Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Serikat Buruh Tunisia Tak Mau Pulihkan Parlemen

Sekjen UGTT, Noureddine Taboubi (twitter.com/pat)
Sekjen UGTT, Noureddine Taboubi (twitter.com/pat)

Jakarta, IDN Times - Sekretaris Jenderal Serikat Buruh Umum Tunisia (UGTT) mengatakan, parlemen yang ditangguhkan di negara itu tidak boleh dipulihkan setelah Presiden Kais Saied merebut kekuasaan politik pada Juli lalu.

Mereka juga mendesak agar segera dilaksanakan pemilihan legislatif baru, sebagaimana yang dikutip dari Al Jazeera, Senin (15/11/2021).

Dalam pernyataannya kepada Al Jazeera pada Minggu, Noureddine Taboubi menegaskan kembali pernyataan yang disampaikan oleh juru bicara UGTT yang mendesak rakyat Tunisia untuk tidak mengembalikan parlemen.

Dia sebelumnya mengatakan, rakyat Tunisia telah menderita akibat tindakan parlemen yang sekarang dibekukan.

1. Menginginkan pemilihan secepatnya

Demonstrasi di Tunisia pada Minggu, 14/11/2021. (twitter.com/Francesca Ebel)
Demonstrasi di Tunisia pada Minggu, 14/11/2021. (twitter.com/Francesca Ebel)

Menurut Taboubi, dalam panggilan teleponnya dengan Saied setelah protes anti-pemerintah hari Minggu, presiden bersikap terbuka dan siap mendengarkan untuk menemukan solusi bagi krisis yang sedang berlangsung.

Dia juga mengatakan, penting bagi pemerintah untuk meninjau undang-undang pemilihan negara untuk mengadakan pemilihan legislatif sesegera mungkin.

“Kami memiliki kemampuan untuk menemukan solusi melalui dialog yang bermakna dan tenang,” tutur Taboubi.

UGTT yang memiliki sekitar satu juta anggota dan merupakan kekuatan dominan dalam politik Tunisia, pekan lalu menyerukan penyelidikan yudisial setelah seorang demonstran meninggal karena menghirup gas air mata yang ditembakkan oleh polisi pada protes pembukaan kembali tempat pembuangan sampah di Aguereb.

2. Demonstrasi pada hari Minggu

Ribuan warga Tunisia turun ke jalan-jalan kota Tunis pada hari Minggu untuk menuntut pemulihan parlemen yang telah ditangguhkan. Para pengunjuk rasa bentrok dengan polisi dan menuntut untuk memulihkan pemerintahan yang demokratis.

"Kami tidak akan menerima diktator baru, kami tidak akan mundur," kata Foued Ben Salem, seorang pengunjuk rasa yang mengibarkan bendera merah putih Tunisia, dilansir Reuters.

"Kami berada di bawah pemerintahan satu orang sejak 25 Juli, kami akan tinggal di sini sampai mereka membuka jalan dan mengakhiri pengepungan," kata Jawher Ben Mbarek, seorang pemimpin protes.

3. Kesewenang-wenangan Saied

Kais Said (twitter.com/Kennedy Wander)
Kais Said (twitter.com/Kennedy Wander)

Disadur dari Middle East Eye, Kais Saied yang terpilih pada akhir 2019 membuat langkah mengejutkan pada bulan Juli 2021 di tengah krisis sosial ekonomi yang diperparah oleh pandemi Covid-19. Dia memecat perdana menteri dan membekukan parlemen.

Hal itu dilihat partai-partai politik Tunisia sebagai upaya kudeta. Kemudian, pada tanggal 22 September, Saied menangguhkan sebagian konstitusi dan menetapkan aturan melalui dekrit, mempertahankan kendali penuh atas peradilan serta kekuasaan untuk memecat menteri dan mengeluarkan undang-undang.

Dia menunjuk pemerintahan baru pada Oktober, dengan Najla Bouden sebagai perdana menteri wanita pertama di negara Afrika Utara itu. Namun dia telah secara signifikan mengurangi kembali kekuasaannya dan secara teknis akan memimpin administrasi sendiri.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Siantita Novaya
EditorSiantita Novaya
Follow Us