Pertemuan dengan Sejumlah Gubernur Bank Sentral

Ini semacam latihan mental dan memori, mengenai pertemuan saya dengan sejumlah Gubernur Bank Sentral di dunia, selama saya menjabata Gubernur Bank Indonesia, April 1993 – Februari 1998 yang saya ingin berbagi dengan pembaca yang budiman. Saya mulai dari awal saya menjabat Gubernur BI, menggantikan Gubernur Adrianus Mooy, ditandai dengan upacara serah terima jabatan di Kantor BI Pusat di Jalan Thamrin di pagi hari, April 1993.
Saya mengenal baik Gubernur Mooy, karena sebelumnya saya menjadi Kepala Biro Moneter dan Keuangan Negara di Badan Perencanaan Nasional (BAPPENAS), di mana Dr Mooy adalah Deputy Ketua BAPPENAS untuk Fiskal dan Moneter. Bahkan saya mengenal beliau sebelumnya, waktu mengikuti Program Masters di Universitas Wisconsin, Madison, beliau sedang menyelesaikan thesis dokternya di Universitas yang sama. Setelah hampir lima tahun, saya menyerahkan jabatan saya kepada pengganti saya, Gubernur Syahril Sabirin, setelah saya dipecat Presiden Soeharto satu setengah bulan sebelum habis masa jabatan saya.
Dalam proses belajar memahami tugas dan tanggung jawab kebanksentralan saya banyak belajar dari sejumlah Gubernur Bank Sentral kelas dunia melalui pertemuan-pertemuan saya dengan mereka, atau pada waktu pertemuan tahunan Dana Moneter Internasional dan Bank Dunia yang diselenggarakan dua kali setiap tahun, pada bulan April di Washington DC dan dua tahun sekali bulan September di negara anggota yang menyediakan diri menjadi tuan rumah.
Saya mulai dengan pertemuan saya dengan Ketua Federal Reserves AS, Alan Greenspan di kantornya, Federal Reserve Building di Washington DC. Ketua Greenspan adalah seorang gentleman yang sangat ramah, tajam dan tekun mendengarkan uraian saya tentang perekonomian dan keuangan Indonesia. Beliau ternyata juga sangat memahami perkembangan Indonesia, sehingga diskusi menjadi sangat menarik dalam waktu pertemuan sekitar satu setengah jam di kantarnya, Gedung Mariner Eccles, bangunan dari marmer yang sangat megah itu.
Dalam kesempatan lain saya ke Eropa, pertama ke Negeri Belanda untuk menjumpai Gubernur Duisenberg dari the Netherland Bank di kantornya. Tidak mengherankan beliau sangat tahu mengenai keadaan Indonesia dan antusias mendengarkan update saya tentang perkembangan terakhir. Perbincangan sangat menyenangkan karena saling menunjang dan professional layaknya para Gubernur Bank Sentarl berbicara setiap bertemu. Pertemuan hampir dua jam tidak terasa berjalan cepat. Selanjutnya saya ke London menemui Gubernur Eddy George di kantornya jalan hreatneedle. Gubernur Eddy George adalah typical seorang English gentleman, sangat menyenangkan dalam berbicara apalagi mengenai permasalahan yang dikuasainya dan merasa ketemu dengan rekannya yang juga menguasai meski dengan perspektip yang kadang berbeda.
Serupa dengan sebelumnya pembicaraan hampir dua jam berjalan cepat. Beberapa tahun kemudian saya berkesempatan bertemu Kembali dengan beliau, waktu saya sudah tidak menjabat Gubernur BI lagi, melainkan menjadi Visiting Fellow dan Development Associate dari Harvard Institute of International Development, Cambridge, Massachusetts. Saya menemani Direktur HIID Professor Jeffrey Sachs, berdua kami diminta berbicara di depan pertemuan para gubernur negara-negara Commenwealth yang sedang bertemu di London Selatan.
Dalam perjalanan lain saya mengunjungi Gubernur Trichet dari Banc de France di Paris. Ini tidak lama sebelum beliau diangkat menjadi President ECB dan pindah ke Frankfurt. Tidak ada hal yang istimewa dari pertemuan ini, suatu courtesy di mana dua gubernur bank sentral ngobrol tentang pekerjaan dan kesibukan masing-masing. Saya pada kesempatan lain juga mengunjungi President Bundesbank, Dr Shlesinger di Frankfurt, namun juga tidak ada hal istimewa yang terjadi selain courtesy yang menyenangkan dari saya kepada beliau. Saya juga menemui Gubernur Bank Sentral Belgia, tetapi saya tidak ingat nama beliau kecuali bahwa beliau sudah lanjut usianya, tetapi sangat ramah menjamu saya yang masih muda.
Dengan para Gubernur Bank Sentral negara-negara ASEAN, berlima waktu itu, hubungan kami lebih erat, saya kira karena semua merasakan pengalaman menghadapi krisis keuangan Asia sama-sama. Rekan-rekan saya adalah Mr Lie Ek Tieng, Chairman dari Singapore Monetary Authority, Gubernur Gabriel Singsong dari Banco Ng Philippine, Mohammad Don, Gubernur Bank Negara Malaysia, Gubernur Vijit Supinit, Rengchai Marakanond, dan Chayawat Wisbulyasdi dari Bank of Thailand. Saya juga mengenai baik Chairman Hong Kong Monetary Authority Joseph Yam, Chairman of Hong Kong Security Exchange Dr Andrew Sheng, dan Governor Matsushita dari Bank of Japan.
Hubungan kami sangat baik, sewaktu krisis saya beberapa kali angkat telepon bicara dengan Mr Lie dan GubernurMatsushita minta tolong mereka melakukan intervensi waktu Rupiah terpuruk. Sebagian dari hubungan baik ini berlangsung lama, seperti terlihat pada waktu mereka mengetahui dari pemberitaan surat kabar tentang pemecatan saya dari jabatan Gubernur BI. Surat dan email berdatangan menyatakan dukungan mereka, termasuk dari President Bank Dunia James Wolfensohn, Deputy I IMF Stanley Fischer, Dr Andrew Sheng dan Secretary of State George Schultz.
Bahkan teman dari jabatan saya sebelumnya sebagai Menteri Muda Perdagangan, USTR Ambassador Carla Hill menulis email selain menyatakan simpati juga menawarkan ruang kerja di kantor Law Officenya di Washington DC setiap kali saya ke DC dan memerlukan tempat kerja. Ini hanya suatu gesture, tetapi bahwa dia menawarkan hal tersebut menunjukkan hubungan pertemanan yang dekat. Dan, buat saya, waktu sedang menderita hal tersebut jelas membesarkan hati saya, bahwa saya tidak sendirian. Juga pengalaman kerja bisa membawa perasaan mendalam yang lama. Rekan saya Gubernur Caiyawat dari Bank of Thailand, sudah beberapa tahun keluar, suatu saat bertemu di suatu konperensi di Chicago, dia masih minta maaf bahwa Thailand menjadi asal dari krisis Asia yang menjalar kemana-mana. Saya bilang jangan dianggap personal, tetapi orangnya begitu halus perasaannya.
Saya perlu menjelaskan mengapa Secretary George Schultz ikut mengirim pesan kepada saya. Sewaktu menjabat Gubernur BI selama tiga tahun berturut-turut saya selalu termasuk yang diundang sebagai Asian leaders oleh dua orang US Senators, Bill Bradley, Democrat dari New Jersey dan Orrin Hatch, Republican dari Utah dan Secretary of State George Schultz yang sabbatical sebagai Guru Besar Ekonomi di Universitas Chicago. Saya Bersama Menkeu India Chindambaram, Menteri Kesehatan dan Penerangan Singapore George Yeo, Chief Minister Hong Kong Ang Son Chan diundang berbincang-bincang bebas, tanpa ada wartawan ataupun record resmi di suatu Golf Resort di California, Pebble Beach. Kita berdiskusi tentang politik dan ekonomi Asia dan hubungannya dengan AS. Acara-acara ini mendekatkan saya dengan Secretary Schultz.
Pesan moral cerita ini adalah bahwa kalau kita ditempatkan di posisi apapun di Pemerintahan, kerjakan secara profesional sesuai dengan keahlian yang kita miliki, dan buatlah persahabatan secara profesional pula. Kalau anda beruntung di masa depan pada saat anda membutuhkan bantuan ada yang dating membantu anda. Coba direnungkan cerita saya tentang Ambassador Carla Hill di atas, kami bertemu di banyak Ministerial Meeting dalam rangka Uruguay Round di banyak tempat diseluruh dunia.
Waktu itu kami selalu di sisi yang berbeda karena tugas masing-masing memperjuangkan kepentingan negara yang menukaskan kami, tidak pernah akur boleh dikata. Tetapi waktu saya dalam kesusahan beliau memberikan uluran tangan yang sangat simpatik kepada saya yang boleh dikatakan mantan lawan dalam negosiasi. Saya tidak sempat memanfaatkan fasilitas tersebut, tetapi ini suatu hal yang saya tidak akan lupa sampai Tuhan memanggil saya. Kebaikan hati seorang real lady yang tulus layaknya seorang teman dekat membantu yang lain. (Dradjad, 07/12/2023).