7 Monyet dari Genus Macaca yang Populasinya Terancam Punah

Monyet dare (Macaca maura) merupakan salah satu spesies makaka yang berstatus hewan endemik Pulau Sulawesi. Kawasan hutan karst di Sulawesi Selatan adalah habitat utama monyet dare. Meski begitu, monyet dare juga bisa ditemukan di hutan dataran rendah, padang rumput, maupun dekat area pemukiman.

Dikutip dari Animalia, ciri khas monyet dare terletak pada rambut tubuhnya yang berwarna hitam dan warna merah muda di bagian kulit punggung bawahnya. Sebagai hewan omnivora, monyet dare memiliki preferensi makanan yang sangat bervariasi seperti tunas bambu, buah ara, tumbuhan serealia, juga invertebrata kecil.

Menurut data dari IUCN, populasi monyet dare mengalami tren penurunan dan diperkirakan terdapat kurang dari 10 ribu individu. Monyet dare kerap ditangkap untuk dijadikan hewan peliharaan ataupun diracun karena dianggap sebagai hama perkebunan. Selain itu, kegiatan penambangan pasir di ekosistem karst semakin mempersempit ketersediaan habitat monyet dare.

Makaka ekor singa (Macaca silenus) adalah salah satu satwa endemik dari kawasan Western Ghat, India. Nama hewan ini berasal dari bentuk ekornya yang panjang dan menebal di bagian ujungnya sehingga mirip seperti ekor singa. Selain rambut tubuhnya yang berwarna hitam, makaka ekor singa juga dapat dikenali dari keberadaan rambut abu-abu di sekitar wajahnya.

Makaka ekor singa hidup dalam kawanan yang terdiri dari 10–20 individu dengan salah satu jantan sebagai alpha male. Mengutip dari Animal Diversity, makaka ekor singa jantan punya kebiasaan unik yang membedakannya dari spesies makaka lainnya yaitu menandai teritorinya dengan membuat suara-suara keras.

Ancaman terbesar makaka ekor singa berasal dari degradasi habitat yang disebabkan alih fungsi lahan hutan menjadi kawasan industri perkebunan. Selain itu, makaka ekor singa juga kerap menjadi sasaran perburuan liar untuk perdagangan hewan peliharaan. Saat ini diperkirakan terdapat kurang dari 2500 individu dewasa di alam liar menurut IUCN.

Makaka barbaria (Macaca sylvanus) adalah satu-satunya jenis makaka yang tidak hidup di Benua Asia melainkan Afrika Utara. Menurut New England Primate Conservancy, Kawasan Pegunungan Atlas di Maroko dan Aljazair merupakan habitat alami makaka barbaria.

Makaka barbaria dapat dikenali dari rambut tubuhnya yang berwarna kuning kecokelatan, tebal, dan menutupi seluruh bagian tubuhnya. Berbeda dengan jenis makaka lainnya, individu jantan dari makaka barbaria kerap ikut serta dalam mengasuh anak-anaknya.

Aktivitas penebangan liar serta alih fungsi lahan hutan menjadi kawasan perkebunan dan peternakan merupakan penyebab utama rusaknya habitat makaka barbaria. Diperkiraan terdapat 5000 individu makaka barbaria di kawasan Pegunungan Atlas Tengah menurut IUCN.

Monyet toque (Macaca sinica) atau rilawa merupakan primata endemik Sri Lanka. Populasinya tersebar di berbagai ekosistem hutan, rawa, pesisir, juga kawasan pertanian.

Mengutip dari Animal Diversity, Monyet toque memiliki rata-rata berat tubuh 4,2 kilogram dan panjang tubuh 44,8 cm sehingga menjadikannya sebagai spesies makaka terkecil. Monyet toque termasuk salah satu jenis makaka arboreal atau lebih banyak menghabiskan waktunya di pepohonan.

Meski belum ada data terbaru mengenai ukuran populasi monyet toque, IUCN mengelompokkan spesies ini ke dalam kategori endangered. Monyet toque menghadapi ancaman nyata berupa kerusakan habitat. Menurut New England Primate Conservancy, lebih dari separuh area hutan di Sri Lanka telah beralih fungsi menjadi lahan perkebunan teh dalam kurun 50 tahun terakhir.

Sesuai namanya, makaka arunachal (Macaca munzala) adalah spesies makaka yang berasal dari Arunachal Pradesh, India. Makaka arunachal biasanya menghuni hutan temperata di ketinggian 2000 sampai 3500 meter. Meski begitu, makaka arunachal juga bisa ditemukan di dekat kawasan perkebunan.

Dikutip dari Animal Diversity, ciri khas makaka arunachal terletak pada ekornya yang pendek serta corak kekuningan di bagian dahinya. Makaka arunachal lebih kerap menghabiskan siang hari di tanah dan beristirahat di pepohonan saat malam tiba.

Meski tidak menghadapi ancaman kerusakan habitat, makaka arunachal kerap menjadi sasaran penangkapan oleh warga setempat karena dianggap merusak tanaman perkebunan. Saat ini diperkirakan terdapat kurang dari 250 individu dewasa makaka arunachal di habitat aslinya menurut IUCN.

Beruk mentawai (Macaca pagensis) merupakan salah satu primata endemik Indonesia, tepatnya dari Pulau Mentawai. Hutan tropis dan hutan bakau di Pulau Mentawai menjadi habitat favorit beruk mentawai.

Beruk mentawai menghabiskan sebagian besar waktunya di atas pohon. Dikutip dari Animalia, hewan ini kerap berburu buah fig di ketinggian 24–36 meter dan dapat naik sampai 45 meter untuk beristirahat. Uniknya, beruk mentawai punya kebiasaan menyantap makanan bersama dengan kawanan langur mentawai.

Populasi beruk mentawai diperkirakan kurang dari 2500 individu dewasa. Salah satu faktor utama penurunan populasi beruk mentawai terjadi akibat konversi hutan menjadi perkebunan kelapa sawit dan penebangan kayu hutan. Selain itu, perburuan beruk mentawai juga masih kerap terjadi di kalangan para petani.

Selain monyet dare, Pulau Sulawesi juga menjadi rumah bagi primata endemik lainnya yaitu monyet hitam sulawesi (Macaca nigra). Populasi monyet hitam sulawesi kerap ditemukan di hutan tropis dataran rendah maupun hutan pegunungan di bagian timur laut Pulau Sulawesi.

Monyet hitam sulawesi dikenal dengan badannya yang besar serta rambut tubuh dan kulit wajahnya yang berwarna hitam. Dibandingkan seluruh jenis makaka, monyet hitam sulawesi hidup dalam kawanan dengan jumlah anggota terbanyak yaitu sekitar 50–97 individu.

Menurut Animal Diversity, dalam kurun waktu 40 tahun terakhir, populasi monyet hitam sulawesi telah berkurang hingga 80 persen. Deforestasi lahan hutan untuk kayu bakar, bahan bangunan, ataupun konversi ke lahan pertanian merupakan ancaman terbesar yang dihadapi monyet hitam sulawesi.

Sebagian besar ancaman kepunahan yang dihadapi spesies makaka di atas terjadi akibat hilangnya kawasan hutan sebagai habitat utamanya. Ketika habitat utamanya hilang, makaka akan menuju area perkebunan untuk mencari makanan dan tempat tinggal. Situasi ini membuat populasi makaka semakin rentan menjadi korban perburuan ataupun penjualan satwa ilegal.