Xi Jinping Nilai Tiongkok Tak Berkembang Jika Korbankan Negara Lain
Beijing, IDN Times - Presiden Tiongkok, Xi Jinping, menilai negaranya tidak akan mengalami perkembangan jika mengorbankan negara lain. Hal ini disampaikan melalui pidato 40 tahun reformasi ekonomi Tiongkok pada hari Selasa, 18 Desember 2018. Bagaimana awal ceritanya?
1. Pidato ini merupakan jawaban dari kritik atas pertumbuhan ekonomi yang melambat
Dilansir dari The Guardian, Xi Jinping telah berusaha meningkatkan kepercayaan publik setelah Xi berpidato sebagai tanggapan kritik ekonomi Tiongkok yang akhir-akhir ini mengalami perlambatan serta hubungan konfrontasi dengan Amerika Serikat. Para pengamat berharap pidatonya akan memberi arah baru atau reformasi yang diperlukan untuk membantu ekonomi Tiongkok, terbebani oleh utang dan konsumsi yang tertinggal, serta sektor negara yang terlalu dominan.
Sebaliknya, Xi menekankan bahwa kepemimpinan dan strategi partai hingga sekarang benar-benar tepat. Dia berjanji untuk mendukung sektor negara sambil melanjutkan reformasi di bidang yang sesuai. Pernyataannya yang dinilai kurang detail tentang kebijakan baru dan gagal menginspirasi kepercayaan di pasar Asia. Hong Kong dan Shanghai keduanya menurun tajam selama pidato. Mereka sekarang turun 1% sementara kerugian telah meningkat menjadi 1,8% di Tokyo dan lebih dari 1% di Sydney.
"Akan ada rasa kekecewaan, di antara investor lokal dan internasional, bahwa Xi tidak memberikan sinyal yang jelas tentang arah reformasi ekonomi masa depan pada saat ketika komitmen pemerintah Tiongkok untuk liberalisasi pasar terlihat telah berkurang," ungkap manajer regional untuk Tiongkok di Economic Intelligence Unit seperti yang dikutip dari The Guardian.
2. Keberhasilan Xi dalam memimpin Tiongkok menunjukkan tidak ada seorang pun yang mampu mendikte orang-orang Tiongkok
Xi menghabiskan banyak pidato panjang mengenai kemajuan Tiongkok selama beberapa dekade terakhir serta memuji mereka sebagai pencapaian epik yang menggerakan langit dan bumi. Ia mengatakan bahwa keberhasilannya dalam memimpin negara Tiongkok menunjukkan tidak ada seorangpun yang mendikte kepada orang-orang Tiongkok apa yang harus atau tidak dilakukan. Pada saat yang sama, ia menekankan apa yang ia gambarkan sebagai upaya Tiongkok untuk bekerja menuju kebaikan global yang lebih besar dan mengatakan Tiongkok adalah promotor perdamaian dunia, pembela tatanan internasional serta memegang peran utama dalam menangani perubahan iklim.
Reformasi ekonomi Tiongkok diprakarsai oleh pemimpin Deng Xiaoping pada 1978 dan program itu diratifikasi pada 18 Desember 1978. Jalur reformasi membuat negara itu menjauh dari komunisme gaya lama Mao Zedong ketika kolektivisasi telah mengarah pada ekonomi yang miskin dan tidak efisien.
Transformasi difokuskan pada reformasi pertanian, liberalisasi sektor swasta, modernisasi industri dan pembukaan perdagangan internasional. Xi Jinping menggambarkan reformasi sebagai terobosan dari sebuah belenggu oleh kesalahan sebelumnya. Dia mengatakan 40 tahun terakhir ini menjadi lompatan kuantum untuk sosialisme dengan karakteristik Tiongkok yang mendorong peremajaan besar di zaman modern Tiongkok seperti ini.
3. Xi mengulangi keyakinan dalam memperkuat kepemimpinan partai dan memuji tindakan keras terhadap kasus korupsi
Dalam pidatonya, Xi mengulangi keyakinannya dalam memperkuat kepemimpinan partai serta memuji tindakan keras pemerintahannya terhadap berbagai kasus korupsi yang melibatkan para pejabat tingkat rendah maupun tingkat tinggi. Para kritikus menilai aturan Xi Jinping telah ditandai oleh penindasan yang semakin intensif dalam perbedaan pendapat mengenai politik.
Pihak berwenang juga telah dituduh mengendalikan kelompok agama secara berlebihan dan dengan keras mengekang kelompok minoritas, seperti kelompok Muslim Uighur di Xinjiang, Tiongkok. Xi Jinping secara luas dilihat sebagai pemimpin Tiongkok yang paling berpengaruh sejak Mao Zedong. Pada tahun 2017 lalu, ia mengokohkan kekuatannya sebagai pemimpin dan mengabadikan pandangan politiknya dalam konstitusi.