Apa Isi Perjanjian Gencatan Senjata Israel-Lebanon?

- Amerika Serikat berhasil mediasi kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Lebanon mulai berlaku Rabu (27/11/2024).
- Kesepakatan mewajibkan Hizbullah menarik mundur pasukannya hingga 40 km dari perbatasan, sementara Israel akan menarik pasukannya secara bertahap dalam 60 hari.
- AS dan Prancis akan mengawasi gencatan senjata melalui mekanisme pengawasan yang melibatkan pasukan penjaga perdamaian PBB, tentara Lebanon, dan militer Israel.
Jakarta, IDN Times - Amerika Serikat (AS) berhasil memediasi kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Lebanon yang mulai berlaku Rabu (27/11/2024). Perjanjian sepanjang 5 halaman dengan 13 bagian ini dirancang sebagai gencatan senjata permanen untuk mengakhiri konflik yang telah berlangsung sejak Oktober 2023.
"Perjanjian ini akan menciptakan kondisi mengembalikan ketenangan yang berkelanjutan serta memungkinkan warga kedua negara kembali ke rumah mereka di kedua sisi Garis Biru," kata Presiden AS, Joe Biden, dilansir CNN.
Kedua negara akan menjalani masa transisi selama 60 hari pertama sebagai fondasi perdamaian jangka panjang.
1. Aturan penarikan pasukan kedua pihak
Kesepakatan ini mewajibkan kelompok Hizbullah menarik mundur pasukannya hingga 40 kilometer ke arah utara dari perbatasan Israel-Lebanon. Jarak tersebut melewati Sungai Litani yang menjadi garis batas wilayah operasi militer. Penarikan pasukan Hizbullah akan dilakukan secara tertutup tanpa publikasi.
Israel berkomitmen menarik pasukannya dari wilayah Lebanon secara bertahap dalam 60 hari. Namun, pemerintah Lebanon mendesak agar penarikan pasukan Israel bisa rampung dalam satu bulan pertama masa gencatan senjata.
Resolusi Dewan Keamanan PBB 1701 yang mengakhiri perang Lebanon-Israel tahun 2006 menjadi dasar kesepakatan ini. Pemerintah Lebanon berjanji mencegah Hizbullah dan kelompok bersenjata lainnya melakukan operasi terhadap Israel dari wilayahnya.
Pihak Israel juga setuju menghentikan operasi militer ofensif ke Lebanon. Penghentian serangan ini berlaku untuk target sipil, militer, maupun infrastruktur negara Lebanon baik melalui darat, laut, dan udara.
2. Lebanon akan bongkar fasilitas senjata ilegal di perbatasan
Melansir Reuters, AS dan Prancis akan mengawasi gencatan senjata melalui mekanisme pengawasan yang sudah ada sebelumnya. Mekanisme ini melibatkan pasukan penjaga perdamaian PBB (UNIFIL), tentara Lebanon, dan militer Israel. AS akan memimpin pengawasan tersebut.
"Amerika Serikat, melalui diplomat dan personel militer, akan menerima keluhan dari kedua pihak. Informasi bisa mengalir secara langsung untuk memastikan potensi pelanggaran bisa dicegah," ujar pejabat senior AS, dilansir BBC.
Tentara Lebanon mendapat tugas mengerahkan 10 ribu personel ke wilayah selatan. Sekitar 5 ribu diantaranya akan ditempatkan di 33 pos pemantauan sepanjang perbatasan Israel.
Pasukan Lebanon berkewajiban membongkar semua infrastruktur dan posisi militer tidak resmi di selatan. Mereka juga harus mencegah masuknya senjata ilegal serta membongkar fasilitas produksi senjata tidak resmi yang ditemukan.
Kendati demikian, tentara Lebanon menghadapi kendala sumber daya dalam memenuhi tugasnya. Pihak militer Lebanon menyatakan kekurangan dana, personel, dan peralatan. AS dan Prancis berjanji mengupayakan dukungan internasional guna meningkatkan kapabilitas mereka.
3. Kedua belah berhak membalas jika kesepakatan dilanggar

Israel dan Lebanon masih berhak melindungi diri mereka jika diserang. PM Israel Benjamin Netanyahu menyatakan bahwa negaranya akan tetap melakukan serangan jika menemukan ancaman.
"Jika Hizbullah melanggar kesepakatan dan mencoba mempersenjatai diri, kami akan menyerang. Jika mereka mencoba membangun kembali infrastruktur teroris dekat perbatasan, kami akan menyerang," ujar Netanyahu.
Konflik yang berlangsung sejak Oktober 2023 telah menimbulkan korban jiwa signifikan. Serangan Israel menewaskan lebih dari 3.700 warga Lebanon. Sementara serangan roket Hizbullah telah menewaskan 47 warga sipil dan 77 personel keamanan Israel.
Para pejabat Barat menilai Hizbullah kini telah melemah. Kondisi ini membuka peluang bagi pemerintah Lebanon mengambil kendali penuh atas wilayahnya. Namun proses transisi tersebut menghadapi tantangan mengingat adanya ketegangan sektarian mendalam di Lebanon.
Gencatan senjata ini merupakan kesepakatan terpisah dari konflik Gaza. Hingga kini, Israel masih menggempur wilayah tersebut dan telah menewaskan lebih dari 40 ribu warga Gaza.