Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Mitos, Penari yang Kesurupan Tiap Ritual Adat Ini di Banyuwangi

kompas.com

Siapa yang tidak kenal Banyuwangi. Kota berjuluk The Sunrise of Java ini mengubah jati dirinya dalam kurun waktu yang relatif singkat. Kabupaten yang dulunya sempat dilabeli Kota Santet ini kini telah berevolusi menjadi Kota Pariwisata.

Segala aspek yang mendukung perkembangan sektor pariwisata terus dibenahi. Baik oleh Pemerintah Daerah maupun oleh masyarakat lokal. Sinergi yang diciptakan seluruh stakeholders terkait berfokus pada sustainable destinasi wisata, kompetensi sumber daya manusia, hingga festival budaya lokal.

Tahukah kamu bahwa selain memiliki banyak destinasi wisata unggulan, Banyuwangi juga kaya budaya. Dan dari sekian banyak kebudayaan yang dimiliki Kabupaten Banyuwangi, Seblang menjadi satu atraksi unggulan yang tersohor. Seblang merupakan ritual adat yang hingga saat ini masih lestari di Bumi Blambangan.

Ritual adat ini dilangsungkan sebagai ungkapan rasa syukur masyarakat atas panen serta kehidupan yang sejahtera. Konon, ketika Seblang tidak diadakan, maka panen petani setempat sempat loyo dan masyarakat banyak yang terjangkit penyakit menular.

Tetapi setelah Seblang kembali diadakan, panen raya terus berlangsung dan kesejahteraan masyarakat tercipta kembali. Hal inilah yang menjadi alasan fundamental masyarakat dan Pemerintah Daerah untuk menjadikan Seblang sebagai satu pagelaran wajib tahunan yang tercantum dalam daftar Banyuwangi Festival.

Di samping menjadi pagelaran tahunan, Seblang juga menjadi brand icon dari Banyuwangi setelah Gandrung dan Kebo-keboan. Masyarakat Banyuwangi mengakui bahwa Seblang adalah budaya warisan leluhur Suku Osing yang harus terus diberdayakan sebagai kearifan lokal.

Seblang adalah sebuah tarian khas dari Banyuwangi, di mana si penari akan meliuk-liukkan badannya seirama lantunan musik pengiring dengan menutup mata. Musik yang digunakan untuk mengiringi tarian ini merupakan musik tradisional khas Banyuwangi, menggunakan alat musik tradisional pula.

Uniknya, si penari akan dirasuki oleh roh leluhur selama pertunjukkan berlangsung. Jika kamu beranggapan bahwa hal ini adalah hoax, kamu harus datang ke Banyuwangi untuk membuktikannya sendiri. Penari Seblang benar-benar menutup mata dan tidak lagi memegang kendali atas tubuhnya selama ia menari.

Sebagian penari mengatakan bahwa rasanya seperti tertidur. Sebagian lainnya berujar bahwa terasa seperti sedang pingsan. Umumnya Seblang akan dilangsungkan selama 7 hari berturut-turut. Dan selama tujuh hari itu pulalah, masyarakat dari seluruh kawasan Banyuwangi hingga wisatawan dalam negeri dan luar negeri berkumpul bersama untuk menyaksikan Pagelaran Seblang.

Banyak orang yang beranggapan bahwa pagelaran semacam ini efektif untuk menumbuhkan rasa cinta pada budaya sekaligus meningkatkan silaturahmi antar sesama.

Banyuwangi memiliki dua jenis Seblang, yakni Seblang Olehsari dan Seblang Bakungan. Namun artikel ini hanya akan berfokus pada Seblang Olehsari saja. Pagelaran Seblang Olehsari biasa digelar di Desa Olehsari, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi, beberapa hari setelah Hari Raya Idul Fitri (Kurang lebih satu minggu setalah Hari Raya).

Seblang Olehsari ditarikan oleh seorang gadis belia yang sudah akil balig, tetapi belum pernah berhubungan intim atau masih perawan. Pemilihan penarinya pun tak main-main. Seorang penari lokal Olehsari akan bermimpi telah bertemu dengan roh leluhur dan memintanya untuk menari Seblang.

Setelah itu, ia akan menemui pemangku adat setempat untuk menempuh proses latihan. Penari Seblang Olehsari biasanya akan menari dalam satu periode. Di mana satu periode sama dengan tiga tahun. Tetapi, jika roh leluhur ‘sangat puas’ dengan tarian si penari, tidak menutup kemungkinan bahwa ia akan kembali menjadi penari Seblang pada periode selanjutnya.

Kostum Seblang Olehsari didominasi oleh warna hijau yang memiliki makna kehidupan. Omprog yang digunakan juga terdiri dari bunga berbau wangi yang berwarna-warni, dan pada bagian depan akan dihiasi oleh daun pisang yang telah dipotong vertikal.

Ketika memakai omprog seblang, wajah si penari tidak akan terlihat dengan jelas lantaran tertutup oleh hiasan daun pisang yang cukup panjang. Pakaian yang dikenakan pun cukup beragam, tergantung dari kreativitas pembuat kostum.

Tetapi ada beberapa benda yang wajib dikenakan seperti Sewek (Kain batik dengan motif khas Banyuwangi; motif Gajah Uling, Sisik Melik, Kangkung Setingkes, dan lain-lain), Sampur (selendang) dan Omprog (penutup kepala yang dikhususkan untuk tari-tarian, misalnya Omprog Seblang dan Omprog Gandrung).

Sambil menari berlenggak-lenggok di atas panggung, sesekali sang penari akan melempar sampur yang ia kenakan atau melingkarkan sampur ke leher penonton untuk mengundang mereka menari bersama. Kegiatan pelemparan sampur ini disebut dengan Tendeh.

Dan ketika seorang penonton telah ditendeh, maka ia harus naik ke atas panggung dan menari bersama Seblang. Masyarakat lokal percaya bahwa tendeh merupakan doa agar selalu beruntung dan hidup makmur.

Ritual adat Seblang Olehsari bukan melulu tentang pagelaran tari-tarian saja. Karena upacara adat ini memang ditujukan untuk mewujudkan rasa syukur, pada hari pertama dari rangkaian tujuh hari Seblang Olehsari, diadakan syukuran masal penduduk desa setempat.

Syukuran ini dilakukan oleh seluruh warga dan dipimpin oleh pemangku adat dengan sesajen. Setelah syukuran, sang penari Seblang akan diarak keliling kampung sebelum memulai atraksi di atas panggung. Hal lain yang tidak kalah menarik, pada pembukaan acara Seblang Olehsari, penduduk sekitar akan menjajakan beberapa tangkai bunga pada para penonton.

Mereka tidak mematok tarif untuk bunga-bunga yang mereka jual. Penonton yang berminat hanya perlu membayar seikhlasnya. Bunga-bunga yang dijual inipun bukan bunga biasa. Bunga-bunga tersebut telah direndam dengan air dan diberi doa oleh tetua adat, agar pembelinya selalu terlindungi dari bala, hidup sejahtera serta dimudahkan urusan sandang dan papannya.

Oleh sebab itu, bunga-bunga ini selalu laris manis diburu penonton dan selalu habis bahkan sebelum matahari bersinar terik.

Pagelaran Seblang Olehsari banyak diacungi jempol oleh wisatawan. Dampak positif yang terkandung dalam acara ini pun beragam. Mulai dari melestarikan kearifan lokal Banyuwangi, memperkenalkan budaya pada generasi muda dan wisatawan, menumbuhkan semangat cinta daerah, mempererat tali silaturahmi, meningkatkan taraf ekonomi masyarakat setempat dan Usaha Masyarakat Kecil Menengah (Banyak masyarakat yang berjualan di sekitar area pertunjukan), hingga meningkatkan pendapat daerah karena Seblang menjadi daya tarik magnetis bagi wisatawan luar Banyuwangi.

Hanya saja, efek lain yang ditimbulkan oleh acara-acara besar semacam ini adalah kemacetan luar biasa yang terjadi di sekitar lokasi, bahkan hingga ke jalan protokol. Anime masyarakat yang luar biasa juga berbanding lurus dengan tindak kriminalitas.

Acara-acara yang ramai dikunjungi orang biasanya akan mengundang para copet dan jembret untuk melancarkan aksinya di tengah hiruk pikuk masyarakat, meski telah dibentuk satuan khusus pengamanan acara. Alangkah baiknya jika masing-masing penonton dapat berlaku dengan bijak dan tetap taat hukum meski telah larut dalam euphoria pertunjukan.

Meski demikian, Seblang Olehsari tetap harus dilestarikan guna menjaga warisan budaya leluhur. Pemuda Banyuwangi juga harus terus mengembangkan kearifan lokalnya agar dapat dikenal ke kancah Internasional dan mendapat hak paten untuk menghindari adanya duplikasi budaya, khususnya Seblang Olehsari. Karena faktor utama dalam keberhasilan pariwisata adalah keberlanjutannya seluruh sektornya di masa yang akan datang.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Topics
Editorial Team
Irma Yudistirani
EditorIrma Yudistirani
Follow Us