Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

6 Fakta Al-Farabi, Filsuf Muslim Guru Kedua Setelah Aristoteles

ericgerlach.com
ericgerlach.com

Bernama lengkap Abu Nashr Muhammad Ibn Tarkhan Ibn al-Uzalagh Al-Farabi lahir di Transoxiana sekarang Uzbekistan. Al-Farabi lahir sekitar tahun 870 M dan meninggal pada tahun 950 M di Damaskus. Selain dikenal sebagai seorang filsuf beliau juga dikenal sebagai musikus yang handal. Ayahnya adalah orang Iran yang menjadi panglima perang Turki sedangkan ibunya berasal dari Turki. Dikenal dengan nama Avennaser atau Alfarabius dalam dunia barat ini tersohor dalam pengetahuan ilmu mantik (logika).

Begitu beranjak dewasa, Al-Farabi meninggalkan negerinya menuju Kota Baghdad, ia memusatkan perhatiannya pada ilmu logika. Banyak karangan yang telah ditinggalkan oleh Al-Farabi, tetapi karya tersebut tidak begitu terkenal seperti karangan Ibnu Sina misalnya.

Akan tetapi, pada abad pertengahan, Al-Farabi begitu dikenal sehingga orang-orang Yahudi banyak mempelajari karangan beliau dan disalin ke dalam bahasa Ibrani. Sampai sekarang, salinan tersebut masih tersimpan rapi di perpustakaan-perpustakaan Eropa.

Untuk lebih memperdalam fakta-fakta menarik apa saja mengenai sosok Al-Farabi yang berhasil membuat decak kagum bagi para pembacanya, simak penjelasan berikut ini.

1. Guru kedua setelah Aristoteles

inform.kz
inform.kz

Sebelumnya Aristoteles dijuluki sebagai al-mu’allim al-awwal atau guru pertama karena ia orang yang pertama kali menemukan dan meletakkan dasar-dasar ilmu mantik. Kemudian Al-Farabi mendapatkan gelar sebagai guru kedua atau al-mu’allim ats-tsani, berkat kepiawaiannya mampu memasukkan ilmu mantik ke dalam kebudayaan Arab.

Adapun penjelasan dari Massignon seorang orientalis berkewarganegaraan Prancis, Al-Farabi berhasil menciptakan suatu sistem filsafat yang lengkap dan memainkan peranan yang penting dalam dunia Islam meneruskan perjalanan filsafat dari Al-Kindi yang membuka pintu filsafat Yunani bagi dunia Islam. Begitu juga dengan, Al-Farabi menjadi guru bagi Ibnu Sina, Ibnu Rusyd dan filsuf Islam lain yang datang sesudahnya.

Sebagian besar karangan-karangan Al-Farabi terdiri dari ulasan-ulasan dan penjelasan terhadap filsafat Aristoteles, Plato, dan Galenus, meskipun banyak tokoh filsafat yang berperan dalam pemikirannya namun ia condong sebagai pengulas Aristoteles.

Suatu ketika, Ibnu Sina pernah mempelajari buku Metafisika karangan Aristoteles lebih dari empat kali, tetapi tak kunjung membuahkan hasil. Namun, setelah membaca buku karangan Al-Farabi yang berjudul Aghradh Kitabi ma Ba’da Ath-Thabi’ah atau Intisari Buku I Metafisika, barulah ia paham akan pemikiran Aristoteles tersebut.

2. Pemikiran filsafat yang begitu fenomenal

ericgerlach.com
ericgerlach.com

Al-Farabi dalam pemikiran filsafatnya mungkin bertumpu pada pendapat yang keliru hingga hipotesisnya sering ditolak oleh ilmu pengetahuan modern. Akan tetapi ia mempunyai peran penting yaitu berhasil menjabarkan ajaran-ajaran filsuf terdahulu menyusun secara sistematis sesuai dengan lingkup kebudayaan yang logis berdasarkan pemikiran, argumentasi, jajak pendapat, maupun penalarannya.

Ia sendiri mempunyai peranan penting dan berpengaruh besar dalam pemikiran masa-masa setelahnya. Filsafat Al-Farabi sebenarnya merupakan campuran antara filsafat Aristoteles dan Neoplatonisme dengan pikiran keislaman yang mengikuti aliran Syi’ah Imamiah.

Selain itu, dirinya juga mengemukakan teori emanasi yaitu al-faidh menjelaskan tentang proses urutan kejadian suatu wujud yang mumkin (alam makhluk) dari zat yang wajib al-wujud (Tuhan). Ia mengatakan segala sesuatunya memancar dari Tuhan karena Tuhan mengetahui Zat-Nya dan menjadi dasar susunan wujud yang sebaik-baiknya.

Dalam hal etika dan politik, ia berpangku pada Plato namun dalam bidang ilmu mantik dan filsafat lebih condong mengikuti ajaran Aristoteles. Al-Farabi juga meyakini bahwasannya dengan adanya beraneka macam filsafat sebenarnya maksud dan tujuan tersebut adalah sama yaitu untuk menuju suatu kebenaran yang hakiki.

Hal ini terlihat jelas, dari usaha al-Farabi dalam menggabungkan pemikiran-pemikiran Aristoteles dengan pemikiran Plato yang berlandaskan pada interpretasi batin tertuang dalam kitabnya yang berjudul Al-Jam’u baina Ra’yai Al-Hakimain atau Penggabungan Pikiran Kedua Filsuf, Plato dan Aristoteles.

3. Keteladanan dalam keseharian hidupnya yang senantiasa bersikap zuhud dan qanaah

NeOldu.com
NeOldu.com

Dinobatkan menjadi ulama istana membuat perilaku hidup Al-Farabi justru jauh dari kemewahan dan kemegahan kesultanan. Ia diberikan tunjangan yang besar oleh Saif Ad-Daulah Al-Hamdani, Sultan Dinasti Hamdan di Allepo, tetapi Al-Farabi menolaknya. Ia lebih tetap memilih hidup sederhana hal ini terlihat sebagaimana layaknya para sufi kebanyakan, bahwa ia juga menjalani hidupnya tersebut sering menghabiskan waktu untuk mendekatkan diri kepada Allah dan menjauhi kemewahan dunia.

Dalam setiap harinya, ia hanya memerlukan empat dirham untuk sekadar memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Sisa tunjangan yang dimilikinya tersebut diberikan kepada para fakir miskin di sekitar Aleppo dan Damaskus.

Selain itu, dalam kesehariannya ia lebih menghabiskan waktu untuk mendapatkan banyak ilmu-ilmu pengetahuan ketimbang mencari kenikmatan duniawi.

Sungguh, pesan moral kepada kita semua untuk tidak mencintai harta terlalu berlebihan dan selalu berbagi kepada siapa pun itu, serta mempergunakan waktu yang telah diberikan oleh-Nya sebaik mungkin misalnya dengan jalan yang ditempuh oleh Al-Farabi tidak pernah letih dalam menuntut ilmu.

4. Tak hanya dikenal sebagai seorang filsuf, ia juga dikenal sebagai musikus

iss-foundation.com
iss-foundation.com

Selain seorang ilmuwan, Al-Farabi juga pandai dalam bidang musik. Dilihat dari keahliannya dalam memainkan sejumlah alat musik, ia juga menciptakan beragam instrumen musik dan sistem nada Arab yang hingga kini masih digunakan pada musik Arab.

Ia juga menulis Kitab Al-Musiqa Al-Kabiir atau The Great Book of Music, sebuah buku yang mengupas lengkap tentang teori-teori musik. Tak hanya itu, beliau juga merupakan seorang penemu dua alat musik yaitu qanun dan rabab.

Bagi dirinya, musik juga menjadi sebuah alat terapi karena musik dapat menenangkan batin, mendatangkan perasaan nyaman, menyembuhkan penyakit psikomatik yaitu suatu gangguan ketika pikiran memperdaya tubuh sehingga berakibat munculnya keluhan fisik, mampu membangkitkan spiritualitas, dan bagi para pendengarnya mereka  berhasil dibuat tertawa, menangis, bahkan hingga tertidur atas alunan musik indah yang dimainkan oleh dirinya.

5. Menguasai 70 bahasa sekaligus

twesco.org
twesco.org

Sedari kecil, Al-Farabi sangat gemar belajar dan mempunyai kemampuan bahasa yang luar biasa. Ada yang mengatakan bahwa Al-Farabi dapat berbicara dalam tujuh puluh macam bahasa, namun beliau hanya aktif menggunakan empat bahasa sekaligus sebut saja seperti bahasa Arab, Persia, Turki, dan Kurdi.

Setelah mengunjungi Baghdad, ia sendiri mengatakan bahwa ia belajar ilmu nahwu (tata bahasa Arab) pada Abu Bakaar As-Sarraj sebagai imbalan pelajaran logika yang diberikan oleh al-Farabi kepadanya.

Tak hanya itu, al-Farabi sangat luas pengetahuannya berkat berbagai macam bahasa yang dikuasainya dan ketekunannya dalam mencari sebuah ilmu pengetahuan. Hal ini dapat dilihat dari ilmu yang didalaminya tersebut seperti ilmu-ilmu bahasa, matematika, kimia, musik, ilmu alam, ketuhanan, fiqh, mantik, astronomi, dan kemiliteran.

6. Pemikiran politik Al-Farabi

afi.unida.gontor.ac.id
afi.unida.gontor.ac.id

Karyanya yang paling terkenal adalah Al-Madinah al-Fadilah (Kota atau Negara Utama) yang membahas pencapaian kebahagiaan melalui kehidupan politik yang baik. Seorang pemimpin dalam memerintah negaranya tersebut haruslah mempunyai pengetahuan yang dalam, keterampilan yang tidak kebanyakan orang lain miliki, dan harus bersifat bijaksana.

Seorang pemimpin dengan sadar menggunakan akal mereka (al-Aql al-Mukawwin) untuk menghindari adanya kebijakan yang pada akhirnya justru menyusahkan masyarakat itu sendiri. Adapun tipologi pemimpin dalam suatu negara menurut beliau adalah filsuf, raja, dan nabi. Mereka dianggap pantas untuk mengemban amanah memegang kendali atas negerinya tersebut.

Negara yang makmur menurut Al-Farabi adalah warga masyarakatnya merasa bahagia terhadap kepemimpinan yang diatur dalam sebuah negara. Hal ini sesuai dengan pesan dari Al-Farabi bahwasannya adalah jadilah warga negara yang baik agar kehidupan kita menjadi lebih baik.

Namun, juga diperlukan pemimpin yang bersifat bijak dalam menentukan kebijakan untuk para warganya yang akan mengarahkan pada kebahagiaan warganya karena tentunya akan memperbesar pula peradaban dan kemajuan di suatu negara.

Konsep negara yang ideal menurut Al-Farabi adalah diibaratkan seperti anggota tubuh manusia yang sehat dan lengkap supaya dapat tercapai suatu kemaslahatan bagi negara tersebut.

Begitu banyak sekali pelajaran dan hikmah yang dapat dipetik dari mulai pemikirannya hingga penjabarannya dalam kehidupan sehari-hari. Semoga kita dapat meneladani sikap-sikap gigih Al-Farabi tersebut.

Salah satu pesan dari Al-Farabi yang begitu menyenjukkan adalah “An art, which has an aim to achieve the beauty, is called a philosophy or in the absolute sense it is named wisdom”.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Arifina Budi A.
EditorArifina Budi A.
Follow Us