5 Fakta Menarik Sejarah Bagan, Kota Seribu Pagoda di Myanmar

- Bagan adalah ibu kota Kerajaan Pagan pada abad ke-9, menjadi pusat politik, ekonomi, dan budaya Myanmar.
- Pada masa kejayaannya, Bagan memiliki lebih dari 10.000 bangunan suci dengan desain arsitektur yang beragam.
- Invasi Mongol pada abad ke-13 menyebabkan runtuhnya Bagan sebagai pusat pemerintahan dan perdagangan.
Bagan, yang terletak di wilayah Mandalay, Myanmar, adalah salah satu destinasi bersejarah yang berhasil memikat hati banyak pelancong dan sejarawan. Kota ini dijuluki sebagai “Kota Seribu Pagoda” karena dulunya dipenuhi ribuan kuil, stupa, dan pagoda yang berdiri megah di sepanjang hamparan tanah datar di tepi Sungai Irrawaddy. Keindahan Bagan gak hanya terletak pada arsitekturnya, tetapi juga pada kisah masa lalu yang tersimpan di setiap batu dan reliefnya. Dari zaman kejayaan kerajaan hingga masa kemunduran, Bagan menyimpan banyak cerita yang menarik untuk digali.
Berkunjung ke Bagan seolah mengajak mata dan hati kembali ke abad pertengahan Asia Tenggara. Bayangkan hamparan ratusan pagoda yang masih berdiri tegak, dengan latar matahari terbit yang memancarkan cahaya keemasan di antara kabut pagi. Setiap sudutnya seperti memiliki rahasia yang menunggu untuk diceritakan. Makanya, gak heran kalau UNESCO menetapkan Bagan sebagai Situs Warisan Dunia. Nah, lewat artikel ini, mari mengenal beberapa fakta sejarah Bagan yang mungkin belum banyak diketahui.
1. Berdiri sebagai Ibu Kota Kerajaan Pagan pada abad ke-9

Bagan pertama kali muncul dalam catatan sejarah sekitar abad ke-9 Masehi, ketika Raja Anawrahta mendirikan Kerajaan Pagan. Sejak saat itu, wilayah ini berkembang menjadi pusat politik, ekonomi, dan budaya Myanmar. Kerajaan Pagan menjadi fondasi dari budaya dan bahasa Burma modern, sekaligus menyatukan wilayah-wilayah kecil di sekitarnya. Peran Bagan sebagai ibu kota membuatnya menjadi titik pertemuan pedagang, seniman, dan cendekiawan dari berbagai penjuru Asia.
Kejayaan ini bertahan selama berabad-abad, ditandai dengan pembangunan ribuan pagoda dan kuil. Setiap bangunan memiliki makna religius yang kuat, menjadi simbol persembahan dan dedikasi kepada ajaran Buddha. Gak sedikit pula yang dibangun oleh keluarga kerajaan untuk menegaskan kekuasaan dan pengaruh mereka. Hingga kini, sisa-sisa kejayaan tersebut masih terasa, meski banyak bangunan yang sudah hancur karena gempa bumi dan waktu.
2. Memiliki lebih dari 10.000 bangunan suci pada masa kejayaan

Pada puncak kejayaannya di abad ke-11 hingga ke-13, Bagan memiliki sekitar 10.000 bangunan suci, mulai dari kuil, stupa, hingga pagoda. Jumlah ini menjadikannya salah satu kompleks keagamaan terbesar di dunia. Bangunan-bangunan tersebut dibangun dengan desain arsitektur yang beragam, memadukan gaya Mon, Pyu, dan India. Setiap detailnya mencerminkan perkembangan seni dan spiritualitas pada masa itu.
Sekarang, hanya sekitar 2.200 bangunan yang masih berdiri. Meski jumlahnya berkurang drastis, keindahan yang tersisa tetap memukau. Banyak dari kuil ini yang masih digunakan untuk beribadah, sementara lainnya menjadi objek wisata sejarah. Bahkan, beberapa bangunan masih mempertahankan lukisan dinding dan patung Buddha asli yang usianya sudah ratusan tahun.
3. Runtuh akibat invasi Mongol pada abad ke-13

Sejarah Bagan juga diwarnai oleh masa kelam ketika pasukan Mongol menyerbu pada akhir abad ke-13. Invasi ini membuat Kerajaan Pagan kehilangan kekuatan politiknya dan secara perlahan mengalami kemunduran. Banyak bangunan hancur, dan sebagian besar wilayah kerajaan terpecah menjadi negara-negara kecil. Bagan pun kehilangan statusnya sebagai pusat pemerintahan dan perdagangan.
Meskipun begitu, kegiatan keagamaan di Bagan tetap bertahan. Para biksu dan umat Buddha setempat terus menjaga kuil-kuil yang masih ada, meskipun kondisinya sudah tidak sebaik sebelumnya. Warisan spiritual inilah yang membantu Bagan bertahan hingga ratusan tahun kemudian, bahkan ketika dunia di sekitarnya mengalami banyak perubahan.
4. Pusat studi dan penyebaran ajaran Buddha Theravada

Bagan bukan hanya pusat politik, tetapi juga pusat keagamaan dan pendidikan. Kerajaan Pagan dikenal sebagai salah satu kekuatan utama dalam penyebaran ajaran Buddha Theravada di Asia Tenggara. Para biksu dari berbagai daerah datang ke Bagan untuk belajar dan mengajar, membawa naskah-naskah suci serta tradisi keagamaan yang kemudian menyebar ke wilayah lain.
Tradisi pendidikan ini melahirkan banyak karya sastra, termasuk terjemahan teks-teks Buddha ke bahasa Burma. Selain itu, pembangunan kuil juga sering dijadikan sebagai wujud pembelajaran dan praktik spiritual. Hingga kini, warisan pendidikan ini masih terasa melalui ritual, upacara, dan ajaran yang dilestarikan oleh masyarakat setempat.
5. Diakui UNESCO sebagai Situs Warisan Dunia pada 2019

Meski sudah terkenal di kalangan wisatawan, pengakuan internasional baru resmi diberikan pada tahun 2019, ketika UNESCO menetapkan Bagan sebagai Situs Warisan Dunia. Pengakuan ini diberikan setelah upaya panjang pemerintah Myanmar dalam melestarikan dan memulihkan situs bersejarah tersebut. Berbagai program restorasi dilakukan untuk memperbaiki bangunan yang rusak, sekaligus menjaga keaslian arsitekturnya.
Pengakuan UNESCO membuat Bagan semakin dikenal dunia, membawa dampak positif bagi pariwisata dan perekonomian lokal. Namun, tantangan tetap ada, terutama dalam menjaga kelestarian situs dari kerusakan akibat gempa, cuaca, dan aktivitas manusia. Keberhasilan Bagan bertahan hingga kini adalah bukti betapa kuatnya nilai sejarah dan budaya yang dimilikinya.
Bagan adalah saksi bisu dari peradaban besar yang pernah berdiri di Myanmar. Setiap pagoda, kuil, dan stupa menyimpan cerita panjang tentang kejayaan, kemunduran, dan kebangkitan kembali. Mengunjungi Bagan berarti berjalan di antara sejarah yang hidup, merasakan atmosfer masa lalu yang masih kental.
Keindahan dan nilai sejarahnya membuat Bagan layak menjadi salah satu tujuan utama di Asia Tenggara. Apalagi, kota ini gak hanya menawarkan pemandangan menakjubkan, tetapi juga pelajaran berharga tentang ketekunan menjaga warisan budaya. Siapa pun yang datang ke sini pasti akan pulang dengan kesan mendalam yang sulit dilupakan.