UNICEF: Serangan Israel Tewaskan 28 Anak di Gaza Setiap Hari

- Ratusan ribu anak Gaza terancam kekurangan gizi.
- Anak-anak Gaza mengalami trauma akibat perang.
- Seruan gencatan senjata terus diabaikan.
Jakarta, IDN Times - Badan PBB untuk anak-anak (UNICEF) mengungkap rata-rata 28 anak terbunuh setiap harinya di Gaza. Jumlah tersebut setara dengan satu ruang kelas yang lenyap setiap hari akibat bombardir Israel serta pembatasan bantuan kemanusiaan yang terus berlanjut.
Sejak konflik pecah pada 7 Oktober 2023, lebih dari 18 ribu anak-anak telah tewas terbunuh. Angka tersebut merupakan bagian dari total korban jiwa di Palestina yang telah mencapai hampir 61 ribu orang, dengan lebih dari 150 ribu lainnya mengalami luka-luka, dilansir The New Arab pada Selasa (5/8/2025).
1. Ratusan ribu anak Gaza terancam kekurangan gizi
Kematian anak-anak tidak hanya disebabkan oleh serangan langsung, namun juga oleh krisis kelaparan yang semakin parah. Data terbaru menunjukkan sebanyak 188 orang telah meninggal dunia akibat malnutrisi, 94 di antaranya adalah anak-anak.
Krisis pangan ini diperburuk oleh blokade bantuan yang membatasi pasokan kebutuhan dasar bagi warga sipil. Israel dilaporkan hanya mengizinkan masuk sekitar 86 truk bantuan per hari, jauh dari standar minimum 600 truk yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan populasi.
Kondisi ini membuat seluruh anak-anak balita di Gaza berada dalam kondisi yang sangat rentan. PBB memperingatkan bahwa sekitar 320 ribu anak di bawah usia lima tahun kini berisiko tinggi mengalami malnutrisi akut.
Situasi darurat tersebut diperparah dengan lumpuhnya infrastruktur kesehatan yang esensial. Diperkirakan hanya 15 persen dari total layanan perawatan gizi di seluruh Gaza yang masih dapat beroperasi di tengah kehancuran, dilansir TRT Global.
2. Anak-anak Gaza mengalami trauma akibat perang
Perang tidak hanya merenggut nyawa, tetapi juga meninggalkan luka psikologis mendalam bagi anak-anak yang selamat. Para ahli bahkan menggambarkan mereka sebagai "generasi yang hilang" akibat dampak trauma berkepanjangan yang harus mereka hadapi.
Salah satu dari mereka adalah Lana, seorang gadis berusia 10 tahun yang rambut dan kulitnya memutih akibat depigmentasi yang dipicu trauma.
"Dia berbicara dengan bonekanya dan berkata, 'Apakah kamu mau bermain denganku, atau kamu akan menjadi seperti anak-anak lain?' Kesehatan mentalnya sangat rusak," tutur Mai Jalal al-Sharif, ibu Lana, dilansir Al Jazeera.
Banyak anak lainnya terpaksa kehilangan masa kecil mereka untuk bertahan hidup di tengah perang. Mereka harus meninggalkan sekolah dan waktu bermain yang seharusnya menjadi hak fundamental mereka demi membantu keluarga.
3. Seruan gencatan senjata terus diabaikan

Lebih dari 150 organisasi kemanusiaan bersama para ahli PBB telah menyerukan gencatan senjata permanen. Gencatan senjata diperlukan untuk melancarkan distribusi bantuan dan memulai proses pemulihan para korban.
Militer Israel telah menguasai sekitar 75 persen wilayah Gaza. Namun, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu justru dikabarkan berencana memperluas operasi militer ke wilayah lain yang kini padat dengan pengungsi.
Menurut Direktur Regional LSM Save the Children, Ahmad Alhendawi, Gaza telah berubah menjadi tempat yang sangat tidak aman bagi anak-anak.
"Gaza adalah kuburan bagi anak-anak hari ini dan bagi impian mereka. Ini adalah mimpi buruk yang tidak dapat dihindari bagi setiap anak di Gaza," ujar Alhendawi.