Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Puluhan Demonstran Pro-Palestina Ditangkap di Universitas Columbia

protes solidaritas terhadap Palestina (unsplash.com/Iason Raissis)

Jakarta, IDN Times - Puluhan pengunjuk rasa Pro-Palestina ditangkap setelah menduduki sebagian gedung perpustakaan utama di Universitas Columbia, Amerika Serikat (AS), pada Rabu (7/5/2025). Mereka menuntut agar universitas mencabut investasi dari dana dan perusahaan-perusahaan yang dianggap memperoleh keuntungan dari perang Israel di Gaza.

Dalam video yang beredar di media sosial, para demonstran berdiri di atas meja, meneriakkan yel-yel, dan menabuh drum di dalam Perpustakaan Butler. Sebagian besar dari mereka mengenakan keffiyeh, syal motif kotak-kotak berwarna hitam-putih yang menjadi simbol pembebasan Palestina.

“Lebih dari 100 orang baru saja membanjiri Perpustakaan Butler dan menamainya Universitas Populer Basel Al-Araj,” kata Columbia University Apartheid Divest, sebuah kelompok mahasiswa pro-Palestina.

Basel Al-Araj mengacu pada aktivis dan penulis Palestina yang dibunuh oleh pasukan Israel pada 2017.

"Banjir perlawanan ini menunjukkan bahwa selama Columbia terus mendanai dan mengambil untung dari kekerasan imperialistik, rakyat akan terus mengganggu keuntungan dan legitimasi Columbia. Penindasan hanya akan melahirkan perlawanan—jika Columbia meningkatkan represi, rakyat pun akan terus meningkatkan gangguan di kampus ini," tambahnya, dilansir dari Al Jazeera.

1. Rektor kecam demonstrasi tersebut

Rektor Universitas Columbia, Claire Shipman, mengecam demonstrasi tersebut dan menyebutnya berlebihan. Ia mengatakan bahwa pihak universitas menelepon polisi setelah para demonstran menolak menunjukkan identitas dan meninggalkan gedung

“Gangguan terhadap aktivitas akademik kami tidak akan ditoleransi dan merupakan pelanggaran terhadap aturan dan kebijakan kami; hal ini sangat tidak dapat diterima, terutama saat para mahasiswa sedang belajar dan mempersiapkan ujian akhir,” kata Shipman dalam pernyataannya.

Ia menambahkan bahwa dua petugas keamanan universitas terluka ketika para pengunjuk rasa memaksa masuk ke dalam perpustakaan. 

2. Sekitar 80 pengunjuk rasa ditahan

Departemen Kepolisian New York (NYPD) menyatakan bahwa beberapa orang yang tidak mematuhi peringatan lisan untuk membubarkan diri telah ditahan. Laporan media lokal menyebutkan bahwa sekitar 80 demonstran ditangkap oleh polisi.

Dalam wancara pada Rabu malam, Wali Kota New York, Eric Adams, menyebut protes itu sebagai tindakan yang tidak dapat diterima. Dalam pernyataan selanjutnya, ia mengatakan telah menerima permintaan tertulis dari universitas untuk meminta bantuan polisi.

“Kami tidak akan menolerir kebencian atau kekerasan dalam bentuk apa pun di kota kami,” tulis Adams di media sosial X.

Sementara itu, Gubernur New York, Kathy Hochul, menyatakan bahwa dirinya telah menerima informasi mengenai situasi tersebut. Ia juga berterima kasih kepada petugas keamanan publik karena telah menjaga keselamatan mahasiswa.

"Setiap orang mempunyai hak untuk melakukan protes secara damai. Namun kekerasan, vandalisme atau perusakan properti sama sekali tidak dapat diterima," ujarnya.

3. Universitas Columbia telah menghadapi tekanan dari pemerintah

Dilansir dari The Guardian, ketegangan ini terjadi saat Universitas Columbia menghadapi tekanan dari pemerintahan Presiden Donald Trump terkait tanggapan mereka terhadap protes mahasiswa tahun lalu. Pemerintah menuduh pihak universitas gagal melindungi mahasiswa Yahudi dari antisemitisme di kampus.

Pada Selasa (6/5/2025), universitas mengumumkan serangkaian pemutusan hubungan kerja (PHK) sebagai dampak dari pemotongan dana penelitian sebesar 400 juta dolar AS (sekitar Rp6,5 triliun) oleh pemerintah. Pejabat universitas mengatakan, mereka sedang bekerja sama dengan pemerintah dengan harapan agar pendanaan tersebut dapat dipulihkan.

Pada April 2024, para pengunjuk rasa mendirikan perkemahan dan menduduki gedung kampus Hamilton Hall. Aksi tersebut menyebabkan puluhan penangkapan dan menginspirasi demonstrasi serupa di universitas-universitas di seluruh AS.

Sejak saat itu, Universitas Columbia telah mengalami serangkaian pergantian kepemimpinan. Pada Maret 2025, rektor sementara Columbia mengundurkan diri setelah menyetujui hampir semua tuntutan pemerintah, termasuk menerapkan larangan bagi mahasiswa untuk mengenakan masker yang menutupi identitas serta mewajibkan di kampus untuk menunjukkan identitas diri saat diminta.

Keputusan ini memicu kemarahan di kalangan staf pengajar dan para pengkritik, yang menilai bahwa universitas telah mengorbankan independensi dan kebebasan akademiknya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Fatimah
EditorFatimah
Follow Us