Tiga Orang Ditangkap, Diduga Mau Kirim Drone Teror ke PM Belgia

- Penemuan bahan peledak di dekat rumah Perdana Menteri Bart De Wever
- Operasi anti-teror Belgia berhasil mencegah serangan drone
- Pemerintah Belgia meningkatkan kewaspadaan terhadap ancaman teror
Jakarta, IDN Times – Polisi Belgia menangkap tiga orang dewasa muda yang diduga hendak melancarkan serangan teroris menggunakan drone berisi bahan peledak. Target utama serangan itu mencakup sejumlah politisi, termasuk Perdana Menteri Belgia, Bart De Wever, di kota Antwerp. Penahanan dilakukan pada Kamis (9/10/2025) dalam penyelidikan terkait percobaan pembunuhan teroris dan dugaan keterlibatan dalam kelompok ekstremis.
Jaksa federal, Ann Fransen, menyampaikan bahwa ketiga tersangka diduga terinspirasi ideologi jihad dalam rencana mereka. Ia mengatakan penyelidikan kini difokuskan pada motif serta jaringan yang mungkin terkait dengan para pelaku.
“Berita tentang rencana serangan yang menargetkan Perdana Menteri Bart De Wever sangat mengejutkan,” tulis Wakil Perdana Menteri, Maxime Prevot, di platform X, dikutip dari Al Jazeera.
Ia menyampaikan dukungan terhadap De Wever serta berterima kasih kepada aparat keamanan yang menggagalkan ancaman itu.
1. Polisi temukan bukti dan bahan peledak di dekat rumah De Wever
Bukti utama ditemukan di sebuah bangunan berjarak hanya beberapa ratus meter dari kediaman De Wever di Antwerp. Di lokasi itu, penyidik menemukan alat peledak rakitan yang masih dalam tahap pembuatan. Kedekatan lokasi temuan dengan rumah sang perdana menteri memperkuat dugaan bahwa serangan telah disusun dengan matang.
Media lokal Gazet van Antwerpen melaporkan bahwa De Wever sebelumnya juga pernah menjadi sasaran ancaman serupa. Pada awal tahun ini, pengadilan Belgia menjatuhkan hukuman kepada lima orang karena berencana menyerang dirinya. Fakta tersebut menambah urgensi bagi otoritas keamanan untuk memperketat perlindungan terhadap pejabat tinggi negara.
Dalam penggeledahan di rumah salah satu tersangka, polisi menemukan alat peledak belum sempurna dan sekantong peluru logam. Di rumah tersangka lainnya, mereka juga menemukan printer 3D yang diduga digunakan untuk mencetak komponen drone. Pihak berwenang menduga para tersangka tengah berupaya membuat drone yang mampu membawa muatan peledak dan diarahkan ke sasaran politik tertentu.
2. Operasi anti-teror Belgia berhasil cegah serangan drone

Ketiga tersangka berusia antara 17-24 tahun itu ditahan setelah hakim anti-terorisme memerintahkan penggeledahan di rumah mereka di Antwerp. Operasi dilakukan dengan bantuan anjing pelacak bahan peledak dan menjadi bagian dari penyelidikan luas terhadap aktivitas ekstremisme di Belgia.
Salah satu dari tiga tersangka telah dibebaskan, sementara dua lainnya dijadwalkan akan hadir di hadapan hakim penyelidik. Proses hukum masih berlangsung untuk menentukan tingkat keterlibatan masing-masing pelaku. Jaksa federal menjelaskan bahwa bukti yang dikumpulkan sejauh ini menunjukkan pola koordinasi yang serius dalam upaya melaksanakan serangan.
“Elemen-elemen tertentu menunjukkan bahwa para tersangka bermaksud untuk melakukan serangan teroris yang terinspirasi oleh jihadis terhadap tokoh-tokoh politik,” ujar jaksa federal, dikutip dari The Guardian.
Ia menambahkan bahwa penyelidikan masih menelusuri kemungkinan hubungan para tersangka dengan jaringan terorisme internasional.
3. Pemerintah Belgia tingkatkan kewaspadaan terhadap ancaman teror

Dilansir dari Australian Broadcasting Corporation, Menteri Kehakiman Belgia, Annelies Verlinden, menyampaikan melalui X bahwa operasi kepolisian kali ini kemungkinan telah mencegah serangan besar. Belgia sendiri tengah menghadapi lonjakan kasus terorisme, dengan lebih dari 80 penyelidikan baru dibuka sepanjang 2025, melampaui total kasus selama 2024. Kondisi itu diperparah dengan meningkatnya aksi kekerasan oleh individu terkait kelompok Islamic State (IS) serta ketegangan akibat perang antar geng narkoba yang berlangsung selama satu dekade terakhir.
Jaksa federal Belgia mengakui bahwa sistem peradilan kini berada di bawah tekanan besar karena kekurangan hakim dan staf pengadilan. Mereka meminta dukungan lebih besar dari pemerintah untuk menangani ledakan jumlah kasus.