Saingi Starlink, UE Luncurkan Program Senilai Rp169 Triliun

- Eropa memberikan kontrak senilai 10,6 miliar euro untuk program konstelasi satelit sebagai alternatif dari Starlink milik Elon Musk.
- Proyek IRIS² bertujuan memastikan keamanan blok Uni Eropa di tengah meningkatnya kekhawatiran global atas keamanan siber.
- Konsorsium SpaceRISE menggarap proyek IRIS² yang akan beroperasi penuh pada 2030 dengan tujuan melindungi infrastruktur dan meningkatkan otonomi strategis Eropa.
Jakarta, IDN Times - Eropa memberikan kontrak untuk mendorong program konstelasi satelit senilai 10,6 miliar euro (Rp169,4 triliun). Kontrak itu diberikan pada Senin (16/12/2024), dan program tersebut untuk bersaing dengan Starlink milik Elon Musk.
Kontelasi milik Eropa ini ada sekitar 290 satelit. Tujuan utama proyek bernama IRIS² tersebut adalah demi memastikan keamanan blok Uni Eropa (UE) di tengah meningkatnya kekhawatiran global atas keamanan siber.
"Dalam dunia geopolitik yang semakin kompleks, memastikan komunikasi pemerintah yang tangguh, aman, dan cepat sangatlah penting," kata Josef Aschbacher, direktur jenderal Badan Antariksa Eropa (ESA), dikutip Reuters.
1. Melindungi infrastruktur penting dan menghubungkan wilayah terpencil

Proyek IRIS² dijadwalkan akan beroperasi penuh pada 2030. Sistem ini termasuk untuk menyaingi Starlink milik Elon Musk dan Project Kuiper milik Amazon.
"Konstelasi mutakhir ini akan melindungi infrastruktur penting kita, menghubungkan wilayah-wilayah paling terpencil kita, dan meningkatkan otonomi strategis Eropa," kata wakil presiden Komisi Eropa Henna Virkkunen," dikutip RFI.
Pengembangan dan pembangunan IRIS² merupakan kemitraan publik-swasta. Jadi jaringan sistem satelit tersebut juga akan melayani pemerintah dan klien swasta.
Konsorsium yang menggarap proyek itu adalah SpaceRISE. Ini gabungan dari perusahaan Eutelsat Prancis, Hispasat Spanyol, SES Luksemburg. Mitra lain adalah OHB, Airbus Defence and Space, Thales Alenia Space, Telespazio, Deutsche Telekom, Orange dan Hisdesat.
2. Keterlambatan pendanaan
Dua perusahaan teknologi antariksa Prancis, Airbus dan Thales Alenia Space, menarik diri dari konsorsium. Keputusan itu dibuat di tengah kekhawatiran risiko ekonomi saat bergulat dengan kerugian pada proyek yang sedang berjalan.
Dilansir Reuters, meski begitu, kedua perusahaan tersebut tetap menjadi bagian dari IRIS², yakni sebagai pemasok.
Tahun lalu, perusahaan teknologi pertahanan Jerman, Helsing, telah memperingatkan bahwa proyek tersebut berisiko kehilangan kesempatan pada perkembangan terkini khususnya dalam kecerdasan buatan. Ini karena keterlambatan dalam menyetujui pendanaan.
3. Mengurangi ketergantungan terhadap perusahaan Elon Musk

Rencananya, IRIS² akan berada di bawah pengawasan ESA. Adapun sistem konstelasi tersebut akan dioperasikan dari ruang kendali di Italia tengah.
Dilansir Business Insider, sebelumnya para politisi Eropa telah menyatakan kekhawatiran terkait bahaya terlalu bergantung pada Starlink.
Di sisi lainnya, Eropa juga telah berusaha mengurangi ketergantungan dengan SpaceX, perusahaan antariksa lain milik Elon Musk. Mereka mengembangkan roket Ariane 6 yang bisa digunakan kembali setelah digunakan, dan berhasil melakukan penerbangan perdana pada Juli lalu.
Starlink milik Musk telah memainkan peran penting, khususnya dalam perang Ukraina. Tapi ketergantungan pada satelit Musk tersebut, pernah menimbulkan ketegangan karena Musk menolak mengaktifkan Starlink di Krimea, sehingga menggagalkan serangan terhadap armada Laut Hitam Rusia.