Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Lebaran yang Jadi Awal Rezeki Lain

Ilustrasi kopi bubuk kemasan (freepik.com/freepik)
Ilustrasi kopi bubuk kemasan (freepik.com/freepik)

Jakarta, IDN Times - Lebaran pada 2018 lalu mungkin jadi yang paling spesial buat saya, secara pribadi. Sebab, itu jadi kali pertama saya merayakan Idul Fitri bersama istri di rumah baru kami.

Setelah menikah selama beberapa bulan pada 2017, kami berhasil membeli rumah dari hasil tabungan. Meski tak besar, setidaknya rumah tersebut menjadi investasi dan modal kami untuk membangun kehidupan sendiri.

Mari lanjut, karena intinya bukan di situ. Lebaran 2018 adalah kali pertama kami menjalaninya di rumah sendiri. Saya bersama istri memutuskan untuk mencoba merayakannya di komplek perumahan, ingin mengetahui bagaimana rasanya berlebaran dengan lingkungan baru.

Komplek saya memang cukup luas dengan 300 rumah yang berdiri di areanya. Dengan begitu, ada cukup banyak orang yang akan merayakannya, meski tak sedikit pula mudik ke kampung halaman.

Yak, benar saja, ketika Lebaran tiba, masjid di komplek saya penuh sesak. Bangunan utama tak bisa menampung warga, sebagian harus salat Id di jalan yang sudah dialasi terpal dan ditutupi tenda.

Suasananya cukup syahdu, mengingat kala itu udara Bogor masih tergolong bersih dan belum terlalu padat. Cuma butuh waktu sekitar 30 sampai 45 menit untuk menjalani salat Id serta mendengarkan ceramah, saya bergegas ke rumah untuk bersiap demi bersilaturahmi.

Karena blok saya kebanyakan keluarga muda, maka acara dadakan digelar. Tetangga semua berkumpul di satu titik, membawa makanan dari rumah masing-masing. Saya juga sama, membawa penganan ringan dan kopi racikan sendiri.

Setidaknya, saya buat kopi sebanyak dua liter. Biasa, bapak-bapak dari kalangan milenial ini sangat suka dengan kopi susu kekinian, menggunakan gula aren, krimer, dan bahan-bahan lainnya. Dalam sekejap, kopi saya habis.

"Enak mas, bikinin lagi ya," kata salah satu tetanggaku.

Pujian itu ternyata memancing ide bisnisku untuk membangun usaha sendiri. Alhasil, usai lebaran, saya bersama istri mulai membangun usaha kopi tersebut.

Riset serta pengembangan kami lakukan, demi menemukan rasa yang pas buat kopinya. Tak cuma kopi susu, tapi kami mengembangkan varian lain yang akrab di lidah konsumen. Ya, karena saat itu tren kopi baru naik, maka sudah seharusnya rasa yang diberikan bersahabat, tidak terlalu kuat dan pekat. Karena, ternyata dari hasil riset kami, banyak yang tak suka jika kopinya terlalu pekat.

Usaha ini berjalan lancar. Pesanan baik dari online dan offline berdatangan, cukup membantu ekonomi keluarga saya saat itu. Bahkan, beberapa kali saya sempat dapat pesanan dengan jumlah besar. Meski brand saya masih kalah dari raksasa di luar sana, konsumen banyak yang memuji rasa kopinya.

Namun, petaka muncul di awal 2020 ketika pandemik COVID-19 meledak. Usaha kopi saya mendadak lesu. Awalnya, saya bahkan sudah berencana melakukan ekspansi dengan membangun warung kecil-kecilan. Namun, ketika pandemik merebak, aturan PPKM diberlakukan, dan modal mulai menipis, impian itu tak bisa dilaksanakan.

Pesanan memang tetap datang, namun omzet per hari menurun drastis. Bahkan, terkadang hanya dua botol yang bisa saya jual setiap harinya. Di tengah penurunan ini, saya akhirnya menyerah pada keadaan. Hingga, usaha tersebut tutup total sampai sekarang.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Satria Permana
EditorSatria Permana
Follow Us

Latest in Opinion

See More

Resensi Buku Blueprint: Petualangan Putra-Putri Indonesia di 120 Negara

16 Des 2025, 14:51 WIBOpinion