Kena PHK saat Bulan Ramadan Bikin Saya Berburuk Sangka ke Tuhan

Salah satu keistimewaan Ramadan yang selalu saya ingat adalah “Bulan suci Ramadan merupakan bulan yang penuh keberkahan”. Sejak saya kecil, setiap kali mendengarkan ceramah-ceramah guru agama Islam ketika mengikuti pesantren kilat maupun ustaz di program kultum televisi saat menjelang berbuka puasa, selalu dijelaskan bahwa Ramadan adalah bulan yang penuh keberkahan dan penuh dengan kasih sayang Allah SWT. Oleh sebab itu, saya selalu meyakini dan mengamini bahwa selama bulan suci Ramadan hanya akan ada hal-hal baik yang menghampiri kehidupan saya. Hal itulah yang membuat saya selalu mencintai bulan Ramadan dan saya selalu pantang untuk tidak berpuasa selama saya tidak sakit atau haid.
Namun saat usia saya menginjak 25 tahun, saya baru menyadari bahwa selama ini saya keliru tentang konsep itu. Beribadah dan menjadi orang baik di bulan Ramadan yang penuh berkah tidak lantas membuat saya jadi terhindar dari takdir yang malang dan tragis.
Pada saat itu, circa tahun 2015 saya bekerja di sebuah media online start-up di Yogyakarta. Itu merupakan tahun kedua saya bekerja di media online yang menargetkan pembaca anak muda tersebut, dan juga merupakan pengalaman pertama saya bekerja di sebuah media online sebagai penulis kreatif. Hidup saya bisa dibilang cukup mulus pada tahun pertama, meskipun setiap hari saya harus jatuh bangun mengejar target artikel. Akan tetapi suasana dan kultur perusahaan yang menyenangkan, saya betah dan bahagia bekerja di sana.
Singkat cerita, memasuki tahun kedua bekerja di media online tersebut, tepatnya saat bulan Ramadan saya justru mendapatkan kabar yang tidak mengenakkan. Pagi itu, saya datang dengan perasaan yang ceria dan semangat karena akan bekerja dan bertemu dengan teman-teman kantor. Tiba-tiba saya dipanggil oleh manager saya ke ruang makan, lalu di sana saya bertemu manager saya, editor in chief, serta sang founder. Saya duduk di hadapan mereka bak disidang di hadapan para hakim di menja hijau.
Suasana berubah menjadi tegang dan dingin, perasaan saya pun jadi cemas tak karuan. Benar dugaan saya, ternyata tujuan mereka memanggil untuk memberi tahu bahwa performa kerja saya tidak cukup memenuhi harapan mereka sehingga dengan terpaksa perusahaan tersebut memutus hubungan kerja.
Tragisnya lagi, saya bukan dipecat dan berhak mendapatkan uang pesangon, akan tetapi saya diminta untuk mengundurkan diri secara suka rela. Sedih, kecewa, marah, dan banyak emosi yang saya rasakan pada saat itu bercampur aduk tanpa bisa saya kontrol.
Saat itu saya hanya bisa terdiam dan pasrah menerima keputusan tersebut. Saya merasa gagal dan tidak diinginkan di perusahaan yang saya cintai. Saya tidak menyangka kejadian yang begitu pahit dan tragis ini justru terjadi di bulan Ramadan. Bulan yang selalu saya yakini saya tidak akan mengalami hal-hal buruk dan menyedihkan.
Tubuh saya terlalu lemas untuk menerima fakta bahwa saya barusan kehilangan mata pencaharian. Tangis dan emosi pecah seketika. Beberapa jam kemudian perlahan-lahan saya mulai bisa memproses dan meluapkan amarah saya.
Ditemani oleh beberapa rekan kerja terdekat, Nabila dan Yogie, saya meluapkan semua emosi yang bergejolak di hari hingga saya lupa kalau saya sedang berpuasa. Tak terhitung berapa banyak kata kotor dan umpatan yang sudah saya lontarkan. Apes betul, sudah dipecat, puasa juga harus batal di tengah jalan. Untuk membantu meredam emosi, saya segera meminum air putih dan menghisap sepuntung rokok yang ditawarkan temn saya dengan maksud untuk melepaskan rasa stres sesaat.
Rasa kecewa yang teramat dalam membuat kepercayaan saya terhadap makna bulan Ramadan yang sudah saya percayai bertahun-tahun mulai memudar.
Sambil mencoba menata hati yang berantakan, saya membatin “Jika benar bulan Ramadan adalah bulan yang penuh dengan keberkahan dan kasih sayang Allah SWT, seharusnya pagi itu saya menerima kabar kalau saya akan naik gaji atau mungkin naik pangkat, bukan malah di-PHK dengan tidak hormat seperti itu. Lantas di mana letak keberkahannya? Mana yang katanya Bulan Ramadan itu bakal diliipatgandakan pahalanya?”
Berhari-hari pikiran dan pertanyaan semacam itu berseliweran memenuhi otak saya dan berujung saya berburuk sangka kepada Tuhan. Menjalani ibadah puasa dengan kondisi seperti itu rasanya berat sekali.
Saya sedih karena merasa gagal serta bingung bagaimana saya harus menjelaskan ke orangtua kalau saya sudah di-PHK. Meski sempat kecewa dan marah, beruntung rekan-rekan kerja saya begitu baik dan selalu memberikan semangat.
Begitu juga keluarga saya, nyatanya mereka justru menjadi support system utama saya. Tak henti-hentinya mereka memberikan support dan membesarkan hati saya agar bisa segera pulih dan ikhlas dari rasa kecewa itu. Saya mau segera move on, saya tak mau menangisi terus menerus perusahaan yang telah memutuskan hubungan kerja dengan tidak layak. Karena itu buru-buru saya menghapus prasangka buruk ke Allah, sehingga saya masih bisa kembali menjalankan ibadah puasa hingga tuntas.
Cerita bulan Ramadan yang tragis 10 tahun silam tentu saja tak akan pernah bisa saya lupakan. Saat itu, saya tidak bisa menemukan jawaban dari pertanyaan “Di mana keberkahan itu ketika saya justru mendapatkan musibah di bulan Ramadan?”, karena saya terlalu naif dan juga gak tahu apa-apa soal agama dan kehidupan. Akan tetapi beberapa tahun kemudian, seiring berjalannya waktu dan telah melalui beberapa perjalanan spiritual yang mendewasakan pikiran, perlahan-lahan saya menemukan jawaban tersebut.
Saya bukan orang yang religius, namun saya selalu percaya atas ajaran serta nilai-nilai agama Islam yang saya yakini. Saya yakin bahwa sesulit apa pun kondisi saya dan meskipun saya sempat berburuk sangka kepada-Nya, Allah pasti akan memberikan hal yang tepat untuk saya di waktu yang tepat pula. Saya tetap memilih untuk yakin bahwa Allah Maha Baik dan Maha Penyayang.
Saat peristiwa itu, saya sempat suuzan pada Allah karena pada bulan suci Ramadan saya malah di-PHK. Tapi sekarang saya sudah sadar bahwa Allah ternyata tidak pernah meninggalkan saya dalam keadaan terpuruk. Justru sebaliknya, Dia sedang menguji dan melihat saya. Seberapa sabar dan kuat saya menjalani ujian tersebut? Apakah saya bisa tabah dan ikhlas menghadapi kesulitan itu? Dalam kondisi yang pasrah, berserah diri, namun juga terus berusaha sekuat tenaga untuk bangkit, nyatanya berbagai macam keajaiban justru datang menghampiri saya tak lama setelah saya di-PHK. Beberapa tawaran pekerjaan datang dan justru mengantarkan saya kepada karier yang saya inginkan.
Baru-baru ini saya juga menyadari betapa spesialnya momen itu. Meski pahit tapi dari peristiwa itu justru menjadi titik balik kehidupan saya, khususnya perihal spiritual. Saya perlahan-lahan tumbuh jadi pribadi yang lebih kuat. Selain itu iman saya juga semakin tebal dan percaya bahwa Tuhan gak pernah ninggalin saya. Saya semakin sadar bahwa pertolongan-Nya selalu menyertai setiap kali saya akan menghadapi tantangan dan kesulitan. Andai saja Tuhan tidak cukup tertarik untuk memberikan saya ujian berat di bulan Ramadan waktu itu, mungkin nasib saya tidak akan seberuntung sekarang.
Bulan suci Ramadan adalah bulan penuh berkah adalah benar adanya. Saya merasakannya sendiri, meskipun berkah tersebut hadir dalam bentuk cerita sedih nan tragis. Tentu saja berkah Ramadan yang dirasakan oleh setiap orang akan hadir dalam bentuk yang bermacam-macam. Apa pun itu bentuknya, semoga kita semua dapat memaknai berkah tersebut dengan bijaksana. Apabila hal baik yang datang, maka jangan lupa untuk terus mengucapkan rasa syukur dan takabur. Jika sebaliknya, semoga kita bisa bersabar dan terus berprasangka baik kepada Allah SWT.