5 Fakta Kekaisaran Romawi Suci, Hancur di Tangan Napoleon Bonaparte!

- Kekaisaran Romawi Suci berdiri setelah Paus Leo III memberikan gelar "Kaisar Romawi" kepada Charlemagne pada tahun 800.
- Pasca sepeninggal Charlemagne, Kekaisaran Romawi Suci dipimpin oleh Otto I dan Dinasti Sali, mengalami konflik dengan Paus Gregorius VII, dan berganti kepemimpinan hingga akhirnya runtuh pada 1806.
- Kekaisaran Romawi Suci memengaruhi pembentukan sejarah Eropa, menganut sistem sentralisasi hingga desentralisasi, serta terlibat dalam Perang Katholik-Protestan yang mengakibatkan keruntuhan pada 1806.
Sejarah Eropa tidak pernah terlepas dari pengaruh peradaban Romawi. Meskipun Romawi Barat telah runtuh sejak tahun 476 dan tergantikan oleh beberapa kerajaan dari bangsa Jerman, sisa-sisa peradaban Romawi masih tetap ada dalam bentuk baru yaitu Kekaisaran Romawi Suci.
Dikutip dari Britannica, berdirinya Kekaisaran Romawi Suci bermula dari pemberian gelar "Kaisar Romawi" oleh Paus Leo III kepada Charlemagne, penguasa Kerajaan Franka di tahun 800. Meski demikian, Kekaisaran Romawi Suci sebenarnya baru benar-benar berdiri sebagai sebuah kerajaan setelah lebih dari 100 tahun pasca sepeninggal Charlemagne.
Kekaisaran Romawi Suci memegang peranan penting dalam pembentukan sejarah Eropa dan perkembangan agama Kristen. Mari kita simak beberapa fakta menarik seputar perjalanan Kekaisaran Romawi Suci!
1. Pusat Kekaisaran Romawi Suci berpindah dari Kerajaan Franka ke Kerajaan Jerman

Pasca sepeninggal Charlemagne, Kerajaan Franka terbagi menjadi tiga wilayah yaitu Kerajaan Franka Barat, Kerajaan Franka Tengah dan Kerajaan Franka Timur. Kerajaan Franka Timur kemudian berubah menjadi Kerajaan Jerman dan di sisi lain, gelar "Kaisar Romawi" disepakati sebagai milik penguasa Kerajaan Franka Tengah.
Akan tetapi, dalam perjalanannya, Kerajaan Franka Tengah mengalami ketidakstabilan politik dan menyebabkan kekosongan pemegang gelar "Kaisar Romawi". Di tengah situasi yang tak menentu, Otto I yang merupakan penguasa Kerajaan Jerman, datang dengan pasukannya untuk membantu menstabilkan sebagian wilayah Franka Tengah.
Atas jasanya tersebut, Otto I dianugerahi gelar "Kaisar Romawi Suci" oleh Paus, sekaligus menandai berpindahnya pusat pemerintahan Romawi Suci ke Kerajaan Jerman. Oleh banyak ahli sejarah, peristiwa yang terjadi di tahun 962 Masehi ini, disebut sebagai titik awal berdirinya Kekaisaran Romawi Suci, dikutip dari World History Encyclopedia.
2. Kekaisaran Romawi Suci pernah berkonflik dengan Paus

Memasuki tahun 1024 Masehi, Kekaisaran Romawi Suci mulai dipimpin oleh Dinasti Sali. Salah satu raja dari Dinasti Sali, Henry IV, pernah terlibat konflik dengan Paus Gregorius VII.
Konflik tersebut bermula dari keputusan Paus untuk dapat mengangkat serta memberhentikan uskup dan kepala biarawan secara mutlak. Henry IV yang tidak setuju dengan besarnya otoritas gereja terhadap negara, lantas menolak keputusan tersebut.
Paus Gregorius VII merespon tindakan Henry IV dengan mengucilkannya dan berujung kehilangan simpati dari para pendukungnya. Meski Henry IV sempat memohon pengampunan Paus, konflik tetap berlanjut dan membuat Paus Gregorius VII meninggal dalam pengasingan.
Setelah konflik yang berkepanjangan, pada 1122, muncul kesepakatan antara Paus Calixtus II dan Kaisar Henry V yang tertuang dalam Concordat of Worms. Kesepakatan tersebut menghasilkan pembagian otoritas kekuasaan antara gereja dan kerajaan terkait pemilihan uskup dan kepala biarawan, dikutip dari Britannica.
3. Sistem politik Kekaisaran Romawi Suci terus mengalami pergantian
Sejak pemerintahan Otto I hingga Dinasti Sali, Kekaisaran Romawi Suci menganut sistem sentralisasi. Bentuk pemerintahan ini pun berlanjut hingga era Dinasti Staufer yang dimulai pada 1155 Masehi.
Wilayah Romawi Suci mengalami perluasan di masa Dinasti Staufer yang meliputi kawasan selatan Denmark hingga Pulau Sisilia. Raja pertama dari Dinasti Staufer, yaitu Frederick Barbarossa, juga dikenal akan kontribusinya pada masa Perang Salib II dan III.
Setelah era Dinasti Staufer berakhir, konsep sentralisasi dan aristokrasi feodal mulai bergeser menuju desentralisasi serta kemunculan kaum burgher atau kaum menengah yang didominasi para pengusaha. Meski begitu, kaisar tetap dipilih melalui Imperial College yang beranggotakan beberapa uskup dan pimpinan wilayah.
Keberadaan kaum burgher membuat perekonomian beberapa wilayah maritim seperti Genoa, Venesia dan Pisa mengalami kemajuan. Perlahan, kawasan-kawasan tersebut mulai memisahkan diri dari Kekaisaran Romawi Suci.
Pemegang kekuasaan Romawi Suci terus berganti dari satu dinasti ke dinasti lainnya. Memasuki tahun 1415 Masehi, Dinasti Habsburgs dari Austria menjadi penguasa Romawi Suci sampai akhir kejayaan kerajaan tersebut, dikutip dari World History Encyclopedia.
4. Reformasi Protestan membuat situasi Kekaisaran Romawi Suci nyaris di ambang kehancuran

Pada tahun 1517, seorang biarawan asal Wittenberg-Jerman bernama Martin Luther, mempublikasikan tulisannya yang dikenal dengan nama 95 Theses. Tulisan tersebut berisi argumen-argumen Luther mengenai praktik indulgensi atau penghapusan dosa yang kerap ditemui di institusi Gereja Katholik.
Sebelum Martin Luther, sebenarnya sudah ada beberapa tokoh yang mengkritisi kasus korupsi di gereja. Akan tetapi, tidak ada yang menggugat dari sisi doktrin teologis seperti yang dilakukan Martin Luther.
Dikutip dari World Atlas, Luther menolak praktik penebusan dosa dan berpendapat bahwa hubungan antara manusia dengan Tuhan bersifat personal. Menurutnya, Pastor atau bahkan Paus sekalipun tidak bisa bertindak sebagai "jembatan" dalam hubungan manusia dan Tuhan.
Apa yang diyakini oleh Luther dengan cepat menyebar ke berbagai tempat di Eropa. Memasuki pertengahan abad 16, wilayah Eropa Barat, Utara dan Timur mulai didominasi paham Lutheranisme.
Perbedaan keyakinan agama tersebut perlahan mulai mengguncang kestabilan politik di Kekaisaran Romawi Suci. Perang 30 tahun yang melibatkan berbagai pihak di Eropa pun terjadi sebagai bagian dari konflik Katholik-Protestan.
Perjanjian Westphalia menjadi akhir dari Perang 30 tahun sekaligus Reformasi Protestan. Kekaisaran Romawi Suci tetap dipimpin oleh Dinasti Habsburg tetapi wilayah kekuasaannya hanya tersisa Austria, Hungaria dan Bohemia, dikutip dari World History Encyclopedia.
5. Akhir Kekaisaran Romawi Suci berada di tangan Prussia dan Napoleon Bonaparte

Prussia, atau Borussia dalam bahasa Latin, merupakan sebuah kawasan di Jerman yang saat ini dikenal dengan nama Brandenburg. Wilayah ini semula berstatus negara bagian dari Kekaisaran Romawi Suci sebelum pada 1701 Masehi, pemimpin kawasan tersebut yaitu Elector Frederick III mengubah status Prussia menjadi Kerajaan Prussia. Elector Frederick III pun kemudian dikenal dengan nama Raja Frederick I.
Dikutip dari New World Encyclopedia, pada 1740, salah satu keturunan Frederick I yaitu Frederick II memimpin pasukan untuk menyerang kawasan Silesia yang merupakan pusat perekonomian Dinasti Habsburgs. Penguasaan Prussia atas Silesia membuat situasi Kekaisaran Romawi Suci semakin sulit.
Belum sempat bangkit dari serangan Kerajaan Prussia, Kekaisaran Romawi Suci di bawah pimpinan Francis II, harus kembali menghadapi pertempuran pada 1805 Masehi. Pasukan yang dipimpin Napoleon Bonaparte menyerang pusat pemerintahan Kekaisaran Romawi Suci dan sekaligus memaksa keruntuhan kerajaan tersebut secara resmi pada 1806, dikutip dari World Atlas.
Dalam kurun waktu 1000 tahun, Kekaisaran Romawi Suci telah menjadi pemerintahan yang menyatukan bangsa-bangsa Eropa dalam satu agama yaitu Kristen. Dikutip dari World Atlas, kehancuran Romawi Suci terasa di depan mata ketika kaum Nasionalis seperti Napoleon Bonaparte telah memulai pergerakannya di abad 19.