Apa yang Terjadi jika Supervolcano Meletus? Sangat Mematikan!

- Gempa bumi akan sering terjadi sebelum supervolcano meletus. Tanda-tanda seperti permukaan tanah yang menggembung dan peningkatan kadar gas gunung berapi dapat dijadikan acuan untuk evakuasi.
- Ledakan awal supervolcano menciptakan gelombang kejut, gelombang tekanan, dan aliran piroklastik yang mematikan.
- Letusan dapat menciptakan kaldera, hujan abu lebat, bahaya kesehatan, banjir lahar, penurunan suhu Bumi, dan kerusakan ozon.
Supervolcano atau supervulkan biasa disebut juga sebagai gunung berapi raksasa. Jika meletus, gunung berapi raksasa ini berpotensi mencapai skala teratas volcanic explosivity index (VEI), yakni 8, dan menghasilkan lebih dari 1.000 kilometer kubik (240 mil kubik) material, seperti abu vulkanik. Uniknya, tidak semua supervolcano meletus secara dahsyat. Secara umum, letusan gunung berapi raksasa ini hanya mengalami erupsi efusif hingga eruptif.
Jadi, letusan tersebut bisa dibilang relatif rendah. Namun, letusan tersebut bisa memiliki daya ledak yang lebih besar, seperti letusan tipe Plinian yang sangat merusak. Letusan ini dinamai berdasarkan orang Romawi, Pliny the Elder dan Pliny the Younger, yang keduanya meninggal dan berhasil mencatat letusan Gunung Vesuvius pada tahun 79 Masehi.
Namun, bagaimana jika terjadi letusan terburuk? Bagaimana jika gunung berapi yang sangat besar, seperti yang pernah terjadi pada Gunung Toba, meletus lagi hari ini? Apa dampaknya? Apakah ini akan memengaruhi kehidupan manusia di seluruh dunia? Simak penjelasan ini.
1. Gempa bumi akan sering terjadi sebelum supervolcano meletus

Sebenarnya, sulit untuk menentukan kapan gunung berapi akan meletus. Namun, ada beberapa pertanda awalnya. Pergerakan magma menciptakan tanda-tanda, seperti permukaan tanah yang menggembung, peningkatan kadar gas gunung berapi, dan perubahan suhu. Namun, tanda paling mengerikan dari letusan supervolcano ialah gempa bumi, tanah mengalami pergeseran sebagai antisipasi dari letusan yang akan datang.
Peningkatan aktivitas di reservoir magma (ruang bawah tanah yang menyimpan magma sebelum terjadinya letusan gunung berapi) dapat menimbulkan gempa yang lebih sering dan lebih kuat, terutama karena magma bergerak semakin dekat ke permukaan. Gempa tersebut akan memecah tanah di atas puncak gunung berapi. Tanah yang retak dan hancur tadi akan menyemburkan magma dan gas. Nah, tanda-tanda seperti ini bisa dijadikan acuan bagi lembaga setempat untuk mengevakuasi warga yang tinggal tak jauh dari supervolcano.
2. Ledakan awal supervolcano menciptakan gelombang kejut yang mematikan

Salah satu gunung supervolcano yang masih aktif di dunia adalah gunung yang berada di bawah Taman Nasional Yellowstone di Amerika Serikat bagian barat. Jika ruang magma itu tiba-tiba meletus, gelombang kejut yang berasal dari episentrumnya bisa sangat mematikan. Gelombang tekanan itu sendiri bisa membunuh banyak makhluk hidup, termasuk manusia.
Pada Januari 2022, gunung berapi bawah laut bernama Hunga Tonga-Hunga Ha'apai, yang terletak di wilayah Tonga, meletus. Letusan gunung ini menimbulkan tsunami besar yang mematikan. Selain itu, gunung berapi ini juga menciptakan gelombang tekanan yang sangat besar, yang terjadi selama berhari-hari. Padahal, gunung berapi bawah laut ini bukanlah supervolcano.
Saat diwawancarai The New York Times, fisikawan Mark Boslough membandingkan gelombang tersebut dengan ledakan sonik yang sangat besar, yang dikenal sebagai "gelombang Lamb", yang diambil dari nama matematikawan Horace Lamb. Gelombang Lamb yang tercatat sebelumnya berasal dari uji coba senjata nuklir. Gunung berapi terakhir yang diketahui memiliki dampak serupa di dunia adalah Gunung Krakatau di Indonesia.
Gunung Krakatau meletus pada 1883. Letusannya sangat dahsyat hingga para pelaut di kapal Inggris, yang berjarak 64 kilometer dari letusan Gunung Krakatau, mengalami pecah gendang telinga akibat gelombang kejut tersebut. Saksi mata yang merupakan kapten kapal Inggris itu menulis bahwa ledakan Gunung Krakatau sangat dahsyat. Sampai-sampai, ia berpikir kalau itu adalah akhir dari dunia.
3. Suara letusan supervolcano sangat memekakkan telinga

Letusan Gunung Krakatau di Indonesia merupakan letusan dahsyat. Letusan Gunung Krakatau terjadi pada 27 Agustus 1883. Letusannya sangat memekakkan telinga meski beberapa saksi berada ribuan kilometer jauhnya.
Jika suaranya saja sangat kuat, letusannya juga tak kalah kuat. Gunung Krakatau memuntahkan material dengan kecepatan supersonik dan meluluhlantakkan pulau itu. Dikutip History, tsunami yang dihasilkan oleh letusan Gunung Krakatau menewaskan sekitar 36 ribu orang. Bahkan, jumlah korban tewas diprediksi lebih dari 120 ribu orang. Suara letusannya sendiri masih menjadi suara letusan paling keras yang pernah tercatat sejarah. Meski begitu, Gunung Krakatau bukanlah supervolcano. Indeks ledakannya hanya mencapai skala VEI 6. Lalu, bagaimana jika supervolcano meletus? Tentu bisa lebih dari itu.
4. Jumlah lava dari supervolcano sangatlah besar

Supervolcano menyimpan banyak magma. Seberapa banyak magma yang keluar tergantung pada gunung berapi itu sendiri. Nah, jika semua magma itu menyembur ke permukaan, kerusakannya pun bisa sangat parah.
Kaldera Yellowstone berada di atas dua reservoir magma besar (zona penyimpanan magma). Masalah ini telah diamati menggunakan gelombang seismik, yang dihasilkan oleh gempa bumi di gunung tersebut. Ruang magma yang paling dekat dengan permukaannya berada sekitar 4,8 kilometer. Diperkirakan panjangnya mencapai 88 kilometer dan lebarnya 40 kilometer.
Sebuah studi dalam jurnal Science (2022) berjudul "Magma accumulation at depths of prior rhyolite storage beneath Yellowstone Caldera", yang ditulis Rose Maguire dkk., menyimpulkan bahwa jumlah magma cairnya sekitar 20 persen. Ruang magmanya yang lebih dekat berada di kedalaman antara 19—48 kilometer. Namun, hanya 2 persen dari magma tersebut yang telah mencair.
Angka segitu sudah sangat banyak, lho. Sebagian besar perkiraan menyimpulkan bahwa letusan Yellowstone akan menghasilkan lebih dari 1 kilometer persegi lava. Adapun, beberapa letusan yang terjadi 640.000 tahun yang lalu menciptakan kawah besar di wilayah tersebut, yang disebut kaldera.
5. Letusan supervolcano bisa menciptakan kaldera

Semua lava, abu, gas super panas, dan material lain yang dapat dimuntahkan dari supervolcano pasti akan mengosongkan ruang dalam perut gunung. Selama terjadinya letusan besar yang memuntahkan banyak lava, ruang itu jadi tidak lagi memiliki penyangga karena kehilangan batuan cair yang pernah ditampungnya. Akibatnya, ruang berongga ini akan runtuh dengan sendirinya dan melahap apa pun yang ada di atasnya. Nah, depresi besar yang dihasilkan dari fenomena ini dikenal sebagai kaldera.
Setelah letusan selesai, kaldera akan terisi air seiring berjalannya waktu. Akhirnya, hal ini menciptakan danau besar yang menjadi sumber mata pencarian bagi warga sekitar. Nah, fenomena ini pernah terjadi di Indonesia, yang disebut Danau Toba.
Pasalnya, kaldera Toba di Indonesia kini menjadi sebuah danau. Danau Toba menjadi danau terbesar yang terbentuk oleh gunung berapi. Danau Toba berisi lebih dari 240 kilometer kubik air dan kedalamannya mencapai 500 meter lebih.
Menurut sebuah makalah yang diterbitkan dalam Marine Geology (2020) berjudul "Benham Rise unveiled: Morphology and structure of an Eocene large igneous province in the West Philippine Basin", yang ditulis oleh Jenny Barretto dkk., kaldera terbesar yang berada di bawah air dikenal sebagai Kaldera Apolaki. Kaldera ini terletak di Laut Filipina, tepat di sebelah timur Pulau Luzon. Diperkirakan lebarnya 149 kilometer. Adapun, letusan yang membentuk kaldera ini terjadi sekitar 41 juta tahun yang lalu.
6. Aliran piroklastik dari letusan supervolcano bisa meluluhlantakkan apa pun

Aliran piroklastik adalah massa material vulkanik, seperti abu, batu, dan gas, yang meluncur turun dari sisi gunung berapi dengan kecepatan lebih dari 100 kilometer per jam. Nah, karena massa material ini sering kali padat dan suhunya dapat mencapai 700 derajat celsius, apa pun atau siapa pun yang berada di jalurnya akan dihantam dan terbakar hingga tak bersisa. Letusan Gunung Vesuvius pada 79 Masehi menjadi salah satu contohnya. Ini ketika banyak penduduk di Herculaneum tewas karena aliran piroklastik yang sangat panas ini.
Memang tergantung pada jenis letusannya, tetapi dapat dipastikan bahwa supervolcano menghasilkan daya ledak dan material yang cukup besar. Hal ini pun bisa menciptakan aliran piroklastik yang sangat mematikan. Di sisi lain, aliran piroklastik yang dihasilkan oleh gunung berapi super Yellowstone bisa menjangkau 99 kilometer dari episentrum letusan jika meletus.
7. Letusan supervolcano menciptakan hujan abu lebat yang mengganggu aktivitas manusia

Material abu yang dihasilkan dari letusan supervolcano dapat menjulang tinggi ke atmosfer sehingga materialnya menyebar luas. Di samping itu, abu vulkanik mengandung serpihan material yang berbahaya dan korosif. Nah, karena menjadi konduktif (menghantarkan panas dan listrik) saat basah, abu juga dapat mengganggu peralatan elektronik.
Terlebih lagi, abu superhalus ini dapat masuk ke ventilasi udara dan mesin kendaraan. Jadi, hal ini tentunya dapat mengganggu aktivitas karena sangat berbahaya bagi kesehatan. Menurut sebuah studi yang diterbitkan dalam Geochemistry, Geophysics, Geosystems (2014) berjudul "Modeling ash fall distribution from a Yellowstone supereruption", menunjukkan bahwa bukti letusan Yellowstone pada masa lalu terlihat dari material vulkaniknya yang bahkan mencapai Teluk Meksiko.
8. Material abu dan sulfur dioksida dari letusan supervolcano dapat menimbulkan bahaya kesehatan

Abu yang dihasilkan dari letusan supervolcano menimbulkan ancaman bagi kesehatan manusia. Abu vulkanik yang halus ini bisa membuat saluran pernapasan bagian atas mengalami iritasi dan memperburuk kondisi pernapasan bagi mereka yang menderita asma. Abu juga bisa membuat mata perih dan membuat kulit iritasi.
Abu vulkanik yang mengandung silika tinggi juga dapat menimbulkan masalah jangka panjang. Jika supervolcano meletus dengan abu seperti ini, lalu terhirup, jaringan paru-paru manusia akan mengalami iritasi. Akibatnya, orang yang terpapar akan menderita penyakit yang dikenal sebagai silikosis.
Lalu, ada masalah asam sulfat, yang dapat diproduksi ketika air di atmosfer berikatan dengan gas sulfur dioksida yang keluar dari gunung berapi. Hal ini dapat membuat kualitas udara menurun. Akibatnya juga memicu masalah kesehatan jangka panjang.
9. Letusan supervolcano dapat menyebabkan banjir lahar yang berkepanjangan

Dikenal sebagai lahar, campuran air dan puing vulkanik yang dihasilkan oleh letusan gunung berapi dapat bergerak menuruni bukit dengan kecepatan lebih dari 160 kilometer per jam. Curah hujan yang terjadi segera setelah letusan juga dapat membuat abu vulkanik halus menjadi lahar. Ancaman lahar dapat berlangsung lama setelah letusan.
Jika gunung berapi menghasilkan cukup banyak abu dan material letusan lainnya, tanah di sekitarnya dapat dilanda banjir. Ada pula lahar yang terjadi terus-menerus. Hal ini dapat menghancurkan bangunan, memutus jalan, dan membunuh siapa saja yang berada di dekatnya.
10. Letusan supervolcano bisa membuat suhu Bumi mengalami penurunan

Letusan gunung berapi bisa sangat dahsyat dan dapat memengaruhi Bumi untuk sementara waktu, contohnya saja letusan Gunung Pinatubo pada 1991 di Filipina. Letusan gunung berapi ini mampu menyemburkan sekitar 15 juta ton sulfur dioksida ke atmosfer. Selama 2 tahun berikutnya, gas vulkanik tersebut memantul dan menyerap sinar Matahari. Akibatnya, suhu Bumi mengalami penurunan sekitar -17 derajat celsius pada puncaknya.
Betapa pun parahnya efek dari letusan tersebut, Gunung Pinatubo bukanlah supervolcano, lho, karena letusannya pada 1991 hanya mencapai skala 6 VEI. Di sisi lain, suhu Bumi yang lebih rendah ini justru dapat membahayakan produksi pertanian dan mengakibatkan krisis pangan serta kelaparan. Hidrogen halida, sekelompok asam beracun, yang dihasilkan oleh letusan juga dapat merusak tanaman dan menyebabkan penurunan pasokan pangan serta ekonomi global ke tingkat yang serius.
11. Letusan supervolcano bisa mengakibatkan kerusakan ozon

Sebuah studi yang diterbitkan dalam Communications and Environment (2021) berjudul "The Toba supervolcano eruption caused severe tropical stratospheric ozone depletion" menyimpulkan bahwa letusan gunung berapi super bernama Toba, yang terjadi sekitar 74 ribu tahun yang lalu di tempat yang sekarang disebut Indonesia, ternyata mampu melenyapkan sejumlah besar ozon dari atmosfer, lho. Penyebabnya terjadi karena gas vulkanik seperti hidrogen klorida. Namun, gas yang dihasilkan oleh gunung berapi tidak secara langsung merusak ozon. Pasalnya, gas yang naik ke atmosfer dapat mengganggu pembentukan senyawa penting ini dan mengakibatkan terjadinya reaksi kerusakan ozon.
Saat hidrogen klorida berada di stratosfer Bumi (lapisan kedua atmosfer Bumi), ia menyerap radiasi ultraviolet dari Matahari. Akibatnya, paparan sinar Matahari bisa menyebabkan kanker. Untungnya, kerusakan ozon akibat vulkanik ini tidak berlangsung selamanya. Efek penipisan ozon dari letusan gunung berapi bersifat sementara dan sering kali mereda hanya dalam beberapa tahun. Namun, tidak ada yang tahu berapa lama kerusakan ozon akan berlangsung setelah letusan gunung berapi super yang sangat kuat.
Gunung bergelar supervolcano memang sangat mengerikan. Siapa sangka, Indonesia sendiri pernah mengalami beberapa letusan gunung terbesar, seperti Tambora, Toba, dan Krakatau. Namun, hanya Gunung Toba saja, nih, yang bergelar supervolcano. Meski menjadi proses dari perjalanan alam, letusan gunung berapi juga harus diwaspadai bagi warga sekitar yang rumahnya tidak jauh dari gunung berapi.