Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

[OPINI] Generasi Sandwich Butuh Ruang Tersendiri 

ilustrasi sulit berkonsentrasi (pexels.com/cottonbro studio)
Intinya sih...
  • Istilah "Sandwich Generation" menggambarkan kelompok yang harus membiayai orang tua dan keluarga, terjebak dalam kewajiban finansial.
  • 48,7% penduduk Indonesia tergolong "Sandwich Generation", dengan generasi Y dan Z menjadi mayoritas.
  • Pribadi dalam generasi ini kesulitan menabung, memiliki rumah pribadi, atau melakukan investasi karena harus memenuhi kebutuhan dua generasi.

Sandwich Generation pertama kali diperkenalkan pada tahun 1981 oleh Dorothy A. Miller, seorang profesor dan direktur praktikum di University of Kentucky yang berada di Lexington, Amerika Serikat. Istilah sandwich atau roti isi ini muncul untuk menggambarkan sekelompok manusia yang secara finansial cukup pas-pasan dan terjebak dalam kewajiban untuk membiayai orang tua, dan juga keluarga atau kerabat. Tentu saja fenomena ini sudah ada sejak lama dan tidak pernah redup terlebih perkembangan zaman serta teknologi yang semakin canggih, gaya hidup yang semakin mahal, harga bahan-bahan pokok yang semakin melonjak, dan pemenuhan pendidikan yang semakin tinggi juga semakin mahal menjadi faktor pendukung eksistensi generasi tersebut. Sekelompok manusia yang tergolong sandwich generation secara tidak langsung dipaksa untuk meninggalkan impian dan harus bekerja keras demi melangsungkan kebutuhan hidup orang tua, dan kerabat atau keluarga sendiri.

Berdasarkan data dari laporan survei CNBC Indonesia, sekitar 48,7 persen penduduk Indonesia tergolong ke dalam sandwich generation. Menurut Data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2020, generasi Y atau generasi milenial merupakan golongan terbanyak dengan persentase 43.60 persen dibandingkan generasi X atau bisa disebut gen bust. Pada hasil Survei DataIndonesia.id pada bulan Agustus sampai dengan bulan Oktober 2023, tercatat bahwa 46,3 persen responden gen Z di Indonesia tergolong ke dalam sandwich generation. Jumlah persentase ini tentu akan terus bertambah untuk tahun-tahun berikutnya, bahkan tidak menutup kemungkinan bahwa gen alpha juga akan ikut menjadi bagian dari sandwich generation.

Saat impian terkorbankan demi kebutuhan dua generasi

Rata-rata pribadi yang merupakan bagian dari generasi ini biasanya lebih memilih untuk meninggalkan impian serta cita-cita demi memenuhi kebutuhan hidup orang tua, dan kerabat atau keluarga. Mereka memilih untuk meninggalkan impian bukan karena alasan tidak berarti, namun kondisi sosial dan ekonomi lah yang memaksa mereka untuk pasrah dan melupakan keinginan untuk mencapai impian. Bahkan, untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri saja sudah sulit, terlebih untuk menabung atau bahkan melakukan investasi.

Kesulitan menabung ataupun tidak mampu melakukan investasi juga menjadi alasan kenapa anak muda atau orang dewasa yang merupakan golongan sandwich generation ini sangat sulit untuk memiliki rumah pribadi atau modal usaha di tengah kehidupan yang serba mahal dan keadaan pribadi yang sudah sulit. Harus bekerja keras, penuhi kebutuhan keluarga, dan memastikan Kesehatan orang tua sudah menjadi tujuan hidup para sandwich generation. Mereka tidak lagi berpikir tentang dirinya sendiri sudah bahagia atau belum, namun mereka akan terus berpikir dan berjuang untuk bisa memenuhi seluruh kebutuhan hidup dua generasi berbeda dengan upah atau gaji yang tidak seberapa atau malah sebenarnya kurang dari pengeluaran seharusnya.

Apakah mereka yang tergolong dalam sandwich generation ini hidup bahagia? ya mungkin saja mereka bahagia karena dapat memberikan yang terbaik untuk orang-orang tersayang. Namun jika dilihat lebih dalam, maka itu akan menunjukkan sorot mata yang begitu lelah dan harapan hidup yang begitu kecil. Jika kebahagiaan layaknya pribadi yang bebas dari golongan sandwich generation itu mustahil didapatkan, apakah golongan sandwich generation layak mendapatkan ruang tersendiri untuk kelangsungan hidupnya?

Menurut pandangan pribadi saya sebagai salah satu yang terjebak dalam golongan sandwich generation adalah bahwa sebenarnya kita layak mendapatkan ruang hanya untuk diri sendiri. Kita tidak harus selalu menjadikan pemenuhan generasi lain menjadi prioritas atau bahkan tujuan hidup. Setiap pribadi dalam golongan generasi ini juga harus memiliki ruang tersendiri agar bisa tetap waras dalam bermasyarakat dan juga mendapatkan keseimbangan dalam kehidupan serta nilai yang dapat meningkatkan kualitas hidup.

Hiburan dan self reward: pentingnya ruang positif bagi generasi sandwich

Pemenuhan kebutuhan dua atau lebih generasi yang berhubungan, tidak harus menjadi alasan utama mengapa generasi sandwich hidupnya begitu begitu saja dan tidak bisa terlepas dari rantai nasib yang kurang beruntung. Atau lebih parahnya adalah tidak lagi memiliki keinginan untuk hidup, dikarenakan merasa bahwa seluruh hak untuk hidup dan merasakan kesenangan tidak lagi ada atau tidak berlaku. Melainkan yang dirasakan hanyalah kewajiban yang harus dipertanggungjawabkan dengan tuntutan hidup yang semakin berat. Maka dari itu, pemenuhan ruang tersendiri seperti hiburan, meneruskan pendidikan, menata masa depan, dan banyak lainnya menjadi hal positif untuk dirasakan setiap pribadi yang terjebak dalam generasi sandwich.

Dengan adanya hiburan seperti refreshing bisa memberikan kesegaran bagi jasmani maupun rohani. Tidak perlu mahal ataupun berlebihan, hanya dengan menjalani hobi, mengistirahatkan diri, memakan kue kesukaan, pergi ke puncak untuk sekeda menikmati keindahan alam atau hal lainnya sudah bisa menjadi salah satu hiburan untuk self reward.

Meneruskan pendidikan

Bagi pemikiran sebagian besar pribadi yang sudah bekerja, pendidikan sudah tidak begitu penting atau dikeduakan. Mengapa demikian? Karena mereka merasa ketika sudah menghasilkan uang, maka tidak perlu lagi menempuh pendidikan melainkan fokus pada pemenuhan kebutuhan lewat kerja keras. Namun sebenarnya, pendidikan itu sangat penting. Melalui pendidikan, kita dapat memtus rantai nasib yang kurang beruntung dan dapat memasang rantai baru dengan kehidupan lebih baik serta berkecukupan.

Melalui hasil dari pendidikan yang tinggi, tentu dapat memberikan nilai, kemampuan, serta meningkatkan perspektif positif terhadap diri sendiri jika ditempuh dengan sungguh-sungguh. Saat ini terdapat beberapa instansi pendidikan yang menyediakan kualitas yang baik dengan harga terjangkau dan juga waktu yang fleksibel. Jadi, para pencari ilmu yang juga tergolong dalam sandwich generation juga bisa mendapatkan pendidikan yang layak.

Menata masa depan

Menata masa depan dan menggapai impian bukanlah hal yang mustahil untuk digapai golongan sandwich generation. Meskipun pada nyatanya akan sangat sulit dan membutuhkan proses lebih lama ketimbang orang lain, namun perlu diingat bahwa kita dapat berhasil meskipun dengan jalan yang penuh bebatuan bahkan hancur sekalipun. Banyak cara yang dapat dilakukkan perlahan untuk menata masa depan, seperti mulai kembali mengatur keuangan dengan sistem piramida keuangan, mengatur prioritas, memberikan ruang untuk diri sendiri, menambah atau mengasah kemampuan yang dibutuhkan dan yang terpenting adalah tetap memiliki semangat untuk hidup.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Siantita Novaya
EditorSiantita Novaya
Follow Us