Apakah Burung Hantu Boleh Dipelihara? Ini Penjelasan dan Fakta Mereka!

- Burung hantu memiliki kebutuhan biologis yang tidak bisa dipenuhi di rumah, seperti ruang gerak luas dan kondisi lingkungan alami yang dinamis.
- Aturan hukum melarang pemeliharaan burung hantu tanpa izin resmi karena mereka termasuk dalam kategori satwa liar yang dilindungi.
- Perilaku alami burung hantu tidak cocok dengan lingkungan rumah.
Burung hantu sering membuat penasaran banyak orang karena penampilan mereka yang eksotis dan terkesan misterius. Wajah mereka yang datar, sorot mata tajam, dan gerakan tenang membuat hewan nokturnal satu ini tampak unik serta memikat di mata siapa pun.
Banyak orang yang tergoda untuk memelihara burung hantu karena penampilan mereka yang tak biasa, bahkan terkesan anggun. Namun, sebelum memutuskan, penting untuk memahami penjelasan di bawah ini tentang apakah burung hantu boleh dipelihara atau tidak.
1. Burung hantu memiliki kebutuhan biologis yang tidak bisa dipenuhi di rumah

Secara biologis, burung hantu merupakan predator yang bergerak pada malam hari dan termasuk dalam ordo Strigiformes. Burung hantu hidup dengan mengandalkan kemampuan berburu yang sangat terasah, termasuk penglihatan yang sensitif pada kondisi minim cahaya. Tak hanya itu, burung hantu juga memiliki pendengaran tajam yang bisa mendeteksi suara sekecil apa pun dan refleks tubuh yang mendukung gerakan senyap saat menyergap mangsa. Adapun, semua aktivitas ini sangat bergantung pada ruang gerak luas dan kondisi lingkungan alami yang dinamis.
Saat dipelihara di ruangan terbatas, seperti kandang, kemampuan bawaan semacam itu tidak lagi terasah. Burung hantu akan mengalami stres akibat kehilangan insting alami mereka. Belum lagi, kebutuhan makanan burung hantu sangat spesifik karena berupa daging segar, seperti tikus kecil, anak ayam, atau jenis burung lain. Jika makanan tersebut diganti dengan bahan makanan yang tidak sesuai, burung hantu bisa kekurangan nutrisi atau gangguan metabolisme serius. Tidak seperti burung peliharaan lain yang cukup dengan biji-bijian, burung hantu memerlukan penanganan gizi yang jauh lebih kompleks.
2. Aturan hukum melarang pemeliharaan burung hantu tanpa izin resmi

Di banyak negara, termasuk Indonesia, burung hantu masuk ke dalam kategori satwa liar yang dilindungi. Beberapa spesies burung hantu bahkan tercantum dalam daftar lampiran Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, yakni Peraturan Menteri LHK No. P.106/MENLHK/2018, sebagai satwa liar yang dilindungi. Pemeliharaan burung hantu sudah diatur secara ketat dan hanya diperbolehkan jika ada izin resmi dari lembaga seperti BKSDA, yang umumnya hanya dikeluarkan untuk keperluan konservasi, edukasi, atau penelitian ilmiah.
Selain itu, hukum internasional melalui konvensi seperti Convention on International Trade in Endangered Species (CITES) juga mengawasi perdagangan satwa langka dan dilindungi. Membeli burung hantu dari pasar gelap bukan hanya tindakan melanggar hukum, tetapi juga ikut mendorong perburuan liar dan kerusakan populasi alami. Satu individu yang memelihara burung hantu secara ilegal sama artinya dengan membuka celah bagi rantai eksploitasi satwa liar.
3. Perilaku alami burung hantu tidak cocok dengan lingkungan rumah

Burung hantu bukan termasuk hewan domestikasi atau hewan liar yang telah mengalami proses penjinakan dan adaptasi sehingga bisa hidup berdampingan, berkembang biak, serta bergantung pada manusia dalam lingkungan buatan, seperti rumah atau peternakan. Burung hantu hidup soliter dan tidak memiliki kebutuhan sosial seperti hewan peliharaan pada umumnya. Tidak seperti anjing atau kucing, burung hantu tidak menyukai kontak fisik dan bisa merasa terganggu jika terlalu sering disentuh. Respons agresif atau cemas bisa muncul, bahkan pada burung hantu yang dipelihara sejak kecil. Itu karena insting liar mereka tetap melekat kuat.
Masalah lain ada pada pola aktivitas malam hari. Burung ini aktif justru saat manusia sedang beristirahat. Suara nyaring yang dikeluarkan burung hantu bisa mengganggu kenyamanan sekitar, termasuk tetangga. Jika ditempatkan dalam kandang yang tidak sesuai, burung hantu sering menunjukkan perilaku menyimpang, seperti mencabuti bulu mereka sendiri, menghantam jeruji, bahkan menolak makan. Tanda-tanda ini menunjukkan bahwa burung hantu telah mengalami tekanan mental serius akibat lingkungan yang tidak mendukung pola hidup alami mereka.
4. Pemeliharaan burung hantu dapat berdampak negatif bagi konservasi

Minat masyarakat untuk memelihara burung hantu sering kali didorong oleh tren atau pengaruh media, bukan berdasarkan pemahaman ilmiah. Fenomena ini berpotensi mendorong peningkatan perburuan liar dan perdagangan satwa secara ilegal. Semakin banyak permintaan, semakin besar tekanan terhadap populasi burung hantu di alam liar.
Penangkaran resmi dan pusat konservasi memiliki sistem dan sumber daya yang dibutuhkan untuk memastikan kesejahteraan satwa. Namun, jika burung hantu dipelihara tanpa standar perawatan yang memadai, justru yang terjadi adanya penurunan kualitas hidup satwa tersebut. Dalam jangka panjang, ini bisa memengaruhi keberlanjutan spesies dan mengacaukan fungsi ekologis burung hantu di alam.
5. Burung hantu tidak menjadi hewan peliharaan ideal dari segi etika

Ada pertimbangan etis yang sering diabaikan saat seseorang memutuskan memelihara satwa liar, termasuk burung hantu. Tidak semua orang sadar bahwa tidak semua hewan cocok untuk dijadikan teman hidup manusia, terutama yang berasal dari ekosistem khusus dan memiliki peran ekologis penting. Memaksa burung hantu hidup dalam lingkungan yang tidak sesuai artinya menempatkan kepentingan manusia di atas kesejahteraan makhluk lain.
Selain itu, pemeliharaan ini juga dapat memberi pesan keliru kepada publik, terutama anak-anak, bahwa satwa liar bisa dipelihara sesuka hati. Padahal, memperlakukan satwa seperti barang koleksi hanya akan menjauhkan kita dari prinsip-prinsip konservasi yang seharusnya mulai ditanamkan sejak dini. Etika dalam hubungan manusia dengan satwa seperti burung hantu seharusnya berdasarkan penghormatan, bukan dominasi.
Burung hantu memang menarik dari segi visual dan perilaku, tetapi bukan berarti bisa dijadikan peliharaan di rumah. Mereka memiliki kebutuhan biologis yang spesifik, tidak cocok dengan lingkungan domestik, dan berada di bawah perlindungan hukum yang ketat. Memelihara burung hantu tanpa izin dan pengetahuan yang memadai hanya akan menciptakan penderitaan bagi hewan itu sendiri dan memperparah ancaman terhadap populasi mereka di alam liar. Jika kamu benar-benar peduli pada burung hantu, bentuk kepedulian terbaik bukan dengan memelihara mereka, melainkan dengan mendukung upaya konservasi agar mereka tetap hidup bebas di habitat alami.
Referensi:
“Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 Tahun 2018.” JDIH Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman. Diakses pada Juni 2025.
“Owls as Pets.” International Owl Center. Diakses pada Juni 2025.
“Can I Have a Pet Owl?” WebMD. Diakses pada Juni 2025.
“Keeping Owls as Pets.” Suffolk Owl Sanctuary. Diakses pada Juni 2025.
“Reasons Why Owls Do Not Make Good Pets.” The Spruce Pets. Diakses pada Juni 2025.