Pengadilan Korsel Menangkan Gugatan Korban Perbudakan Seks Jepang

- Pengadilan Korsel memenangkan gugatan keluarga wanita penghibur terhadap Jepang.
- Pemerintah Jepang diminta membayar kompensasi sebesar 200 juta won (Rp2,3 miliar).
- Tokyo menyampaikan penyesalan atas putusan pengadilan dan memanggil duta besar Korsel sebagai protes.
Jakarta, IDN Times - Pengadilan Distrik Cheongju Korea Selatan (Korsel) mengatakan keluarga mendiang wanita penghibur telah memenangkan gugatan ganti rugi terhadap pemerintah Jepang. Pengadilan tersebut memutuskan mendukung penggugat, Lee Man-young, anak laki-laki dari mendiang Gil Gap-soon. Pihaknya memerintahkan Tokyo untuk membayar kompensasi sebesar 200 juta won (sekitar Rp2,3 miliar).
Ini menandai ketiga kalinya pengadilan Korsel mengeluarkan putusan yang mengakui tanggung jawab pemerintah Jepang. Tokyo diminta memberikan kompensasi kepada korban wanita penghibur dan keluarga mereka, dilansir Korea JoongAng Daily pada Sabtu (26/4/2025).
1. Keluarga korban telah ajukan gugatan sejak tahun lalu
Pengacara penggugat mengatakan bahwa putra Gil mengajukan gugatan pada Januari tahun lalu. Putusan itu keluar hanya setelah dua kali sidang. Pemerintah Jepang tidak hadir di pengadilan hingga putusan dijatuhkan.
"Kedua negara merupakan penanda tangan Konvensi Den Haag, yang mengakui yurisdiksi peradilan bersama dan memperlakukan suatu negara sebagai badan hukum. Meskipun kami belum menerima putusan resmi, tampaknya pengadilan menerima argumen ini dan mengakui tanggung jawab Jepang atas kerugian," kata pengacara tersebut.
Gil Gap-soon dibawa ke Nagasaki, Jepang, pada 1941 saat usianya 17 tahun. Ia dipaksa hidup sebagai wanita penghibur dan meninggal pada 1998 karena kanker paru-paru akut.
2. Jepang anggap keputusan itu bertentangan dengan hukum internasional

Menanggapi putusan terbaru itu, Tokyo menyampaikan penyesalan yang mendalam. Menteri Luar Negeri Jepang, Takeshi Iwaya, mengatakan keputusan tersebut bertentangan dengan hukum internasional dan perjanjian antara kedua negara.
"Sangat disesalkan dan sama sekali tidak dapat diterima. Pengadilan menolak kekebalan kedaulatan," kata Iwaya, merujuk pada konsep berdasarkan hukum internasional yang menyatakan bahwa suatu negara kebal terhadap yurisdiksi pengadilan di negara lain, dikutip dari Kyodo News.
Untuk mengajukan protes atas keputusan pengadilan, Tokyo memanggil duta besar Korsel.
Menurut Jepang, semua klaim yang terkait dengan pemerintahan kolonialnya di Semenanjung Korea pada 1910-1945 telah diselesaikan secara menyeluruh dan final. Ini berdasarkan pakta bilateral pada 1965, yang menjadi dasar pemberian bantuan keuangan kepada Korsel.
3. Keputusan pengadilan sebelumnya menyerukan Jepang bayar kompensasi

Pada 2023, Pengadilan Tinggi Seoul membatalkan keputusan pengadilan yang lebih rendah atas gugatan yang diajukan oleh 16 penggugat. Pengadilan banding memerintahkan Jepang untuk membayar 200 juta won kepada setiap penggugat. Pada 2021, Pengadilan Distrik Pusat Seoul juga memutuskan mendukung 12 korban. Pihaknya memerintahkan Tokyo membayar 100 juta won (Rp1,1 milyar) kepada setiap penggugat.
Masalah wanita penghibur telah berulang kali memperburuk hubungan Tokyo-Seoul. Kedua belah pihak telah sepakat untuk menyelesaikan masalah itu secara tuntas dan tidak dapat diubah lagi dalam sebuah kesepakatan pada 2015.
Atas dasar itu, Jepang menyumbang 1 milyar yen (Rp117,5 milyar) kepada sebuah yayasan yang didirikan di Korsel. Dana itu kemudian didistribusikan kepada mantan wanita penghibur dan keluarga korban. Akan tetapi, beberapa orang menolak menerima uang itu. Mereka menuntut permintaan maaf resmi dan kompensasi dari Jepang.