Putra Gembong Narkoba El Chapo Mengaku Bersalah di Pengadilan AS

Jakarta, IDN Times - Ovidio Guzman Lopez, putra gembong narkoba Joaquin "El Chapo" Guzman, mengaku bersalah atas dakwaan federal di pengadilan Chicago, Amerika Serikat (AS). Pengakuannya merupakan bagian dari kesepakatan kerja sama yang ia jalin dengan jaksa AS.
Ini adalah pertama kalinya salah satu putra El Chapo, yang dikenal sebagai "Los Chapitos", bekerja sama dengan otoritas hukum AS. Ovidio sendiri diekstradisi ke AS pada 2023 setelah ditangkap di Meksiko pada tahun yang sama, dilansir Al Jazeera pada Jumat (11/7/2025).
1. Ovidio mengakui empat dakwaan
Ovidio mengaku bersalah atas empat dakwaan serius, termasuk menjalankan organisasi kriminal dan melakukan konspirasi narkoba. Ia juga mengakui keterlibatannya dalam tiga kasus pembunuhan di Meksiko dan Arizona.
Sebagai syarat utama, Ovidio wajib memberikan bantuan substansial kepada pemerintah AS demi potensi keringanan hukuman. Ia juga setuju menyerahkan aset senilai 80 juta dolar AS (sekitar Rp1,3 triliun).
Nasib Ovidio kini bergantung pada penilaian jaksa atas tingkat kerja samanya dalam enam bulan ke depan. Hakim akan menentukan vonisnya setelah periode evaluasi tersebut selesai.
"Ovidio baru bisa dianggap sebagai terdakwa yang bekerja sama hanya setelah pemerintah yakin dia berkata jujur dan memberikan manfaat," tutur analis hukum, Irv Miller, dilansir dari CBS News.
2. Banjiri AS dengan fentanil yang renggut ribuan nyawa
Setelah ayahnya dipenjara pada 2019, Ovidio dan saudara-saudaranya mengambil alih sebagian operasi kartel. Faksi mereka, "Los Chapitos", kemudian berfokus pada produksi dan distribusi massal fentanil.
Jaksa federal menyatakan operasi mereka telah menyalurkan fentanil dalam jumlah yang luar biasa ke AS. Bisnis ini menjadi salah satu pendorong krisis opioid yang merenggut puluhan ribu nyawa setiap tahunnya, dilansir The Guardian.
Menurut dokumen pengadilan, faksi Los Chapitos dikenal sangat brutal dalam menghadapi lawannya. Mereka dilaporkan menggunakan metode penyiksaan seperti sengatan listrik dan melumuri korban dengan cabai pedas.
"Saya langsung teringat dampak mengerikan yang ia sebabkan pada banyak keluarga yang kehilangan orang terkasih akibat keracunan fentanil. Dia adalah orang yang bertanggung jawab atas jutaan pil fentanil yang membanjiri AS," kata nantan agen Badan Pemberantas Narkoba AS (DEA), Michael Gannon.
3. Meksiko kritik kesepakatan AS dengan Ovidio
Pengakuan Ovidio terjadi saat Kartel Sinaloa sedang dalam posisi lemah akibat perang internal. Konflik ini memecah belah faksi Los Chapitos dengan kelompok loyalis pendiri kartel lainnya, Ismael "El Mayo" Zambada.
Penangkapan Ovidio dan saudaranya, Joaquin Guzman Lopez, memicu gelombang kekerasan baru di Sinaloa. Joaquin, yang juga ditahan di Chicago, dilaporkan sedang mengupayakan kesepakatan serupa.
Sementara itu, Presiden Meksiko Claudia Sheinbaum mengkritik AS yang membuat kesepakatan dengan Ovidio.
"Di satu sisi, pemerintah AS menyebut organisasi kriminal sebagai teroris dan punya kebijakan untuk tidak bernegosiasi dengan mereka. Lalu jika sekarang ada kesepakatan, bagaimana nasib kebijakan tersebut?" ujar Sheinbaum, seperti dikutip The New York Times.