Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

[OPINI] Normalisasi Bahasa Kasar di Kalangan Remaja

ilustrasi ngobrol bareng teman (pexels.com/C.Hsi)

Bahasa adalah unsur penting individu dalam berkomunikasi. Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang dipergunakan oleh suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasi diri (Kridalaksana, 2011). Dalam berkomunikasi, sudah sepatutnya kita menggunakan bahasa yang baik supaya apa yang ingin kita bicarakan dapat tersampaikan dengan benar dan tidak menimbulkan kesalahpahaman. Namun, tak jarang ada beberapa orang yang menggunakan bahasa tidak sopan alias bahasa kasar dalam berkomunikasi. 

Adapun pengertian bahasa kasar yaitu bentuk bahasa yang tidak sesuai dengan tempat dan konteks sehingga dapat melukai perasaan pihak tertentu. Bahasa yang kasar juga akan menimbulkan perasaan tidak enak jika digunakan terhadap orang lain (Rachmat Winata F, 2017).

Bahasa kasar biasanya spontan diucapkan apabila seseorang sedang kesal maupun marah. Namun, di era digital saat ini perkembangan penggunaan bahasa kasar terasa sudah mendarah daging bagi remaja. Banyak para remaja yang terbiasa menggunakan bahasa kasar ketika berkomunikasi, entah itu di lingkungan sekolah, keluarga, maupun lingkungan masyarakat. Bahkan, mereka juga menggunakan bahasa kasar kepada orang yang lebih tua atau orang dewasa. Fenomena tersebut merupakan permasalahan serius karena sudah termasuk dalam degradasi moral dan norma sosial.

Ada beberapa faktor yang memengaruhi normalisasi penggunaan bahasa kasar di kalangan remaja, seperti pengaruh media sosial, lingkungan pertemanan, dan kurangnya pemahaman etika berkomunikasi.

Di platform media sosial, para remaja seringkali terbiasa menggunakan bahasa yang tidak sopan ketika berkomunikasi. Contohnya seperti pada media sosial Instagram, TikTok, dan X. Ada beberapa komentar yang mengandung ujaran kebencian, kata-kata kasar maupun humor yang menggunakan bahasa vulgar pada konten media sosial tersebut. Selain itu, pengaruh tren bahasa gaul juga memengaruhi penggunaan bahasa kasar oleh remaja. Banyak anak remaja yang ikut-ikutan menggunakan bahasa gaul tersebut tanpa mengetahui apa arti sebenarnya. Para remaja hanya beranggapan bahwa mereka tidak ingin ketertinggalan hal yang sedang trending.

Faktor kedua adalah faktor pertemanan. Dalam kelompok pertemanan, jika ada yang menggunakan bahasa kasar, hal tersebut cenderung menular kepada yang lain. Remaja mungkin merasa kalau menggunakan bahasa kasar menunjukkan bahwa mereka cool atau lebih berani. Beberapa remaja juga mungkin menganggap bahasa kasar untuk menunjukkan keakraban dengan orang lain. Meski ada beberapa orang dalam kelompok pertemanan yang terbiasa menggunakan bahasa kasar, jika diri kita mampu menahan diri untuk tidak terjerumus, maka hal tersebut tidak menjadi masalah. Maka dari itu, sebaiknya carilah lingkungan pertemanan yang baik dan positif.

Selanjutnya yaitu minimnya pemahaman etika berkomunikasi. Etika berkomunikasi tidak hanya diajarkan di sekolah, tapi seharusnya diajarkan sejak dini. Hal tersebut merupakan peran penting orang tua dalam mendidik anak-anaknya. Orang tua perlu mengajarkan pentingnya etika ketika berbicara dengan orang lain dan bagaimana akibat yang didapatkan apabila berbicara tanpa etika. Selain itu, orang tua juga harus menjadi contoh yang baik dalam berkomunikasi dan selalu mengingatkan pentingnya berkomunikasi dengan sopan dan penuh empati saat anak-anak beranjak remaja. Dengan pendekatan yang tepat serta adanya pemahaman untuk bertutur kata yang baik, diharapkan seseorang dapat menjadi pribadi yang lebih bijaksana dalam berbicara dan dapat menghargai orang lain.

Kebiasaan penggunaan bahasa kasar dalam sehari-hari pada kalangan remaja tentunya sangat memprihatikan. Banyak dampak negatif yang diakibatkan dari penggunaan bahasa kasar antara lain, penurunan norma, meningkatnya pola perilaku negatif, rentan terjadinya konflik, dan dapat memengaruhi reputasi seseorang. Selain itu, penggunaan bahasa yang tidak baik juga dapat menggerus nilai-nilai bahasa maupun budaya yang ada. 

Sebagai generasi penerus bangsa, para remaja seharusnya paham bagaimana etika berkomunikasi yang baik dan dampak penggunaan bahasa kasar terhadap diri sendiri maupun lingkungan sosial. Oleh karena itu, dengan mengganti bahasa kasar dengan cara berbicara yang lebih positif, kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih harmonis dan menjaga nilai-nilai bahasa dan budaya Indonesia.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Mellani Rofika Utami
EditorMellani Rofika Utami
Follow Us