Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Times/Sukma Shakti

Indonesia merupakan negara yang memiliki beragam flora dan fauna. Diperkirakan spesies yang dimiliki negara ini untuk floranya saja mencapai delapan ribu spesies dan untuk satwanya sendiri mencapai angka dua ribu pada 1999. Sayangnya, kekayaan tersebut tak diikuti dengan sifat peduli dan merawat. Lewat penggundulan hutan serta perdagangan satwa liar, jumlah tersebut dapat berkurang dan bukan tidak mungkin memberikan kepunahan terhadap salah satu spesies.

Perdagangan satwa yang dilindungi begitu marak di Indonesia beberapa tahun belakangan ini. Untuk angka kasusnya masuk dalam peringkat kedua masalah pelanggaran konstitusi hukum setelah penggunaan dan penyebaran obat-obatan terlarang. Nilai transaksinya sendiri mencapai Rp4 milyar, hanya untuk di periode Agustus hingga Desember 2018 lalu. Inilah hal yang sangat dikhawatirkan oleh mereka yang mencintai lingkungannya.

Menilik kekhawatiran tersebut, pihak World Wildlife Fund (WWF) yang sedang mengampanyekan “Says No To Illegal Wildlife Trade” membuat ruang untuk diskusi terbuka di Universitas Airlangga Surabaya. Acara yang diadakan pada Sabtu lalu (16/2) mendatangkan beberapa pembicara dari berbagai golongan dan mendiskusikan bagaimana isu penyelundupan hewan-hewan yang dilindungi sedang merebak di Indonesia saat ini.

Earth Hour Surabaya/Chalimatus Sa'diyah

Salah satu narasumber yang hadir saat itu adalah Rosek Nurhasid, founder dari organisasi Profauna yang berfokus pada kehidupan satwa dan telah berdiri sejak 1993. Lewat diskusi dan obrolan singkat tersebut, IDN Times akhirnya mengetahui bagaimana perdagangan satwa liar telah berubah dan memiliki modus yang berbeda ketimbang beberapa dekade yang lalu.

1. Peminat berubah menjadi anak muda

IDN Times/Sukma Shakti

Semakin berkembangnya zaman, perdagangan satwa liar ternyata semakin diminati. Tidak hanya dicari oleh orang tua, satwa-satwa yang dilindungi tersebut malahan dikoleksi oleh para anak muda. Itu jauh berbeda dengan jaman dahulu yang mana para pembeli hewan langka ini adalah orang-orang lanjut usia berumur 60 tahun ke atas yang digunakan untuk mengisi waktu senggang.

2. Disinyalir karena kurangnya edukasi

Editorial Team

Tonton lebih seru di