Pengungsi Lebanon Pulang ke Rumah dengan Perasaan Campur Aduk

- Ribuan warga Lebanon pulang ke rumah setelah gencatan senjata antara Israel dan Hizbullah.
- Peringatan Israel agar warga tidak kembali diabaikan, mobil pengungsi memadati jalan menuju selatan.
- Kebahagiaan pulang bercampur kesedihan melihat kehancuran akibat perang, pendukung Hizbullah merayakan gencatan senjata sebagai kemenangan.
Jakarta, IDN Times - Ribuan warga Lebanon mulai kembali ke rumah mereka pada Rabu (27/11/2024) setelah gencatan senjata antara Israel dan Hizbullah resmi diberlakukan. Perjanjian ini mengakhiri 14 bulan konflik yang telah menewaskan ribuan orang dan menghancurkan sebagian besar wilayah Lebanon selatan.
Jalanan di sepanjang pesisir Lebanon dipenuhi kendaraan yang membawa kasur, selimut, dan barang-barang seadanya milik para pengungsi. Militer Lebanon meminta warga menghindari desa-desa di garis depan sampai pasukan Israel mundur sepenuhnya. Israel juga mengirim pesan peringatan agar warga tidak kembali ke Lebanon selatan yang masih berstatus zona militer.
Namun peringatan tersebut tidak diindahkan oleh warga Lebanon. Mobil-mobil pengungsi memadati jalan raya menuju selatan. Masyarakat setempat berbaris di pinggir jalan sambil melambaikan bendera dan menyambut kepulangan para pengungsi.
1. Warga Lebanon jumpai rumah mereka tinggal puing-puing
Berbagai emosi meluap saat warga Lebanon kembali menatap kondisi kampung halaman mereka. Kebahagiaan pulang ke rumah bercampur kesedihan melihat kehancuran yang ditinggalkan perang.
Dua bersaudara, Zeinab dan Dina mengaku langsung berkemas sebelum gencatan senjata resmi berlaku.
"Kami merasa bahagia akhirnya bisa pulang. Namun, kami juga sedih atas semua milik kami yang hilang," kata Zeinab di depan reruntuhan rumahnya di Zibqeen, dilansir The Guardian.
Samia el Zein bercerita dadanya sesak saat tiba di rumahnya di kota pesisir Tyr. Pintu depan apartemennya hancur berantakan. Pecahan kaca berserakan di lantai bersama puing-puing bangunan.
Mohammad el Zein, kakak Samia, datang lebih awal dan menyapu pecahan kaca menjadi tumpukan rapi. Ia mengumpulkan sisa-sisa barang yang masih bisa diselamatkan seperti piring, teko, wajan, cangkir dan lampu. Mereka bersyukur koleksi pot keramik antik milik ayahnya masih utuh.
Para pengungsi lain menemukan kondisi serupa. Rumah mereka hancur total, jendela pecah, atap runtuh, dan sebagian tidak lagi layak huni. Pohon-pohon dipenuhi buah yang terlalu matang. Jeruk busuk berserakan di tanah karena pemiliknya melewatkan masa panen.
2. Pro dan kontra klaim kemenangan Hizbullah
Meski menghadapi kehancuran besar, pendukung Hizbullah tetap merayakan gencatan senjata sebagai kemenangan. Bendera kuning Hizbullah berkibar dari jendela mobil. Sekelompok pemuda yang diduga anggota Hizbullah memberi isyarat perdamaian kepada mobil-mobil yang lewat.
Pandangan berbeda disuarakan Hussein Nassour saat melihat kondisi apartemen dan toko keluarganya yang hancur di Beirut. Dia mengaku tidak memahami manfaat perang ini.
"Kita tidak menang. Kita kalah. Tidak ada yang mendapatkan apapun dari semua ini," ujarnya, dilansir dari New York Times.
Kritik juga datang dari warga yang menuduh Hizbullah telah menyeret Lebanon ke dalam perang yang tidak perlu. Lebanon sendiri sedang mengalami krisis ekonomi parah saat konflik pecah. Seorang pemuda yang kembali dari Suriah mengungkap bahwa warga Lebanon tidak berdaya menghadapi dominasi kelompok tersebut.
"Kemenangan apa? Kehancuran dan kematian dimana-dimana. Bagaimana ini bisa disebut kemenangan?" kritik Ousama Aoudeh.
Perayaan kemenangan semakin terasa ironis mengingat besarnya kerugian akibat perang. Melansir AP, lebih dari 3.760 warga Lebanon tewas sejak awal konflik dengan sebagian besar korban merupakan warga sipil.
3. Sebagian warga Lebanon masih merasa optimis
Warga yang pulang mulai menyapu serpihan beton dan kaca. Beberapa orang mulai membuka jalan bagi mobil-mobil yang melintas menuju rumah masing-masing. Sebagian warga masih merasa optimis di tengah kehancuran ini.
"Kami tidak peduli dengan puing-puing atau kehancuran. Kami kehilangan mata pencaharian, properti kami, tapi tidak apa-apa, semuanya akan kembali," tutur Fatima Hanifa.
Namun kekhawatiran akan keamanan masih menghantui. Mohammad el Zein merasa gencatan senjata belum menjamin keamanan sepenuhnya. Dentuman tembakan masih terdengar di sudut-sudut kota.
Wali kota Bint Jbeil, kota yang terletak sekitar satu kilometer dari perbatasan Israel-Lebanon, sibuk mengatur pemakaman korban. Jenazah mereka akhirnya bisa digali dari reruntuhan setelah berpekan-pekan terkubur.
Sementara, militer Israel masih menembaki kendaraan yang masuk ke area terlarang. Tiga jurnalis, termasuk fotografer Associated Press, dilaporkan terluka terkena tembakan tentara Israel.