Sumber Referensi :
Widmer, R. J., Flammer, A. J., Lerman, L. O., & Lerman, A. (2015). The Mediterranean diet, its components, and cardiovascular disease. The American journal of medicine, 128(3), 229-238.
Siervo, M., Shannon, O. M., Llewellyn, D. J., Stephan, B. C., & Fontana, L. (2021). Mediterranean diet and cognitive function: From methodology to mechanisms of action. Free Radical Biology and Medicine, 176, 105-117.
Zheng, X., Zhang, W., Wan, X., Lv, X., Lin, P., Si, S., ... & Cao, Y. (2024). The effects of Mediterranean diet on cardiovascular risk factors, glycemic control and weight loss in patients with type 2 diabetes: a meta-analysis. BMC nutrition, 10(1), 59.
Guasch‐Ferré, M., & Willett, W. C. (2021). The Mediterranean diet and health: a comprehensive overview. Journal of internal medicine, 290(3), 549-566.
Olsen, A., Egeberg, R., Halkjær, J., Christensen, J., Overvad, K., & Tjønneland, A. (2011). Healthy aspects of the nordic Diet are related to lower total Mortality1, 2. The Journal of nutrition, 141(4), 639-644.
Imai, T., Miyamoto, K., Sezaki, A., Kawase, F., Shirai, Y., Abe, C., ... & Shimokata, H. (2019). Traditional Japanese diet score—association with obesity, incidence of ischemic heart disease, and healthy life expectancy in a global comparative study. The Journal of nutrition, health and aging, 23(8), 717-724.
Christ, A., Lauterbach, M., & Latz, E. (2019). Western diet and the immune system: an inflammatory connection. Immunity, 51(5), 794-811.
Statovci, D., Aguilera, M., MacSharry, J., & Melgar, S. (2017). The impact of western diet and nutrients on the microbiota and immune response at mucosal interfaces. Frontiers in immunology, 8, 838.
Payyappallimana, U., & Venkatasubramanian, P. (2016). Exploring ayurvedic knowledge on food and health for providing innovative solutions to contemporary healthcare. Frontiers in public health, 4, 57.
6 Pola Makan Kuno yang Ternyata Dinilai Sehat menurut Sains Modern

- Diet tradisional Mediterania berkaitan dengan penurunan risiko penyakit jantung, diabetes tipe 2, dan kemunduran fungsi kognitif.
- Diet tradisional Nordik dikaitkan dengan penurunan kematian akibat berbagai sebab, penurunan berat badan, kadar kolesterol LDL, dan perbaikan sensitivitas insulin.
- Skor diet tradisional Jepang yang lebih tinggi dikaitkan dengan angka obesitas lebih rendah, penyakit jantung iskemik yang lebih rendah, serta usia harapan hidup yang lebih panjang.
Di zaman modern, kita sibuk menghitung kalori, mencoba tren diet baru, sampai minum suplemen mahal. Tapi, jauh sebelum istilah “clean eating” atau “whole food” populer, leluhur kita sudah terbiasa menikmati makanan segar dari alam dengan cara sederhana namun menyehatkan.
Menariknya, penelitian masa kini membuktikan kalau banyak kebiasaan kuno itu memang punya dasar ilmiah kuat. Banyak pola lama yang dinilai memberi manfaat bagi tubuh, mulai dari menjaga metabolisme hingga memperpanjang usia. Nah, berikut enam gaya makan warisan masa lampau yang kini diakui sains modern. Yuk, simak daftarnya!
1. Diet tradisional Mediterania

Pola makan ini berasal dari kawasan pesisir Mediterania, dengan dominasi sayur-buah, biji-bijian utuh, kacang-kacangan, ikan, sedikit daging merah, dan minyak zaitun sebagai lemak utama. Meta-analisis dan penelitian jangka panjang menunjukkan bahwa diet Mediterania berkaitan dengan penurunan risiko penyakit jantung, diabetes tipe 2, dan kemunduran fungsi kognitif (Widmer dkk., 2015; Siervo dkk., 2021; Zheng dkk., 2024).
Pada dasarnya, diet Mediterania mengajarkan keseimbangan dan konsumsi bahan alami yang tak berlebihan. Di masa kuno, ini bukan cuma soal makanan enak, tapi kehidupan sosial, berbagi meja, serta menghargai hasil alam yang turut menjadi bagian dari gaya hidup sehat.
2. Diet tradisional Nordik

Di wilayah Skandinavia dan sekitar Laut Baltik, pola makan tradisional mencakup ikan berlemak (salmon, haring), biji-bijian utuh (gandum rye, oatmeal), buah beri liar, sayuran akar, serta lemak sehat seperti minyak biji rapa. Sejumlah studi menunjukkan bahwa diet Nordik dikaitkan dengan penurunan kematian akibat berbagai sebab, penurunan berat badan, kadar kolesterol LDL, dan perbaikan sensitivitas insulin.
Selain itu, gaya makan kuno Nordik memiliki keunggulan: berbahan lokal, musiman, sederhana namun kaya nutrien. Dalam konteks kita sekarang, adaptasi dari pola ini bisa berarti lebih banyak ikan, sayuran akar, dan biji-bijian utuh yang menyehatkan sekaligus ramah lingkungan.
3. Diet tradisional Jepang (Washoku)

Pola makan Jepang tradisional, atau washoku, menekankan keseimbangan rasa, porsi, dan musim. Makanan utamanya terdiri dari ikan, sayur, rumput laut, tahu, sedikit daging merah, serta nasi sebagai sumber karbohidrat. Penelitian global menunjukkan bahwa skor diet tradisional Jepang yang lebih tinggi dikaitkan dengan angka obesitas lebih rendah, penyakit jantung iskemik yang lebih rendah, serta usia harapan hidup yang lebih panjang.
Contohnya: pola makan sehari-hari yang sangat memperhatikan porsi, kombinasi hidangan sederhana, dan praktik dalam “Hara hachi bun me” (makan sampai sekitar 80% kenyang) yang membantu menjaga berat badan dan kesehatan secara keseluruhan. Pola kuno Jepang punya filosofi bahwa makanan adalah bagian dari keseimbangan hidup.
4. Diet warisan Afrika (Heritage African Diet)

Sebuah penelitian baru-baru ini di kawasan Kilimanjaro, Tanzania menunjukkan bahwa pola makan warisan Afrika yang kaya sayuran, buah-buahan, kacang-kacangan, biji-bijian, hingga makanan fermentasi bisa menurunkan tanda-tanda inflamasi dalam tubuh dan memperbaiki profil metabolik hanya dalam dua minggu. Sebaliknya, bila digantikan dengan diet ala Barat (tinggi olahan, daging merah, gula rafinasi) terjadi peningkatan inflamasi serta penurunan respons imun.
Temuan ini mengingatkan bahwa pola kuno yang berbasis bahan segar dan nabati memiliki potensi besar bagi kesehatan modern. Walau riset masih terbatas, arah hasilnya sejalan dengan prinsip gizi modern: semakin dekat makanan dengan alam, semakin baik bagi tubuh.
5. Diet pemburu-peramu (adaptasi Paleo)

Meski istilah Paleo diet kini lebih dikenal sebagai tren modern, konsep dasarnya berakar dari cara makan manusia purba—mengandalkan makanan alami yang bisa diperoleh langsung dari alam: daging liar, ikan, sayur, buah, kacang, dan biji. Studi menunjukkan bahwa walaupun tidak semua klaimnya terbukti, ada bukti bahwa diet semacam ini bisa menurunkan kadar gula darah dan beberapa faktor risiko kardiovaskular.
Menariknya, manusia purba memiliki keragaman diet yang besar, bukan satu pola tunggal. Ini menunjukkan bahwa fleksibilitas dan bahan lokal juga penting. Maka, bukan soal meniru persis apa yang manusia purba makan, tapi mengambil nilai dari makanan yang sedikit olahan, lebih alami, serta sesuai dengan konteks kita sekarang.
6. Konsep Mitahara (tradisi kuno India)

Dalam tradisi kuno India, ada konsep Mitāhāra yang menekankan makanan bergizi, mudah dicerna, dan dikonsumsi dalam jumlah moderat sesuai kondisi tubuh, musim, serta kebiasaan individu. Walaupun tidak selalu diungkap sebagai pola makan modern, prinsip ini selaras dengan riset terbaru yang menunjukkan bahwa moderasi makan sangat penting untuk kesehatan metabolik dan pencegahan penyakit kronis. Dalam konteks kita hari ini, bisa diterjemahkan sebagai: makan dengan sadar, pilih bahan yang dekat dengan alam, dan hindari makan berlebihan karena ketersediaan atau kebiasaan.
Dari berbagai pola makan kuno di atas, kita bisa belajar bahwa kesehatan bukan hanya ditentukan oleh jenis makanan, tetapi juga oleh cara kita menghargainya. Setiap budaya memiliki kebijaksanaan sendiri dalam menjaga keseimbangan antara tubuh, alam, dan kebiasaan hidup. Mungkin, untuk menemukan makna sejati dari hidup yang sehat, kita perlu kembali memahami jejak sederhana para leluhur yang pernah hidup selaras dengan alam.

















