Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Rusia hingga Korut Lolos dari Tarif Impor Trump, Ini Kata Gedung Putih

ilustrasi rincian tarif timbal balik Trump (work prepared by an officer or employee of the United States Government, Public domain, via Wikimedia Commons)
Intinya sih...
  • Trump memberlakukan tarif timbal balik sebesar 10% atas barang impor ke AS, dengan China menghadapi tarif tertinggi sebesar 54%.
  • Rusia, Korut, Kuba, dan Belarus tidak termasuk dalam daftar tarif terbaru karena telah menghadapi sanksi yang tinggi sebelumnya.
  • Media Rusia mengejek keputusan Trump, sementara Ukraina dikenakan tarif 10% atas ekspornya ke AS.

Jakarta, IDN Times - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengumumkan Tarif Timbal Balik yang menargetkan sejumlah mitra dagang global, termasuk Uni Eropa (UE) dan China pada Rabu (2/4/2025). Namun, beberapa negara, termasuk Rusia, Belarus, Kuba, dan Korea Utara (Korut) lolos dari daftar negara yang dibebankan tarif resiprokal tersebut.

Trump mengenakan tarif dasar sebesar 10 persen atas barang impor yang masuk ke AS. Beberapa negara menjadi sasaran tarif timbal balik yang lebih tinggi, termasuk China, pemasok barang terbesar ke Negeri Paman Sam, yang menghadapi tarif tertinggi sebesar 54 persen untuk semua ekspornya ke negara adidaya tersebut.

Tak hanya itu, angka tarif yang tinggi juga dibebankan pada sejumlah negara lain, seperti 46 persen untuk Vietnam, 32 persen untuk Taiwan dan Indonesia, serta 49 persen untuk Kamboja.

"Dalam menghadapi perang ekonomi yang tak henti-hentinya, Amerika Serikat tidak bisa lagi melanjutkan kebijakan penyerahan ekonomi sepihak," kata Trump, dikutip dari CNA.

1. Alasan Gedung Putih memberi pengecualian tarif

Gedung Putih membela keputusannya untuk tidak memasukkan Rusia, Korut, Kuba, dan Belarus dalam putaran tarif terbaru. Pihaknya mengatakan bahwa keempat negara tersebut sudah menghadapi tarif yang sangat tinggi dan sanksi yang telah dijatuhkan sebelumnya telah menghalangi perdagangan yang berarti dengan negara-negara tersebut, dilansir The Hill.

Pejabat Gedung Putih menambahkan, Trump mengancam akan menjatuhkan sanksi kepada Rusia untuk menjelaskan lebih lanjut mengapa Moskow tidak termasuk dalam daftar tarif. Trump mengatakan bahwa sanksi dan tarif tambahan kepada Kremlin sebagai cara untuk membawa negara tersebut ke meja perundingan guna mengakhiri perang di Ukraina.

Washington telah menjatuhkan sanksi skala besar kepada Rusia setelah invasinya ke Ukraina pada 2022. Namun, Trump secara umum telah mengambil pendekatan yang lebih bersahabat terhadap Moskow sejak kembali ke Gedung Putih.

2. Bantah perlakuan khusus Washington

Trump menunjukkan rincian tarif timbal balik AS. (The White House, Public domain, via Wikimedia Commons)

Beberapa liputan media Rusia bernada mengejek, seperti media pro-Kremlin NTV yang mengatakan Trump memperlakukan sekutu Eropa sebagai budak yang hanya menanggapi dengan mengeluh. Sementara itu, Zvezda TV yang dikelola Kremlin, menyoroti dimasukkannya Pulau Heard dan Kepulauan McDonald yang tidak berpenghuni dalam daftar tarif.

"Tidak ada tarif yang dikenakan pada Rusia, tetapi itu bukan karena perlakuan khusus. Itu hanya karena sanksi Barat sudah berlaku terhadap negara kami," kata media pemerintah Rusia, Rossiya 24 TV.

Menurut Kantor Perwakilan Dagang AS, Washington mengimpor barang dari Rusia senilai 3,5 miliar dolar AS (setara Rp57 triliun) pada 2024. Impor tersebut sebagian besar terdiri dari pupuk, bahan bakar nuklir, dan beberapa logam, menurut Trading Economics dan media Rusia.

Rusia, yang berada di bawah lebih dari 28 ribu sanksi Barat yang berbeda, telah mengklasifikasikan data perdagangan sejak dimulainya perang. Namun, bagi Negara Beruang Merah itu, risiko terbesar adalah potensi perlambatan permintaan global akibat perang tarif yang lebih luas, yang dapat memengaruhi harga minyak.

3. Perlakuan tarif Trump kepada Ukraina

ilustrasi bendera Amerika Serikat (AS) (pexels.com/Brett Sayles)

Sementara itu, Ukraina dikenakan tarif 10 persen atas ekspornya ke AS. Wakil perdana menteri Yulia Svyrydenko mengatakan, tarif Trump sebagian besar akan memukul produsen kecil. Dia mengatakan Kiev akan berusaha untuk mendapatkan persyaratan yang lebih baik.

Pada 2024, Ukraina mengekspor barang senilai 874 juta dolar AS (setara Rp14 triliun) dan mengimpor 3,4 miliar dolar AS (setara Rp56 triliun) dari AS. Pejabat Kiev itu mengatakan negaranya memiliki banyak hal untuk ditawarkan kepada Washington sebagai sekutu dan mitra yang dapat diandalkan, mengutip BBC.

Meskipun skala perdagangannya kecil, AS telah memberikan dukungan material yang signifikan kepada Ukraina untuk perang melawan Rusia. Menurut Trump, Washington telah menghabiskan 300-350 miliar dolar AS (setara Rp4.968-Rp5.796 triliun) untuk bantuan tersebut.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us