WHO: Risiko Penyebaran Kolera 'Sangat Tinggi' di Lebanon

- Perwakilan WHO memperingatkan risiko penyebaran kolera 'sangat tinggi' di Lebanon akibat pengungsian baru.
- Kasus pertama ditemukan di daerah yang belum divaksinasi, meningkatkan risiko penularan kolera setelah konflik di utara.
- Direktur Jenderal WHO mengaktifkan rencana respons kolera dan mencatat 23 serangan terhadap perawatan kesehatan yang menyebabkan kematian dan cedera di Lebanon.
Jakarta, IDN Times - Perwakilan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di Lebanon, Abdul Nasir Abubakar, pada Rabu (16/10/2024) memperingatkan bahwa risiko penyebaran kolera 'sangat tinggi' di negara itu karena adanya pengungsian baru.
Pernyataan tersebut muncul setelah Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Lebanon mengonfirmasi kasus kolera pertama di Lebanon utara, tempat Israel melanjutkan serangan udara dan daratnya meskipun ada kecaman internasional dan seruan untuk gencatan senjata.
1. WHO akan meningkatkan air dan sanitasi di daerah berisiko tinggi
Abubakar mengatakan dalam sebuah pengarahan di Jenewa, bahwa kasus yang terkonfirmasi dilaporkan di daerah yang penduduknya belum divaksinasi.
"Dengan datangnya orang-orang yang mengungsi akibat konflik di utara, risiko penularan sangat tinggi. Sebab, orang-orang dari selatan Beirut tidak memiliki kekebalan terhadap kolera selama beberapa dekade terakhir," ujarnya, dikutip dari Anadolu Agency.
Ia menambahkan, WHO bekerja sama erat dengan Kemenkes dan mitra lainnya untuk meningkatkan air dan sanitasi di daerah berisiko tinggi.
2. Kampanye vaksinasi kolera oral WHO menargetkan 350 ribu orang
Sementara itu, Direktur Jenderal WHO Adhanom Ghebreyesus mengatakan bahwa badan tersebut telah mengaktifkan rencana kesiapsiagaan dan respons kolera, guna memperkuat pengawasan dan pelacakan kontak. Ini termasuk pengawasan lingkungan dan pengambilan sampel air di Lebanon.
Ia juga menekankan bahwa kampanye vaksinasi kolera oral yang menargetkan 350 ribu orang yang tinggal di daerah berisiko tinggi, telah diluncurkan oleh Kemenkes. Meski begitu, Tedros menyesalkan bahwa eskalasi telah mengganggu kampanye tersebut.
Tedros mengungkapkan sejak meningkatnya konflik, WHO telah memverifikasi 23 serangan terhadap perawatan kesehatan yang telah menyebabkan 72 kematian dan 43 cedera di kalangan pekerja kesehatan dan pasien di Lebanon.
3. Wali kota Nabatieh tewas dalam serangan Israel
Israel telah meningkatkan serangan udara di seluruh Lebanon. Tentara Israel mengatakan pesawat tempurnya menyerang puluhan target terkait dengan kelompok Hizbullah di kota selatan Nabatieh pada 16 Oktober. Serangan itu menewaskan seorang wali kota, merobohkan bangunan-bangunan, dan menyebabkan kerusakan luas di beberapa wilayah selatan.
Kemenkes Lebanon mencatat, setidaknya 16 orang terbunuh dan 52 orang terluka dalam serangan terhadap dua gedung. Hingga kini, tim penyelamat masih mencari korban yang selamat.
Pejabat Lebanon mengecam serangan itu. Pihaknya mengatakan itu adalah bukti bahwa kampanye Israel melawan kelompok Hizbullah yang bersekutu dengan Iran kini beralih untuk menargetkan negara Lebanon.
Dalam beberapa minggu terakhir, Israel telah meningkatkan operasinya melawan Hizbullah, setelah setahun terlibat baku tembak lintas batas hampir setiap hari. Kemenkes Lebanon mengatakan, total 2.367 orang terbunuh dalam serangan Israel di Lebanon sejak Oktober 2023, Al Jazeera melaporkan.