Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Khilaf di Pengujung Ramadan

Ilustrasi Ramadan (Pixabay)

Jakarta, IDN Times - Ramadan tiba, membuka banyak kesempatan menciptakan cerita baru atau mungkin membangkitkan kenangan lama. Seperti aku yang masih mengingat beberapa kenangan masa kecil kala Ramadan datang.

Salah satu cerita Ramadan itu, kesenangan menerima reward dari ibu dan bapak. Selain baju, ibu dan bapak akan memberikan uang untuk anak-anaknya yang sukses puasa sebulan.

Nominalnya sih enggak besar, tapi sebagai anak-anak, aku dan kakak bakal senang bukan kepalang ketika dapat uang karena bisa digunakan untuk membeli mainan atau jajanan kesukaan.

Jadi, kami dengan tekad kuat selalu berusaha puasa full setiap Ramadan datang. Sayangnya, ada satu momen aku melakukan khilaf di pengujung Ramadan, seingatku saat masih duduk di kelas 5 Sekolah Dasar.

Saat itu, pekan terakhir Ramadan, aku ingin mencoba membuat cheese stick, yang resepnya kudapat dari salah satu majalah milik ibu. Bahan dan cara membuatnya mudah, sehingga ibu tak terlalu banyak membantu.

Membeli bahan, mengadoni hingga menggoreng, aku yang melakoni. Ibu sesekali membantu, memberi saran, dan mengecek hasilnya.

Ketika cheese stick pertama diangkat dari wajan, ibu memujinya. Warnanya cantik dan teksturnya renyah ketika dipatahkan. Aku tersenyum senang.

"Yeaaaay, berhasil...," teriakku dalam hati. Ada binar di mata dan senyum tipis di sudut bibirku.

Semuanya masih berjalan lancar sampai si pemicu khilafku datang. Siapa lagi kalau bukan si kakak sulung.

Kakak awalnya ingin ke toilet, yang berada tepat di sebelah kanan dapur, tapi ketika melihatku masak, dia penasaran dan mengarahkan kakinya belok ke arahku.
Kakak berhenti di sampingku, aroma keringat bau matahari dari tubuhnya menyeruak, mengganggu penciumanku, yang sedari tadi menikmati harumnya cheese stick.

Sejurus kemudian, pandangannya jatuh pada cheese stick yang telah matang, beralih ke wajan, lalu ke cheese stick lagi.

"Apa ini, dek?" tanyanya sambil menunjuk cheese stick di dalam stoples.
"Cheese stick, mas," jawabku.
"Bisa dimakan, gak?" tanyanya skeptis dengan nada mengejek, yang benar-benar membuatku kesal.

Kakak bertanya itu sebenarnya punya alasan. Dia enggak pernah melihatku masak. Dulu, aku lebih sering menjadi asisten ibu di dapur.

"Bisa lah," jawabku singkat agak ketus sambil menatapnya kesal.

Mendengar jawaban dan raut wajahku yang tak ramah, dia justru tertawa senang. Sekejap kemudian, dia pergi meninggalkanku menuju toilet.

Aku mengangkat cheese stick terakhir dan mematikan kompor. Melihat cheese stick yang sudah matang, dengan warna cokelat keemasan, ada rasa bangga di hatiku karena perdana aku membuat snack atas mauku. Aku pun mengambil satu, mematahkannya hingga terdengar suara 'kriuk'.

Di detik itu, ada hasrat ingin membuktikan camilanku bisa dimakan, sehingga tanpa sadar memasukkan cheese stick di tangan kanan ke dalam mulut, mengunyah, merasakan enaknya, lalu menelannya. Lanjut memasukkan cheese stick di tangan kiri dengan cepat ke mulut. Sumpah ini enggak sengaja, beneran lupa lagi puasa!

Di saat bersamaan, kakakku yang sukses bikin mood-ku berantakan macam adonan gagal, keluar dari toilet dan memergokiku. Astagfirullah. Aku pasrahkan pada penguasa langit dan bumi...

"Ih makaaan. Batal puasanya," teriaknya, sambil menunjukku dan langsung mengadu ke ibu, yang sedang santai di ruang keluarga.

"Buk, adek diem-diem makan cheese stick. Batal tuh puasanya, enggak dapet uang Lebaran," kata kakak sambil terkekeh puas, dan langsung lari keluar rumah.

Sumpah waktu itu aku sebel banget punya kakak cowok yang usil dan reseknya kelewatan. Aku memang makan, tapi kaaan... enggaaak sengaja! Maksudku, enggak usah seprovokatif itu mas, pleaseee...!

Aku yang mendengar teriakannya pun sempet shock, sadar dari kekhilafan. "Oh iya ya, aku kan lagi puasa," ucapku dalam hati.

Ingin memuntahkan sisa cheese stick di mulut, tapi sayangnya sudah tak bersisa karena alhamdulillah ya Allah, ternyata yummy, cheese-nya terasa, dan crunchy. Ehhh... maaf.

Setelah sadar dari enaknya cheese stick, maksudnya dari khilaf makan cheese stick, aku langsung menghampiri ibu. Berusaha menjelaskan kejadian sebenarnya.

Aku mengaku gak sengaja melakukannya, dengan wajah bersalah, bahkan nyaris menangis. Rada drama memang. Ibu yang sedang menonton sinetron di televisi, bangkit dari duduknya dan memelukku.

"Kalau gak sengaja, ga batal puasanya. Gak usah dengerin masmu," katanya waktu itu, sambil mengusap lembut kepalaku, berusaha menenangkan tapi justru membuat air mataku berlinang.

Hari itu, aku merasa bersalah karena khilaf makan cheese stick, dan tak berharap mendapatkan reward dari ibu dan bapak. Setidaknya aku sudah cukup senang, akhirnya kakak mengakui cheese stick buatanku bisa dimakan dan enak rasanya.

Namun bak ditimpa durian runtuh, di hari terakhir Ramadan saat malam takbiran, ibu dan bapak memberikan hadiah yang sama dengan yang diberikan ke kakak. Alhamdulillah. Aku bersorak girang dapat hadiah Lebaran karena puasa 'full' sebulan.

Terima kasih ibu, terima kasih bapak. Terima kasih juga kakak. Sehat-sehat selalu ya kalian semua. Terima kasih Ramadan yang selalu berkesan.

Selamat menjalankan ibadah puasa. Semoga lancar dan berkah puasanya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dwifantya Aquina
Jujuk Ernawati
Dwifantya Aquina
EditorDwifantya Aquina
Follow Us