Tony Blair Disebut Batal Gabung Dewan Perdamaian Gaza

- Sosok Blair kontroversial karena terlibat invasi Irak
- Blair akan digeser ke posisi komite eksekutif
- Keterlibatan Institut Tony Blair dalam rencana di Gaza
Jakarta, IDN Times - Mantan Perdana Menteri (PM) Inggris, Tony Blair, dirumorkan telah didepak dari dewan perdamaian Gaza bentukan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Menurut laporan Financial Times pada Senin (9/12/2025), keputusan ini diambil setelah adanya penolakan dari sejumlah negara Arab dan Muslim.
Namun, seorang pejabat AS telah membantah rumor ini dan menyebutnya berita sesat. Blair disebut akan tetap terlibat dalam dewan tapi dalam kapasitas yang berbeda.
1. Sosok Blair kontroversial karena terlibat invasi Irak

Blair sebelumnya menjadi satu-satunya nama yang diajukan secara publik saat Trump meluncurkan rencana perdamaian 20 poin pada September lalu. Namun, nama Blair dilaporkan telah dicoret diam-diam dari daftar dewan tersebut akibat tekanan diplomatik.
Trump sendiri sempat mengisyaratkan perubahan sikapnya terhadap Blair pada Oktober lalu. Ia menyatakan ingin memastikan sosok yang dipilih merupakan pilihan yang dapat diterima oleh semua pihak, meskipun secara pribadi ia menyukai Blair.
Blair dikenal sebagai tokoh yang mendukung invasi AS ke Irak pada 2003. Inggris saat itu berpartisipasi dalam invasi dan mendukung klaim keliru AS soal senjata pemusnah massal di Irak. Keterlibatan ini membuat sosok Blair sering kali dicap sebagai penjahat perang oleh sebagian masyarakat di dunia Arab.
"Dia punya reputasi negatif di sini. Jika Anda menyebut Tony Blair, hal pertama yang orang sebutkan adalah perang Irak," ujar Sekretaris Jenderal Inisiatif Nasional Palestina, Mustafa Barghouti, dilansir France24.
2. Blair akan digeser ke posisi komite eksekutif

Dilansir Times of Israel, seorang pejabat AS mengklarifikasi bahwa Blair tidak sepenuhnya disingkirkan dari proses perdamaian di Gaza. AS disebut telah beralih ke model baru di mana dewan utama akan diisi oleh kepala negara aktif yang memegang peran simbolis.
Sementara itu, Blair akan ditempatkan di komite eksekutif yang berada di level menengah tapi memiliki peran pengawasan yang lebih teknis. Ia akan bekerja bersama penasihat Trump, Jared Kushner dan Steve Witkoff. Selain itu, mantan utusan PBB untuk perdamaian Timur Tengah, Nikolay Mladenov, juga disebut akan bergabung dalam komite ini.
Gedung Putih menilai Blair masih memiliki nilai strategis karena populer di kalangan diplomat AS dan Israel. Pengalaman Blair dalam memediasi Perjanjian Jumat Agung di Irlandia Utara juga masih dianggap sebagai aset.
3. Keterlibatan Institut Tony Blair dalam rencana di Gaza
Institut Tony Blair (TBI) diketahui telah menghabiskan waktu setahun lebih untuk mendiskusikan rencana perdamaian ini dengan pihak AS. Salah satu usulan kontroversial yang muncul adalah mengubah wilayah pesisir Gaza menjadi kawasan wisata yang dijuluki "Trump Riviera". Rencana ini bertujuan mengakhiri kekuasaan Hamas dan membangun kembali Gaza di bawah pengawasan internasional.
Namun, kapabilitas Blair diragukan karena dinilai gagal memberikan dampak positif saat menjabat sebagai utusan khusus Kuartet Timur Tengah periode 2007-2015. Selama periode tersebut, ia dianggap tidak mampu membuat terobosan politik berarti dan terlalu dekat dengan pemerintah Israel. Institut miliknya juga dituduh bekerja sama dengan pemerintahan represif demi memperbaiki citra mereka.
Di lapangan, situasi kemanusiaan di Gaza masih sangat memprihatinkan meskipun ada gencatan senjata. Israel dilaporkan telah melanggar gencatan senjata sebanyak 738 kali yang menewaskan 377 warga Palestina, dilansir Al Jazeera.
Fase kedua gencatan senjata masih belum jelas karena adanya perdebatan mengenai poin pelucutan senjata Hamas dan mandat pasukan keamanan internasional. Trump dijadwalkan akan bertemu Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada 29 Desember untuk membahas langkah selanjutnya dari rencana ini.


















