha pada Kamis. Dengan demikian, proyek pemidahan bisa diatasnamakan gubernur prefektur berdasarkan undang-undang otonomi daerah, Nippon melaporkan.
Jika pengadilan memerintahkan persetujuan perubahan desain tapi Okinawa menolak keputusan itu, Menteri Pertanahan Jepang akan diizinkan untuk menyetujui perubahan tersebut. Otoritas bukan lagi di gubernur.
Di sisi lain, Perdana Menteri Fumio Kishida mengatakan, dia bakal melanjutkan upaya untuk merealisasikan relokasi tersebut.
"Saya sedang berupaya untuk memindahkan Pangkalan Udara Futenma sesegera mungkin, sehingga masyarakat di Okinawa dapat merasa aman," kata Kishida, dikutip dari NHK News.
2. Keputusan MA menolak banding prefektur Okinawa pada September

Mahkamah Agung (MA) Jepang, pada awal September, menolak permohonan banding dari prefektur Okinawa terhadap rencana pemerintah pusat untuk membangun landasan pacu Korps Marinir AS di pulau itu.
MA juga memerintahkan prefektur untuk menyetujuinya, meskipun ada protes dari penduduk setempat yang menentang kehadiran pasukan AS.
Keputusan yang dikeluarkan bulan lalu memperkuat keputusan pengadilan tinggi pada Maret, yang menyatakan bahwa rencana pemerintah pusat dan instruksinya untuk menyetujui proyek Okinawa adalah sah.
Pada 2018, pemerintah pusat memulai pekerjaan reklamasi di wilayah Henoko di pantai timur pulau utama Okinawa, guna membuka jalan bagi relokasi pangkalan udara Korps Marinir Futenma dari lingkungan padat di pulau tersebut.
Lalu, pihaknya mengetahui bahwa sekitar 70 persen lokasi reklamasi berada di tanah lunak. Pemerintah pusat kemudian mengajukan izin dari prefektur untuk merevisi rencana awal dan melaksanakan pekerjaan penguatan dengan tambahan perbaikan lahan.
Namun, pemerintah prefektur menolak revisi itu karena dianggap tidak cukup dan menyerukan untuk menghentikan pekerjaan reklamasi. Rencana perbaikan tanah memerlukan puluhan ribu pilar dan tanah dalam jumlah besar, yang dianggap merusak lingkungan.
3. Pakta keamanan bilateral Jepang-AS

Tokyo dan Washington awalnya sepakat pada 1996 mengenai rencana relokasi pangkalan tersebut. Namun, protes dan tuntutan hukum dari Okinawa kepada pemerintah pusat telah menghambat rencana itu selama hampir 30 tahun .
Okinawa telah menampung 70 persen fasilitas militer AS di Negeri Sakura. Prefektur yang hanya mencakup 0,6 persen wilayah Jepang tersebut dibebani dengan mayoritas dari 50 ribu tentara AS berdasarkan pakta keamanan bilateral.
Tokyo, dalam beberapa tahun terakhir, semakin memajukan pertahanannya guna menghadapi meningkatnya ketegasan China di kawasan. Hal ini memicu ketakutan di kalangan penduduk Okinawa, bahwa mereka akan menjadi pihak pertama yang terlibat konflik.
Di sisi lain, Okinawa memiliki peran strategis dan dipandang semakin penting bagi aliansi militer kedua negara dalam menghadapi agresivitas China.