Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Rio Membara: Polisi Serbu Geng Narkoba Tertua Brasil, 132 Orang Tewas

IMG_1863.jpeg
Korban tewas operasi Containment di Rio, Brasil. (ANSA)

Jakarta, IDN Times - Sedikitnya 132 orang tewas dalam operasi besar-besaran polisi di wilayah miskin Rio de Janeiro, Brasil. Aksi itu menargetkan kelompok narkoba Comando Vermelho (Red Command) dan disebut sebagai penggerebekan paling mematikan dalam sejarah negeri itu.

Awalnya, pihak berwenang hanya melaporkan separuh dari jumlah korban sebenarnya. Namun setelah protes warga pecah dan keluarga korban menggelar aksi dengan meletakkan puluhan jenazah di jalan, angka kematian melonjak dalam laporan resmi lembaga pembela publik.

Operasi bernama ‘Containment’ ini melibatkan 2.500 polisi dan tentara. Aparat menyergap para tersangka di area hutan di sekitar dua favela besar, Penha Complex dan Alemao Complex, tempat baku tembak paling intens terjadi.

Gubernur negara bagian Rio, Cláudio Castro, menyebut operasi itu sebagai hari bersejarah dalam perang melawan kejahatan. Padahal banyak pihak mengecamnya sebagai pembantaian warga miskin.

Presiden Luiz Inácio Lula da Silva dikabarkan terkejut karena pemerintah pusat tidak dilibatkan dalam operasi ini. Menteri Kehakiman Brasil menyebut Lula ‘mengerikan’ atas skala korban jiwa yang begitu besar.

Tragedi ini langsung memicu gelombang protes, tekanan politik, dan kecaman internasional, termasuk dari PBB dan Human Rights Watch, yang menilai kekerasan tersebut menandakan kegagalan kebijakan keamanan di Brasil.

1. Operasi berdarah di jantung Favela

Operasi ‘Containment’ digelar saat fajar dengan dukungan kendaraan lapis baja dan helikopter. Polisi menargetkan Comando Vermelho, geng narkoba tertua di Brasil yang bermula dari penjara Rio pada 1970-an dan kini menguasai jaringan hingga Amazon.

Sebagian besar korban tewas ditemukan di area hutan tempat polisi menyergap geng bersenjata. Namun, warga sekitar mengatakan banyak korban bukan anggota geng, melainkan penduduk yang terjebak dalam baku tembak.

Setelah operasi, puluhan jenazah dibaringkan di alun-alun oleh warga sambil meneriakkan keadilan dan menuntut Gubernur Castro mundur. Banyak toko tutup dan sekolah di sekitar lokasi terpaksa menghentikan kegiatan belajar selama dua hari.

2. Pemerintah pusat terkejut

Screenshot_20251023_111502_YouTube.jpg
Presiden Republik Federasi Brasil Luiz Inácio Lula da Silva bersma Presiden Prabowo Subianto. (YouTube/Sekretariat Presiden)

Presiden Lula mengaku terkejut dan menyampaikan belasungkawa kepada keluarga korban, menyebut operasi itu sangat berdarah. Ia menegaskan bahwa kejahatan terorganisasi memang harus diberantas, tetapi tidak dengan mengorbankan warga sipil.

Sementara itu, Menteri Kehakiman Ricardo Lewandowski menyoroti kurangnya koordinasi antara aparat negara bagian dan pemerintah pusat. Ia berjanji memantau penyelidikan atas dugaan penyalahgunaan kekuatan oleh polisi.

Di sisi lain, politisi oposisi memanfaatkan tragedi ini untuk menyerang Lula, menuduhnya melindungi para kriminal. Namun survei nasional menunjukkan hampir 50 persen warga Brasil merasa keamanan justru memburuk di bawah pemerintahannya.

3. Kecaman Internasional dan Desakan Reformasi

Dikutip dari Al Jazeera, Jumat (31/10/2025), PBB melalui juru bicara Komisi Tinggi HAM Marta Hurtado mendesak Brasil menghentikan siklus kekerasan brutal dan memastikan operasi kepolisian mematuhi standar internasional penggunaan kekuatan.

Organisasi Human Rights Watch menyebut tragedi Rio sebagai bukti kegagalan kebijakan keamanan negara bagian tersebut. “Operasi mematikan yang berulang-ulang tidak membuat warga lebih aman,” kata Direktur HRW Brasil, Cesar Munoz.

Sementara itu, Mahkamah Agung Brasil memanggil Gubernur Cláudio Castro untuk menjelaskan operasi tersebut dalam sidang Senin mendatang. Tekanan publik dan internasional kini membuat pemerintah harus meninjau ulang cara mereka menegakkan hukum di jalanan Rio.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dwi Agustiar
EditorDwi Agustiar
Follow Us

Latest in News

See More

APEC 2025: Kreativitas dan Inovasi, Arah Baru Ekonomi Asia Pasifik

31 Okt 2025, 12:30 WIBNews