Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Fakta Sejarah Kamera di Indonesia, Seberapa Kamu Tahu?

musyawarah di luar ruangan (digitalcollections.universiteitleiden.nl/Ministerie van Voorlichting Oost-Indonesië)
musyawarah di luar ruangan (digitalcollections.universiteitleiden.nl/Ministerie van Voorlichting Oost-Indonesië)

Perkembangan teknologi kamera saat ini sangat masif. Bahkan, saat ini hampir setiap orang mampu mengoperasikan perangkat kecil tersebut yang mampu mereplika kenyataan dengan sangat presisi ke dalam perangkat teknologi bernama kamera.

Sejak kamera mulai diperkenalkan kepada publik pada tahun 1839 di Prancis oleh Loius Jacques Mande Daguerre, teknologi tersebut terus bertransformasi dan menyebar ke berbagai penjuru wilayah dunia. Teknologi awal kamera dikenal dengan nama Dagguereotype, yang merupakan hasil eksperimen Louis Jacques Mande Daguerre dengan Nicephore Niepce.

Lalu, kapan kamera masuk ke Indonesia? Inilah fakta sejarah kamera di Indonesia!

1. Kamera, Pengetahuan dan Ekspedisi

Kamera Kodak yang sedang digenggam (Pexels.com/Jules Amé)
Kamera Kodak yang sedang digenggam (Pexels.com/Jules Amé)

Tahun 1841 kamera dibawa ke Indonesia atau dulu lebih di kenal Nusantara oleh seorang petugas kesehatan Belanda, yaitu Jurriaan Munnich (1817-1865). Pada periode itu, kamera masih berukuran besar dan tidak seringkas saat ini, jadi kebayang kan gimana ribetnya para fotografer pada saat itu.

Tujuan pertama kamera digunakan oleh Pemerintah Kolonial Hindia-Belanda adalah untuk mendokumentasikan wilayah-wilayah di daerah jajahan. Nah, hal ini juga seiring dengan perkembangan ilmu arkeologi dan antropologi, maka dari itu kehadiran kamera memberikan banyak keuntungan untuk para peneliti dalam melakukan penelitian.

Jurriaan Munnich saat itu mendapat tugas dari Gubernur Jendral untuk melakukan perjalanan ke wilayah-wilayah di Jawa Tengah untuk memotret kehidupan masyarakat serta objek-objek tumbuhan. Namun, sayangnya foto-foto yang dihasilkan gagal dikarenakan perbedaan cuaca antara Belanda dan Indonesia. Hanya satu foto yang dianggap berhasil, itu pun dengan waktu pencahayaan 26 menit (Faber, 1988:16). Lama ya, bisa sambil minum kopi.

2. Fotografer Pribumi Pertama

Kolom Penetapan Pembubuhan Nama Cephas (Nederlandsche Staats-Courant, 23 Agustus 1889 No 198:3)
Kolom Penetapan Pembubuhan Nama Cephas (Nederlandsche Staats-Courant, 23 Agustus 1889 No 198:3)

Pribumi pertama yang mampu mengaplikasikan kamera adalah Kassian Cephas (1844-1912). Cephas mendapat tugas dari Isaac Groneman yang merupakan seorang dokter. Keduanya mendapatkan kepercayaan untuk mendokumentasikan kegiatan seremoni Keraton Yogyakarta (Faber, 1988:23)

Pada waktu itu tidak semua orang mampu memiliki akses terhadap kamera karena harga yang tinggi. Nah, Cephas dapat keberuntungan karena diangkat oleh keluarga Belanda. Nama belakang Cephas merupakan nama keluarga angkatnya yang tercantum di dalam Nederlandsche Staats-Courant, yang merupakan koran berbahasa Belanda pada tahun 1889.

3. Teknologi Kamera

Kamera Daguerreotype (commons.wikimedia.org)
Kamera Daguerreotype (commons.wikimedia.org)

Perkembangan teknologi kamera pada periode ini tidak masif dan tidak seringkas perangkat kamera sekarang, yang dapat kita genggam dengan satu tangan. Ukuran kamera yang digunakan oleh para fotografer cukup besar dan belum menggunakan teknologi klise. Ukuran yang besar juga menyulitkan para fotografer, maka dari itu hasil fotonya pun cenderung statis karena perangkat yang digunakan sangatlah rigid.

4. Bisnis Studio Foto

Sekumpulan anak-anak di halaman rumah (digitalcollections.universiteitleiden.nl/Centre Photo-Studio)
Sekumpulan anak-anak di halaman rumah (digitalcollections.universiteitleiden.nl/Centre Photo-Studio)

Perkembangan teknologi kamera memberi peluang untuk para pengusaha, salah satunya dengan membuka bisnis studio foto. Peluang ini kemudian digunakan oleh dua kakak beradik, yaitu Woodbury & Page yang juga membubuhkan namanya menjadi nama studio milik mereka di Batavia (Jakarta) (Faber, 1988:53-54). Berdirinya studio foto itu, membuka jalan untuk para pebisnis yang kemudian turut membuka studio-studio foto di berbagai wilayah Indonesia.

5. Produk studio foto

Seorang pria sedang melihat album foto (Pexels.com/Ron Lach)
Seorang pria sedang melihat album foto (Pexels.com/Ron Lach)

Produk yang dihasilkan dari studio foto dikenal dengan istilah kabinetfoto. Biasanya, hasil foto-foto tersebut mereka kirimkan kepada sanak saudara di Belanda sebagai bentuk kenang-kenangan. Produk tersebut berukuran sekitar 11 x 16 cm.

Produk lain adalah cartes de visites, produk foto yang berukuran seperti kartu pos yang merupakan hasil dari foto-foto ketika melakukan ekspedisi-ekspedisi yang berisi sekumpulan foto seri suatu wilayah atau adat istiadat suatu daerah.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Bayu D. Wicaksono
Bayu Aditya Suryanto
Bayu D. Wicaksono
EditorBayu D. Wicaksono
Follow Us