Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Fakta Rhyothemis Resplendens, Capung Paling Mempesona di Dunia Air

Rhyothemis resplendens
rhyothemis resplendens (inaturalist.org/Graham Winterflood)
Intinya sih...
  • Sayapnya bisa memantulkan cahaya seperti cermin
  • Hanya terlihat di air yang jernih dan alami
  • Sayapnya memiliki struktur nano yang kompleks
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Di antara ribuan spesies capung di dunia, Rhyothemis resplendens menonjol karena keindahan sayapnya yang berkilau seperti kaca patri. Capung ini sering disebut sebagai capung cermin biru karena efek metaliknya yang berubah warna tergantung pada arah cahaya. Keunikan warnanya bukan berasal dari pigmen, melainkan dari struktur mikroskopis di sayapnya yang memantulkan cahaya secara ajaib.

Capung ini hidup di daerah tropis seperti Australia utara, Papua Nugini, hingga Asia Tenggara. Mereka dapat ditemukan di sekitar rawa, kolam, dan danau dangkal dengan vegetasi hebat. Yuk kita simak 5 fakta menarik capung dengan sayap indah ini!

1. Sayapnya bisa memantulkan cahaya seperti cermin

Rhyothemis resplendens
rhyothemis resplendens (inaturalist.org/Graham Winterflood)

Sayap Rhyothemis resplendens menampilkan warna biru metalik hingga unggu keemasan yang berubah-ubah tergantung sudut pandang. Mengutip Journal of the Royal Society Interface, fenomena ini disebut iridescence, di mana struktur mikroskopis di permukaan sayap memantulkan cahaya dengan panjang gelombang berbeda. Efek ini membuat capung tampak bersinar seperti kaca patri yang hidup.

Tidak ada pigmen biru di dalam sayapnya; semua warna yang terlihat merupakan hasil pantulan optik murni. Prinsip ini bahkan menginspirasi penelitian dalam desain material reflektif dan teknologi anti-pudar di dunia sains modern. Struktur warna alami ini dianggap lebih efisien dibandingkan pewarna sintetis, sehingga menjadi acuan dalam pengembangan material ramah lingkungan.

2. Hanya terlihat di air yang jernih dan alami

Rhyothemis resplendens
rhyothemis resplendens (inaturalist.org/nettient)

Capung ini sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan, terutama kualitas air. Mereka hanya berkembang biak di perairan yang bersih, dangkal, dan penuh tumbuhan air alami. Karena itu, kehadiran Rhyothemis resplendens sering dianggap sebagai indikator ekosistem yang sehat.

Para peneliti menemukan bahwa populasi capung ini menurun di area yang terpapar polusi atau urbanisasi berat. Fenomena tersebut membuatnya menjadi salah satu spesies penting dalam penelitian bioindikator kualitas air di kawasan tropis. Studi lapangan yang dilakukan oleh CSIRO – Australian National Insect Collection juga mencatat bahwa keberadaan spesies ini sering digunakan untuk memantau tingkat kesehatan ekosistem perairan di Australia dan Asia Tenggara.

3. Sayapnya memiliki struktur nano yang kompleks

Rhyothemis resplendens
rhyothemis resplendens (inaturalist.org/Lindsay Popple)

Di bawah mikroskop elektron, sayap Rhyothemis resplendens terlihat seperti hamparan kristal mikro yang tersusun rapi. Lapisan nanostruktur ini berfungsi seperti prisma, memecah cahaya putih menjadi spektrum warna yang berbeda. Struktur optik ini serupa dengan efek yang ditemukan pada kupu-kupu Morpho, namun jauh lebih halus dan transparan.

Para ilmuwan dari University of Queensland menemukan bahwa pola ini juga memperkuat sayap tanpa menambah beratnya, menjadikannya contoh luar biasa dari desain biologis efisien di dunia serangga. Temuan serupa dijelaskan dalam riset yang diterbitkan oleh Science Advances, yang meneliti bagaimana struktur nano pada serangga menghasilkan kekuatan dan warna optik alami tanpa pigmen.

4. Mampu terbang dengan stabil meski sayapnya tipis

Rhyothemis resplendens
rhyothemis resplendens (inaturalist.org/Cheongweei Gan)

Meskipun memiliki sayap yang tampak rapuh dan transparan, Rhyothemis resplendens memiliki kemampuan terbang luar biasa stabil. Gerekan empat sayapnya bekerja secara independen, memungkinkan manuver cepat bahkan di tengah angin kencang. Pola terbang ini menjadikannya salah satu capung paling lincah di lingkungannya.

PubMed Central menginformasikan bahwa bentuk sayapnya menciptakan pusaran udara kecil yang membantu menjaga keseimbangan. Struktur unik ini juga memungkinkan mereka menghemat energi saat melayang dalam waktu lama. Kemampuan tersebut menjadi inspirasi bagi penelitian desain drone ringan dan robot terbang mini.

5. Dikenal sebagai capung permata di Asia Pasifik

Rhyothemis resplendens
rhyothemis resplendens (inaturalist.org/Graham Winterflood)

Di beberapa daerah, Rhyothemis resplendens sering dijuluki “Sapphire Flutterer” atau "capung permata" karena warna sayapnya menyerupai batu safir yang berkilau di bawah sinar matahari. Warna biru metaliknya tidak pernah benar-benar sama di setiap individu, tergantung sudut cahaya dan kondisi udara. Capung ini sering dijadikan simbol keindahan dan keseimbangan alam di budaya setempat.

Bahkan di Australia dan Papua Nugini, capung ini menjadi ikon bagi konservasi lahan basah tropis. Pesonanya bukan hanya keindahan, tetapi juga pengingat betapa rentannya keanekaragaman hayati di wilayah air tawar dunia tropis. Kehadirannya sering digunakan dalam kampanye lingkungan untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya menjaga ekosistem alami.

Rhyothemis resplendens membuktikan bahwa sains dan keindahan sering bertemu di tempat tak terduga—di sayap seekor capung kecil. Dari struktur nano hingga penerbangan aerodinamisnya, setiap detail menunjukkan kecanggihan evolusi alam. Melalui capung ini, kita diingatkan bahwa pesona dunia air bukan hanya tentang warna dan bentuk, tetapi juga tentang harmoni antara kehidupan dan lingkungan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ane Hukrisna
EditorAne Hukrisna
Follow Us

Latest in Science

See More

5 Fakta Golden Pheasant, Burung Emas dari Tiongkok yang Bikin Kagum

06 Nov 2025, 21:49 WIBScience