Pengungsi Israel Tidak Puas soal Gencatan Senjata dengan Hizbullah

Jakarta, IDN Times - Israel dan Hizbullah akhirnya menyepakati gencatan senjata setelah setahun perang. Gencatan senjata yang dimediasi oleh Amerika Serikat (AS) dan Prancis ini mulai berlaku pada Rabu (27/11/2024).
Meski perjanjian tersebut memberikan peluang untuk mengakhiri konflik di sepanjang perbatasan Israel-Lebanon, sejumlah kalangan di Israel merasa tidak puas dengan keputusan itu. Rival dan beberapa sekutu politik Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menganggap gencatan senjata itu sama saja dengan menyerah pada Hizbullah.
Dilansir dari BBC, jajak pendapat baru-baru ini menunjukkan bahwa lebih dari 80 persen pendukung Netanyahu menentang kesepakatan tersebut. Warga di wilayah utara Israel, yang sebagian besar telah mengungsi, juga merasa tidak terima.
Namun, secara nasional, pandangan masyarakat mengenai gencatan senjata cukup beragam. Hasil survei menunjukkan bahwa 37 persen warga Israel mendukung keputusan itu, 32 persen menolak, dan 31 persen menyatakan tidak tahu.
1. Keputusan politik yang tidak tergesa-gesa
Shelly, seorang guru bahasa Inggris di kota Shlomi, menilai gencatan senjata tersebut merupakan keputusan politik yang tidak bertanggung jawab dan tergesa-gesa.
Rona Valency, yang mengungsi dari kibbutz Kfar Giladi pada 8 Oktober 2023, mengaku ingin pulang dan setuju bahwa gencatan senjata diperlukan. Namun, gagasan tentang kembalinya warga Lebanon ke desa-desa mereka membuatnya merasa tidak nyaman dan ketakutan.
Dari Kfar Giladi, desa Odaisseh yang terletak di Lebanon selatan, terlihat jelas di seberang lembah.
"Satu-satunya yang bisa saya harapkan adalah agar Hizbullah tidak menyusup ke desa-desa itu dan membangun jaringan baru. Selain menghapus seluruh desa-desa ini, dan tidak ada penduduk di sana, tidak ada hal fisik nyata yang bisa membuat saya merasa aman. Ini hanya, Anda tahu, harapan," kata Rona.
Suaminya, Onn, mengaku tidak mempercayai tentara Lebanon maupun AS untuk memulihkan keamanan di sepanjang perbatasan.
“Saya hanya mempercayai tentara kami. Saya pikir jika tentara tidak hadir di sana, akan sangat, sangat sulit untuk membuat warga kembali," ujarnya.
2. Hizbullah disebut sudah melemah
Menurut kesepakatan gencatan senjata, Israel akan menarik pasukannya dari Lebanon dalam waktu 60 hari, sementara militer Lebanon mengambil alih wilayah di selatan negara itu demi memastikan Hizbullah tidak membangun kembali kekuatan mereka.
Netanyahu mengatakan bahwa kesepakatan tersebut akan memungkinkan Israel untuk fokus pada ancaman dari Iran, mengisi kembali pasokan senjata yang menipis, mengistirahatkan para tentara, dan mengisolasi kelompok Hamas di Gaza.
Pemimpin Israel itu menyebut Hizbullah kini telah jauh lebih lemah dibandingkan saat awal konflik.
“Kami telah membuat mereka mundur beberapa dekade, melenyapkan para pemimpin utamanya, menghancurkan sebagian besar roket dan rudalnya, menetralisir ribuan pejuang, dan melenyapkan infrastruktur teror yang telah bertahun-tahun berada di dekat perbatasan kami,” kata Netanyahu.
Hizbullah belum secara resmi mengomentari gencatan senjata tersebut, namun pejabat seniornya, Hassan Fadlallah, mengatakan bahwa mereka akan menjadi lebih kuat usai perang ini.
3. Ribuan warga sipil Lebanon kembali ke kampung halaman
Sementara itu, ribuan warga sipil Lebanon yang mengungsi akibat serangan Israel sudah mulai kembali ke rumah mereka beberapa jam setelah gencatan senjata diberlakukan. Kemacetan lalu lintas pun terjadi di jalan raya utama dari Beirut ke selatan. Beberapa mobil mengibarkan bendera nasional, sementara lainnya membunyikan klakson untuk merayakan kepulangan mereka.
Alia Ibrahim, warga Lebanon selatan yang mengungsi ke Beirut hampir 3 bulan lalu, berharap pejabat Israel akan tetap berkomitmen pada kesepakatan tersebut.
“Desa kami, mereka menghancurkan separuhnya. Dalam beberapa detik sebelum mereka mengumumkan gencatan senjata, mereka menghancurkan separuh desa kami. Insya Allah kami bisa kembali ke rumah dan tanah kami," ujar Ibrahim.
Sedikitnya 3.823 tewas dan 18.859 lainnya terluka akibat serangan Israel di Lebanon selama setahun terakhir. Konflik ini dimulai setelah Hizbullah menembakkan roket ke Israel sehari setelah serangan Hamas ke negara Yahudi tersebut pada 7 Oktober 2023, yang memicu perang besar di Gaza.