Rafah Dibuka, Pasien Palestina Bisa Berobat ke Mesir

Jakarta, IDN Times - Perbatasan Rafah kembali dibuka setelah hampir sembilan bulan ditutup, memungkinkan pasien Palestina dari Gaza mendapatkan perawatan medis di luar negeri. Kementerian Kesehatan Gaza melaporkan bahwa 50 pasien, didampingi 61 pendamping, telah menyeberang ke Mesir pada Sabtu (1/2/2025).
Pembukaan ini merupakan bagian dari kesepakatan gencatan senjata antara Hamas dan Israel pada 19 Januari. Sebanyak 400 warga Palestina dijadwalkan meninggalkan Gaza melalui perbatasan tersebut dalam waktu dekat.
1. Ribuan pasien Gaza masih menunggu evakuasi
Lebih dari 6 ribu pasien di Gaza membutuhkan evakuasi medis ke luar negeri, sementara 12 ribu lainnya memerlukan perawatan segera.
Direktur rumah sakit di Kementerian Kesehatan Gaza, Mohammed Zaqout, mengatakan jumlah yang dievakuasi masih jauh dari kebutuhan.
“Jumlah ini tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan, dan kami berharap angka ini bisa bertambah,” kata Zaqout, dilansir Times of Israel.
Selain itu, ribuan anak Palestina membutuhkan perawatan mendesak. Proses evakuasi mereka melibatkan berbagai tahap, mulai dari pengajuan izin oleh orang tua hingga koordinasi dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan otoritas Israel.
2. Layanan kesehatan Gaza terpuruk akibat perang

Perang yang berlangsung sejak Oktober 2023 telah menghancurkan sistem kesehatan di Gaza. Sebagian besar rumah sakit tidak dapat beroperasi karena kerusakan akibat serangan dan kurangnya pasokan medis.
Dilansir Al Jazeera, banyak pasien dengan penyakit kronis, seperti kanker, tidak bisa mendapatkan pengobatan yang dibutuhkan. Sebelum perang, warga Gaza mengandalkan izin perjalanan untuk mendapatkan perawatan di luar wilayah tersebut.
Selain itu, ribuan warga Palestina yang terluka akibat serangan Israel mengalami kesulitan mendapatkan layanan medis yang memadai.
3. Kesepakatan rumit di balik pembukaan Rafah
Pembukaan kembali Rafah melibatkan negosiasi panjang antara Israel, Hamas, Mesir, dan pihak internasional. Hamas sebelumnya mengelola perbatasan ini sejak mengambil alih Gaza pada 2007, tetapi Israel menolak keterlibatan mereka dalam operasional perlintasan.
Kini, perbatasan diawasi oleh mantan petugas perbatasan Palestina yang sebelumnya bekerja di bawah Otoritas Palestina (PA). Namun, mereka tidak diperbolehkan mengenakan atribut resmi PA. Uni Eropa juga mengirim pemantau untuk memastikan kelancaran proses evakuasi.
Israel menegaskan bahwa pengawasan ketat diperlukan untuk mencegah penyelundupan senjata oleh Hamas, meskipun tuduhan ini dibantah oleh Mesir.