Presiden Moldova: Kami Ingin Gabung Aliansi Besar, NATO?

Jakarta, IDN Times - Presiden Moldova, Maia Sandu mengungkapkan keinginannya bergabung dengan aliansi militer besar pada Jumat (20/1/2022). Pernyataan ini mengindikasikan kemungkinan negara pecahan Uni Soviet itu untuk bergabung dengan aliansi militer pimpinan Amerika Serikat (AS), NATO.
Sejak pecahnya perang Rusia-Ukraina, Moldova makin ketar-ketir wilayahnya akan jadi target invasi Rusia selanjutnya. Indikasi itu terlihat dari keinginan kuat Moskow untuk mengambil alih wilayah Transnistria yang berada di bawah pemerintahan separatis pro-Rusia.
1. Sandu layangkan indikasi keinginan bergabung dengan NATO
Pernyataan Maia Sandu diungkapkan ketika ia bersedia diwawancarai Politico saat menghadiri Forum Ekonomi Dunia di Davos, Swiss. Ia menyampaikan pertimbangan langkah ke depan untuk bergabung dengan aliansi besar.
"Sekarang, ini adalah diskusi serius terkait kapasitas militer kami untuk mempertahankan diri. Entah kami dapat melakukannya sendiri atau kami harus bergabung dengan aliansi militer besar. Jika ini diungkapkan, maka konklusinya kami harus merubah netralitas dan ini harus melalui proses demokrasi," papar Sandu.
Ketika menyampaikan itu, Sandu tidak secara terang-terangan mengucapkan NATO terkait penolakan dari Presiden Rusia, Vladimir Putin. Pasalnya, Rusia terus melancarkan aksinya dalam merusak stabilitas Moldova yang kini dipimpin pemerintahan pro-Barat.
2. Moldova minta Barat kirimkan sistem pertahanan udara
Pada acara Forum Ekonomi Dunia, Sandu juga meminta sekutu Barat untuk mengirimkannya sistem pertahanan udara. Ini terkait ketidakpastian keamanan di Moldova di tengah berkecamuknya perang di Ukraina.
"Kami sudah meminta sistem pemantau dan pertahanan udara. Kami paham bahwa Ukraina saat ini menjadi prioritas tujuan bantuan persenjataan dari negara-negara Barat, tapi kami juga berharap mendapatkannya," tutur Sandu, dikutip Reuters.
Pada kesempatan itu, Sandu menambahkan bahwa dana alokasi militernya sudah ditingkatkan dan sudah berbicara dengan Uni Eropa (UE) soal mendatangkan sistem pertahanan udara. Ia juga menegaskan bahwa Rusia gagal merusak stabilitas Moldova.
"Rusia berupaya memobilisasi kelompok korup di Moldova dan partai-partai pro-Rusia dengan tujuan melengserkan pemerintahan, parlemen, dan presiden. Namun, ini bukan berarti mereka menyerah dan kita belum dapat memastikan stabilitas Moldova," imbuhnya.
3. Sandu tolak persepsi Moldova lakukan provokasi terhadap Rusia
Rusia juga terus memperingatkan Moldova soal penguatan kooperasi militernya dengan sekutu Barat belakangan ini. Bahkan, Moldova sudah mengirimkan pasukan penjaga perdamaian ke Kosovo, meski bukan termasuk anggota NATO.
Namun, Sandu mengelak segala persepsi bahwa Moldova sengaja memperkuat pertahanan, kapabilitas militernya dan mendekatkan diri ke sekutu lain sebagai upaya provokatif. Ia menyebut bahwa Rusia yang merupakan negara agresor, bukan Ukraina atau Moldova.
"Moldova adalah negara damai. Bukan Moldova yang memulai perang melawan negara tetangganya. Selama ini, propaganda Rusia yang berupaya meyakinkan warga bahwa netralitas berarti Anda tidak boleh menginvestasikan ke sektor pertahanan dan tidak punya kapasita untuk mempertahankan diri. Ini salah," tegasnya.
Sandu juga menekankan pada keinginan kuat pemerintahannya untuk bergabung menjadi anggota UE. Moldova diketahui sudah mendapat status kandidat sejak Juni 2022, tapi proses masuknya kemungkinan akan membutuhkan waktu bertahun-tahun.