Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Hewan Punah Akibat Campur Tangan Manusia, dari Dodo hingga Quagga

Thylacine
Thylacine (commons.wikimedia.org/Biodiversity Heritage Library)
Intinya sih...
  • Dodo punah dalam waktu kurang dari satu abad setelah kedatangan pelaut Eropa karena kehilangan habitat dan gangguan dari hewan yang dibawa manusia.
  • Quagga punah di abad ke-19 setelah perburuan intensif serta konflik dengan peternak yang menganggapnya pesaing pakan.
  • Baiji, dewi Sungai Yangtze, punah akibat penangkapan ikan secara insidental, polusi, pembangunan bendungan dan peningkatan lalu lintas kapal di Sungai Yangtze.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Hilangnya spesies besar yang dulu menghuni planet ini sering terasa seperti cerita masa lalu, padahal hampir semua kasus itu berakar dari aktivitas manusia. Dari pulau-pulau terpencil sampai sungai besar dan pesisir utara, perbuatan manusia dalam melakukan pemburuan, perusakan habitat, memperkenalkan spesies baru, serta perubahan industri dan transportasi telah mempercepat kepunahan beberapa hewan yang unik dan punya peran ekologi besar.

Melihat contoh-contoh konkret membantu kita paham pola yang berulang dan pelajaran yang bisa diambil. Pada ulasan ini, terdapat lima hewan yang punah karena campur tangan manusia. Mulai dari dodo sampai quagga, berikut adalah kelima spesiesnya.

1. Dodo

Dodo
Dodo (pixabay.com/bergslay)

Dodo adalah burung besar yang hidup di pulau Mauritius. Mitos bahwa dodo cuma bodoh dan gemuk sudah banyak diluruskan oleh peneliti modern yang menunjukkan bahwa bentuk dan perilakunya merupakan adaptasi pulau dan bukan tanda kelainan. Melansir laman Natural History Museum dan Britannica, dodo punah dalam kurun kurang dari satu abad setelah kedatangan pelaut Eropa karena kehilangan habitat dan gangguan dari hewan yang dibawa manusia.

Sisi yang jarang diketahui yaitu peran spesies invasif dalam mempercepat jatuhnya dodo. Bukan hanya perburuan sesekali oleh pelaut, melainkan tikus, babi, anjing, dan kera yang dibawa ke pulau itu merusak sarang dan menurunkan keberhasilan reproduksi dodo. Pelajaran dari dodo ini mengalir ke kisah lain yaitu bagaimana ketika manusia mengubah lanskap dan memperkenalkan spesies baru, efeknya sering tak terduga dan sulit dibalik tanpa tindakan konservasi besar.

2. Quagga

Quagga
Quagga (commons.wikimedia.org/Vassil)

Quagga adalah bentuk zebra yang unik yaitu bergaris hanya di bagian depan tubuh sementara bagian belakangnya tampak seperti kuda berwarna cokelat. Menurut penelitian genetika dan sejarah museum, quagga sebenarnya bagian dari variasi plains zebra, namun penampilan khususnya membuatnya mudah dikenali. Quagga punah di abad ke-19 setelah perburuan intensif serta konflik dengan peternak yang menganggapnya pesaing pakan.

Kisah quagga memberi insight baru yaitu ada proyek selektif yang berusaha mengembalikan rupa quagga dengan pemuliaan terpilih pada populasi zebra sekarang. Upaya ini memunculkan perdebatan ilmiah apakah hasilnya benar-benar quagga. Hal ini menghubungkan diskusi tentang apakah teknologi dan pemuliaan dapat menggantikan hilangnya keragaman alami yang dibentuk ribuan tahun evolusi.

3. Thylacine

Thylacine
Thylacine (commons.wikimedia.org/Biodiversity Heritage Library)

Thylacine adalah karnivora marsupial yang mirip anjing dan pernah menyebar di Australia sebelum akhirnya bertahan terakhir di Tasmania. Dokumen sejarah dan penelitian genom modern menunjukkan bahwa perburuan lewat skema hadiah berupa bounty, berkurangnya habitat, serta penyakit berperan besar dalam penurunannya. Menurut studi genom yang dipublikasikan di Nature, spesies ini juga memiliki riwayat demografi yang membuatnya rentan, sehingga tekanan tambahan dari manusia cepat mendorongnya ke ambang punah.

Bagian yang sering terlupakan yaitu campuran faktor sosial dan ekonomi yang memicu kebijakan pembasmian, misalnya tekanan peternak dan nilai komersial dari kulit. Cerita thylacine mengait ke tema selanjutnya tentang bagaimana modernisasi dan industrialisasi sering menekan spesies yang hidup di lingkungan perairan dan pesisir, karena pola pengaruh manusia di darat kerap mirip dengan yang terjadi di sungai dan laut.

4. Baiji

Baiji
Baiji (commons.wikimedia.org/FlyingBatt)

Baiji, yang mendapat julukan dewi Sungai Yangtze oleh masyarakat lokal, menjadi salah satu contoh paling tragis bahwa bukan hanya perburuan yang membunuh spesies tapi juga kerusakan habitat dan menangkap sampingan. Menurut kajian dan survei lapangan yang dipublikasikan di jurnal Biology Letters dan studi lain, penangkapan ikan secara insidental, polusi, pembangunan bendungan dan peningkatan lalu lintas kapal di Sungai Yangtze menyebabkan populasi baiji merosot tajam hingga dinyatakan berfungsi punah pada awal abad ke-21.

Intinya yang jarang disadari publik yaitu prosesnya lebih bersifat akumulatif dan tidak selalu dramatis pada satu momen. Baiji bukan diburu sebagai target utama, melainkan korban dari cara manusia mengubah sungai menjadi jalur transportasi dan zona produksi yang intensif. Pelajaran ini mengait ke Steller's sea cow karena keduanya menunjukkan bagaimana penggunaan sumber daya laut tanpa pengelolaan dapat menghancurkan spesies besar hanya dalam beberapa dekade.

5. Steller's sea cow

Steller's sea cow
Steller's sea cow (commons.wikimedia.org/Biodiversity Heritage Library)

Steller's sea cow adalah mamalia laut raksasa yang ditemukan pada abad ke-18 di sekitar Pulau Bering dan lenyap sangat cepat setelah kontak manusia. Laporan sejarah dan liputan sains menjelaskan bahwa spesies ini diburu secara intens oleh pelaut dan pemburu untuk daging dan lemaknya, sehingga populasinya runtuh hanya dalam puluhan tahun sejak pertama kali ditemukan. National Geographic dan museum sejarah alam mencatat bahwa pembunuhan terorganisir serta perubahan ekosistem lokal mempercepat kehancuran hewan ini.

Fakta yang mengejutkan yaitu kecepatan kepunahan Steller's sea cow yang memperlihatkan bahwa spesies laut besar juga sangat rentan bila manusia memperlakukan mereka sebagai sumber daya tak terbatas. Selain itu ada bukti bahwa perubahan rantai makanan dan gangguan pada predator serta mangsa lokal memperparah kehilangan, sehingga satu tindakan memburu bisa memicu rangkaian efek ekologi.

Kelima contoh ini yaitu dodo, quagga, thylacine, baiji, dan Steller's sea cow mempertegas pola bahwa kepunahan zaman modern hampir selalu berhubungan dengan tindakan manusia seperti perburuan, pengenalan spesies asing, perusakan habitat, industrialisasi dan penangkapan sampingan. Banyak kasus menunjukkan bahwa bukan satu penyebab tunggal yang bekerja melainkan akumulasi tekanan yang saling memperkuat.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ane Hukrisna
EditorAne Hukrisna
Follow Us

Latest in Science

See More

4 Hewan yang Mampu Berjalan Jauh Tanpa Istirahat, Kuat Banget!

07 Nov 2025, 21:29 WIBScience