Perdana! Negara Arab Serukan Hamas Lucuti Senjata di Gaza

- Negara Arab dan Muslim menyerukan Hamas untuk melucuti senjata di Gaza
- Forum Sandera dan Keluarga Hilang mengapresiasi deklarasi tersebut
- Prancis, Inggris, dan Kanada akan mengakui negara Palestina pada September
Jakarta, IDN Times - Negara-negara Arab dan muslim, termasuk Qatar, Arab Saudi, dan Mesir, untuk pertama kalinya mengeluarkan seruan bersama kepada Hamas untuk melucuti senjata. Mereka juga menyerukan Hamas menyerahkan kekuasaan di Jalur Gaza sebagai bagian dari upaya untuk mengakhiri perang di wilayah tersebut.
Liga Arab yang beranggotakan 22 negara, seluruh Uni Eropa, dan 17 negara lainnya, mendukung deklarasi yang ditandatangani pada konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa yang diselenggarakan bersama oleh Arab Saudi dan Prancis pada Selasa (29/7/2025) lalu.
Pertemuan di New York tersebut bertujuan untuk membahas penyelesaian damai masalah Palestina dan implementasi Solusi Dua Negara. Juga deklarasi tersebut menjabarkan langkah-langkah yang menurut para penandatangan harus diambil selanjutnya.
"Tata kelola, penegakan hukum, dan keamanan di seluruh wilayah Palestina harus sepenuhnya berada di tangan Otoritas Palestina, dengan dukungan internasional yang sesuai. Dalam konteks mengakhiri perang di Gaza, Hamas harus mengakhiri kekuasaannya di Gaza dan menyerahkan persenjataannya kepada Otoritas Palestina, dengan keterlibatan dan dukungan internasional, sejalan dengan tujuan Negara Palestina yang berdaulat dan merdeka.”," demikian bunyi dokumen bersama tersebut, dikutip dari CNN, Kamis (31/7/2025).
1. Mengutuk serangan mematikan Hamas ke Israel

Teks tersebut juga mengutuk serangan mematikan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023. Mereka mengusulkan pengerahan misi stabilisasi internasional sementara atas undangan Otoritas Palestina dan di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa.
"Kami menyambut baik kesediaan beberapa Negara Anggota untuk berkontribusi dalam bentuk pasukan," katanya.
Inggris akan mengakui negara Palestina kecuali Israel menyetujui gencatan senjata Gaza. Prancis, yang menjadi salah satu ketua konferensi, menyebut deklarasi tersebut "belum pernah terjadi sebelumnya."
Berbicara di PBB pada Selasa lalu, Jean-Noël Barrot, Menteri Luar Negeri Prancis, menyatakan Arab Saudi bersama negara-negara Arab serta muslim yang untuk pertama kalinya akan mengutuk terorisme, aksi teror pada 7 Oktober, menyerukan pelucutan senjata Hamas dan menyatakan harapannya untuk menormalisasi hubungan dengan Israel pada waktunya.
2. Keluarga sandera Israel mengapresiasi deklarasi tersebut

Forum Sandera dan Keluarga Hilang mengapresiasi deklarasi tersebut.
"Kami menyambut baik kemajuan penting ini dan pengakuan Liga Arab, Hamas harus mengakhiri kekuasaannya di Gaza. Penculikan pria, wanita, dan anak-anak yang tidak bersalah merupakan pelanggaran terang-terangan terhadap hukum internasional dan harus dikutuk dengan tegas.”
Qatar dan Mesir, yang merupakan mediator dalam negosiasi gencatan senjata, telah mempertahankan hubungan dengan Hamas dan Israel selama perang. Pada Maret, sebuah rencana untuk Gaza yang dirumuskan oleh Mesir mengecualikan Hamas dari pemerintahan daerah kantong tersebut setelah perang berakhir.
Rencana tersebut dibahas oleh para pemimpin Arab yang bertemu di Kairo dalam sebuah pertemuan puncak darurat, dengan presiden Mesir mengusulkan pembentukan komite Palestina untuk sementara waktu memerintah Gaza, mengambil alih kekuasaan dari Hamas, dan akhirnya menyerahkan kekuasaan kepada Otoritas Palestina (PA). Arab Saudi telah berulang kali mendorong kebangkitan solusi dua negara.
3. Pengakuan negara Palestina dari Prancis, Inggris dan Kanada

Prancis telah mengatakan akan memberikan suara untuk mengakui Palestina sebagai negara pada September 2025, yang membuat Israel kecewa. Inggris juga menyatakan akan mengakui negara Palestina pada waktu bersamaan, kecuali Israel menyetujui gencatan senjata di Gaza. Baik Israel maupun Amerika Serikat mengecam pernyataan Prancis dan Inggris. Terakhir, Kanada juga mengatakan akan mengikuti jejak keduanya. Keputusan yang membuat AS marah.
Namun, Hamas belum menunjukkan tanda-tanda akan melepaskan kekuasaan di wilayah kantong tersebut, meskipun para pejabat di dalam kelompok militan tersebut sebelumnya telah memberikan pernyataan yang kontradiktif tentang peran gerakan tersebut di Gaza pascaperang.
Di sisi lain, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dengan keras menentang solusi dua negara. Dia beralasan solusi tersebut tidak sesuai dengan keamanan negaranya.