4 Fakta Abu Ibrahim Al-Qurayshi, Pemimpin ISIS yang Dibunuh Pasukan AS

Al-Qurayshi merupakan mantan tangan kanan al-Baghdadi

Jakarta, IDN Times - Operasi militer Amerika Serikat (AS) di barat laut Idlib, Suriah baru-baru ini diklaim berhasil membunuh pemimpin Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) Abu Ibrahim al-Hashimi al-Qurayshi.

Presiden AS Joe Biden mengatakan bahwa pria bernama asli Amir Muhammad Said Abdal Rahman al-Mawla itu meninggal dengan cara meledakkan diri ketika tentara AS menyerbu tempat tinggalnya. Dia meninggal bersama keluarganya, termasuk anak-anak dan perempuan.

Al-Qurayshi merupakan salah satu orang paling dicari di dunia. Washington menawarkan hadiah sekitar 10 juta dolar AS atau sekitar Rp143 miliar untuk informasi terkait dirinya.

Hal yang menarik adalah al-Qurayshi dikabarkan meninggal ketika dunia bahkan hampir tidak mengenali dirinya. Tidak seperti pendahulunya, Abu Bakar al-Baghdadi yang sempat tampil tiga kali di media selama sembilan tahun menjabat sebagai pemimpin ISIS, al-Qurayshi sama sekali tidak terekspos selama 1,5 tahun menjabat sebagai pemimpin kelompok teror itu.

Dilansir dari Middle East Eye, berikut fakta-fakta yang diketahui seputar al-Qurayshi.

1. Sekilas tentang profil al-Qurayshi

4 Fakta Abu Ibrahim Al-Qurayshi, Pemimpin ISIS yang Dibunuh Pasukan ASIlustrasi ISIS, Teroris (IDN Times/Arief Rahmat)

Al-Qurayshi, yang juga dikenal sebagai Abdullah Qardash atau Hajj Abdullah, lahir pada 1976 di Tal Afar Irak utara, kota dengan mayoritas etnis Turkmen. Menurut investigasi BBC, ayahnya adalah seorang muazin yang memiliki dua istri.

Setelah mempelajari studi Alquran dan pendidikan Islam di Universitas Mosul, al-Qurayshi

bertugas selama 18 bulan sebagai perwira di pasukan Saddam Hussein di luar Baghdad. Ketika AS menginvasi Irak pada 2003, al-Qurayshi mulai beroperasi sebagai seorang militan.

Dia kemudian pindah ke Mosul. Di sana, dia mendapat gelar master studi Islam dan naik pangkat menjadi hakim agama untuk Al-Qaeda.

Pada 2008, al-Qurayshi sempat ditangkap dan dipenjara di Camp Bucca, fasilitas penahanan di Umm Qas, di Irak Selatan. Di Camp Bucca pula al-Baghdadi dipenjara. Sejak saat itu, Camp Bucca disebut sebagai universitas jihadi karena menjadi pusat indoktrinasi ajaran radikal.

Al-Qurayshi sempat diinterogasi selama berbulan-bulan hingga akhirnya dibebaskan pada 2009.

Baca Juga: AS Klaim Berhasil Bunuh Pimpinan ISIS, Abu Ibrahim Al-Hashimi

2. Tangan kanan al-Baghdadi

4 Fakta Abu Ibrahim Al-Qurayshi, Pemimpin ISIS yang Dibunuh Pasukan ASPotret Abu Bakar al-Baghdadi (Diok. US Army)

Setelah menghirup udara bebas, al-Qurayshi bergabung dengan al-Baghdadi, yang saat itu masih menjabat pemimpin Al-Qaeda di Irak (AQI). Dia diangkat sebagai pemimpin agama di provinsi Niniwe utara Irak.

Seperti al-Baghdadi, al-Qurayshi dikabarkan dipilih dan dipersiapkan untuk memimpin dari bayang-bayang, serta sengaja dijauhkan dari pertempuran apapun.

Keterlibatan al-Qurayshi dalam membangun khilafah adalah melatih para hakim, tokoh agama, dan memegang sejumlah posisi setingkat menteri. Dia dilaporkan sangat mendukung perbudakan wanita Yazidi ketika ISIS menguasai Sinjar, di Irak utara, pada 2014.

Ketika para pemimpin ISIS disingkirkan dan kelompok itu mulai kehilangan wilayah, al-Qurayshi naik menjadi tangan kanan al-Baghdadi. Dia juga mengambil tanggung jawab keuangan organisasai saat terjadi restrukturisasi.

3. Menjadi pemimpin ISIS sejak kematian al-Baghdadi

4 Fakta Abu Ibrahim Al-Qurayshi, Pemimpin ISIS yang Dibunuh Pasukan ASIlustrasi kelompok militan ISIS (IDN Times/Arief Rahmat)

ISIS kehilangan wilayah terakhirnya setelah pertempuran selama berbulan-bulan di Baghouz, Suriah pada Maret 2019. Beberapa bulan kemudian, al-Baghdadi bunuh diri bersama tiga anaknya dengan sabuk peledak setelah disudutkan oleh anjing militer ke dalam terowongan.

Lima hari kemudian, al-Qurayshi dinobatkan sebagai penerus al-Baghdadi pada Oktober 2019. Namun, pengangkatannya tidak populer secara universal. Beberapa pendukung ISIS mengkritik profilnya yang relatif rendah, menyebutnya sebagai ‘khalifah yang tidak dikenal’.

Sebagian anggota mempertanyakan keimanannya serta garis keturunannya, apakah dia orang Arab atau Turkmenistan.

Di bawah kepemimpinannya, ISIS sempat berhasil masa puncaknya pada 2015. Namun, kekuatan ISIS tetap terbatas karena ribuan prajuritnya telah tewas dan para pemimpinnya banyak yang dipenjara.

Kendati banyak yang membelot, masih ada ribuan orang yang setia dengan ideologi khilafah dan membentuk sel-sel tidur. Beberapa sel baru-baru ini aktif kembali untuk membobol penjara di Hasakah Suriah.  

4. Al-Quraiyshi disebut sebagai pendemdam

4 Fakta Abu Ibrahim Al-Qurayshi, Pemimpin ISIS yang Dibunuh Pasukan ASSayembara pemerintah Amerika Serikat bagi siapa saja yang menyediakan informasi terkait Abu Ibrahim al-Qurayshi (Dok. US Government Handout)

Kepemipinan al-Qurayshi kembali terusik pada September 2020, ketika catatan 3 dari 66 orang yang diinterogasi di Camp Bucca pada 2008 dirilis oleh Pusat Pemberantasan Terorisme di West Point, AS. Dokumen itu memuat tentang karakter al-Qurayshi.  

Dalam file itu, diketahui bahwa al-Qurayshi sempat memberikan nama kepada 68 pejuang Al Qaeda dan membangun struktur organisasi di Mosul. Catatan interogasi juga menyebut dia mengidentifikasi sejumlah tokoh terkemuka di balik kasus pembunuhan, penculikan, dan produksi alat peledak yang digunakan untuk membunuh pasukan koalisi.

Salah satu orang yang disebut al-Qurayshi adalah Abu Jasim Abu Qaswarah, yang dianggap sebagai komandan kedua al-Qaeda di Irak saat itu. Dia dibunuh oleh pasukan AS delapan bulan setelah al-Qurayshi mengidentifikasinya sebagai anggota kelompok tersebut

Haroro Ingram, peneliti senior di program ekstremisme Universitas George Washington, mengatakan bahwa dokumen itu menghancurkan kredibilitas para pemimpin ISIS di mata para anggotanya.

“Apa yang berpotensi diungkapkan oleh dokumen adalah bahwa ISIS memiliki masalah yang mengikis dari dalam, dan itu ada karena para pemimpinnya,” kata Ingram.

Gina Ligon, seorang psikolog organisasi, mengatakan bahwa dokumen itu menunjukkan banyak bahasa hukuman, yang mengindikasikan al-Qurayshi sebagai seorang pendendam.

“Dia kemungkinan memandang orang sebagai sumber daya yang dapat dibuang, dan tidak lebih dari roda penggerak di mesin yang lebih besar. Dia adalah pemimpin tanpa perasaan, yang akan menyerahkan orang-orang ketika tidak lagi berguna baginya,” tutur Ligon.

Baca Juga: Irak Repatriasi 100 Anggota ISIS yang Ditahan di Suriah

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya