PBB Marah Besar atas Kehancuran Rumah Sakit di Jalur Gaza

Jakarta, IDN Times – Para pejabat PBB marah dengan situasi rumah sakit di Jalur Gaza yang hancur. Sebagian besar rumah sakit tidak beroperasi akibat rusak dihantam serangan Israel dan kekurangan bahan bakar dan staf.
"Saya sangat marah karena anak-anak yang baru pulih dari amputasi di rumah sakit kemudian dibunuh di rumah sakit tersebut," kata James Elder, juru bicara badan anak-anak PBB, dilansir Reuters.
Sejak Hamas meluncurkan roket pada 7 Oktober, serangan balasan Israel masih terus terjadi. Rumah sakit sebagai sarana vital tak lepas dari sasaran.
Pasukan Israel menuduh Hamas menjadikan sarana publik ini sebagai tameng dengan beroperasi di bawah rumah sakit. Klaim ini telah berulang kali dibantah oleh Hamas.
1. Kebutuhan dasar tidak tercukupi

Elder mengatakan, Rumah Sakit Nasser, yang terbesar dan tersisa di wilayah Gaza, telah ditembaki dua kali dalam 48 jam terakhir.
Dia mengatakan salah satu korbannya adalah seorang anak berusia 13 tahun yang diamputasi bernama Dina yang selamat dari serangan di rumahnya dan menewaskan keluarganya.
"Jadi kemana perginya anak-anak dan keluarga? Mereka tidak aman di rumah sakit, mereka tidak aman di tempat penampungan, dan tentu saja tidak aman di zona aman," tambahnya.
Margaret Harris, juru bicara Organisasi Kesehatan Dunia, menggambarkan situasi di rumah sakit Gaza sebagai hal yang tidak masuk akal.
"Kebutuhan paling mendasar pun mereka tidak memilikinya. Salah satu rekan saya menggambarkan orang-orang terbaring di lantai dalam kesakitan yang hebat, namun mereka tidak meminta pereda nyeri. Mereka meminta air," dia berkata.
"Tidak dapat dipercaya bahwa dunia membiarkan hal ini terus berlanjut," tambahnya.
2. Pengeboman rumah sakit terus berlangsung

Serangan udara Israel pada Minggu dan Senin mempertahankan fokus pada rumah sakit dan lingkungan sipil di daerah Gaza. Taktik ini terus mendorong seruan untuk gencatan senjata dari seluruh dunia
Dilaporkan Al Jazeera, penembakan terus terjadi di pintu masuk Rumah Sakit al-Shifa di Kota Gaza. Setidaknya 26 warga Palestina tewas dalam serangan terhadap rumah sakit sebelumnya.
Selain itu, Kompleks Medis Nasser di Khan Younis di Gaza selatan juga telah berulang kali menjadi sasaran selama 48 jam terakhir. Sebuah bom jatuh di dekat gedung tetapi tidak meledak lalu menyebabkan kepanikan besar dan melukai tiga orang.
Juru bicara Kementerian Kesehatan Gaza, Ashraf al-Qudra, mengecam Israel karena mencoba menghancurkan sektor kesehatan di wilayah tersebut.
“Apa yang dilakukan penjajah ini adalah bagian dari skenario yang dimulai di Gaza utara dari kompleks Shifa. Menargetkan Kompleks Medis Nasser adalah bagian dari kebijakan penjajah untuk menghilangkan sektor kesehatan dan akan menruntuhkan sistem kesehatan di Jalur Gaza selatan,” katanya.
3. Tekanan internasional

Israel mendapat tekanan yang semakin besar dari komunitas internasional untuk menghentikan pertempuran, Mereka didorong untuk melindungi warga sipil.
Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa akan melakukan pemungutan suara pada Senin mengenai resolusi baru, yang dirancang oleh Uni Emirat Arab, yang menyerukan gencatan senjata dan pengiriman bantuan di Gaza.
Dewan Keamanan PBB mengadakan pemungutan suara pada Selasa mengenai resolusi baru untuk gencatan senjata dan akses bantuan ke Gaza. Sebelumnya, pemungutan ini dijadwalkan pada Senin, namun ditunda ke Selasa (19/12/2023).
Menteri Luar Negeri Prancis, Catherine Colonna, menyerukan gencatan senjata segera pada kunjungannya ke Israel pada Minggu. Hal yang sama juga disuarakan oleh Inggris dan Jerman.
Perang kedua pihak terus berlanjut. Laporan Al Jazeera pada 18 Desember mengungkapkan jumlah korban meninggal di Gaza telah mencapai 19.400 jiwa. Sementara 52 ribu orang mengalami luka-luka akibat pengeboman.