Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Profesor Universitas Columbia Dipaksa Mundur karena Dukung Palestina 

ilustrasi bendera Palestina. (unsplash.com/Ehimetalor Akhere Unuabona)
Intinya sih...
  • Profesor Franke mengundurkan diri dari Universitas Columbia setelah 25 tahun mengajar karena dukungannya pada Palestina
  • Investigasi eksternal menemukan bahwa komentarnya di acara radio Democracy Now! melanggar kebijakan universitas, tetapi Franke menyatakan pengunduran dirinya merupakan pemecatan terselubung
  • Firma hukum eksternal menyimpulkan Franke melanggar kebijakan universitas, menerima ancaman kekerasan, dan kasus ini menyoroti insiden penyemprotan zat berbau tidak sedap pada demonstran pro-Palestina di kampus

Jakarta, IDN Times - Katherine Franke, profesor hukum senior Universitas Columbia, Amerika Serikat (AS) mengundurkan diri setelah 25 tahun mengajar. Franke menyatakan dia terpaksa meninggalkan universitas karena dukungannya pada Palestina. Ia menyebut pengunduran dirinya merupakan pemecatan terselubung yang dikemas dalam istilah "pensiun", dilansir The Guardian pada Selasa (14/1/2025).

Profesor ini mundur setelah investigasi eksternal pada November 2024 menemukan bahwa komentarnya di acara radio Democracy Now! dinilai melanggar kebijakan universitas. Universitas Columbia menyatakan bahwa mereka hanya berkomitmen menjalankan kebijakan antidiskriminasi.

Kasus ini merupakan kelanjutan dari ketegangan yang terjadi di Universitas Columbia sejak protes pro-Palestina merebak di kampus tersebut pada April 2024. Protes tersebut menuntut universitas menarik investasi dari Israel.

1. Kronologi kasus hingga pengunduran diri

Masalah bermula dari wawancara Franke di Democracy Now! pada Januari 2024. Dalam wawancara tersebut, Franke menyampaikan kekhawatiran tentang mahasiswa Israel yang baru menyelesaikan wajib militer dan perilaku mereka terhadap mahasiswa Palestina. Pernyataan ini memicu dua rekan kerjanya mengajukan keluhan ke kantor Kesetaraan Kesempatan dan Tindakan Afirmatif universitas.

Kasus ini memanas saat sidang Kongres Amerika Serikat pada April 2024. Anggota Kongres, Elise Stefanik, salah mengutip pernyataan Franke. Stefanik mengklaim Franke mengatakan semua mahasiswa Israel yang pernah bertugas di IDF berbahaya dan tidak boleh berada di kampus.

Namun, Presiden Columbia saat itu, Minouche Shafik, tidak mengoreksi kesalahan kutipan tersebut.

"Saya setuju bahwa komentar tersebut tidak dapat diterima dan diskriminatif," tutur Shafik dalam sidang tersebut, dilansir The Guardian. 

Dilansir Al Jazeera, sebuah firma hukum eksternal kemudian ditugaskan menginvestigasi kasus ini. Hasil investigasi pada November 2024 menyimpulkan Franke melanggar kebijakan universitas. Franke mengajukan banding namun akhirnya memilih mundur karena situasi kampus yang tidak kondusif.

2. Franke terima berbagai ancaman kekerasan

Franke menerima berbagai ancaman kekerasan melalui email dan di rumahnya setelah sidang kongres. Situasi kampus juga semakin tidak bersahabat bagi profesor yang juga menjabat di komite eksekutif Pusat Studi Palestina Universitas Columbia ini.

Berbagai akademisi dan aktivis mengkritik tindakan Universitas Columbia. Francesca Albanese, pelapor khusus PBB untuk wilayah Palestina mendukung Franke.

"Dia korban lain dari pro-Israelisme yang mengubah universitas menjadi tempat diskriminasi dan penindasan," kata Albanese, dilansir Middle East Eye. 

Kasus ini juga menyoroti insiden penyemprotan zat berbau tidak sedap pada demonstran pro-Palestina di kampus. Seorang mahasiswa mantan anggota IDF diskors terkait insiden tersebut.

Sementara itu, Shafik sendiri telah mengundurkan diri sebagai presiden universitas pada Agustus setelah menuai kritik atas penanganan protes mahasiswa.

3. Franke tetap akan dukung Palestina

Franke merupakan salah satu dari sejumlah profesor di Amerika Serikat yang menghadapi tindakan disiplin karena mendukung protes pro-Palestina. Protes mahasiswa di Columbia pada April 2024 berhasil menginspirasi gerakan serupa di berbagai kampus lain di negara tersebut.

Todd Wolfson, presiden Asosiasi Profesor Universitas Amerika (AAUP) menyatakan dukungannya pada Franke.

"Tindakan Columbia sangat memalukan. AAUP berdiri bersama Profesor Franke melawan penindasan terhadap suara pro-Palestina," ujar Wolfson.

Para aktivis melihat kasus ini sebagai serangan terhadap kebebasan akademik dan advokasi hak-hak Palestina. Protes mahasiswa Columbia menuntut universitas mendukung gencatan senjata di Gaza yang telah menewaskan lebih dari 46 ribu warga Palestina.

Meski meninggalkan Columbia, Franke berniat melanjutkan perjuangannya membela rakyat Palestina. Dia juga mengkritik kepemimpinan Universitas Columbia yang dinilai gagal mempertahankan peran universitas dalam mendorong debat kritis tentang isu-isu kepentingan publik.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ernia Karina
EditorErnia Karina
Follow Us