Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

10 Sisi Gelap CAFO, Industri Peternakan Modern yang Diminati

peternakan sapi (pexels.com/Yan Krukau)
peternakan sapi (pexels.com/Yan Krukau)

Pernah membayangkan peternakan itu seperti apa? Mungkin kamu mengira kalau peternakan itu dipenuhi dengan sapi-sapi yang sedang merumput dan ayam-ayam yang sedang berlarian, yang diurus oleh peternak. Intinya, indah banget, deh, kalau dibayangin.

Kesan seperti ini memang sering dipromosikan oleh merek-merek dalam iklan, logo, dan kemasan untuk membuat produk mereka tampak lezat, sehat, serta tentunya menggugah selera. Di seluruh dunia saat ini, khususnya Amerika, tempat-tempat asal makanan tersebut, terutama daging, tidak menyerupai peternakan tradisional seperti yang kita bayangkan, lho. Kenyataannya, 99 persen dari semua hewan yang diternakkan untuk diambil daging dan susu berasal dari peternakan pabrik.

Istilah peternakan pabrik mengacu pada fasilitas industri yang dijalankan layaknya pabrik. Produk yang mereka buat di pabrik ini adalah daging. Secara resmi, industri peternakan ini disebut concentrated animal feeding operation (CAFO), yang berarti 'operasi pemberian pakan ternak terkonsentrasi/terkurung'.

Di fasilitas ini, hewan-hewan dimasukkan ke dalam kandang yang penuh sesak dengan sedikit ventilasi. Mereka umumnya memproduksi daging sebanyak-banyaknya dengan harga terjangkau yang dijual di pasar dan supermarket. Namun, di balik industri ini, ternak diperlakukan tidak layak dan pekerjanya dieksploitasi. Lalu, apa saja sisi gelap dari industri peternakan semacam ini?

1. Makanan cepat saji mengubah peternakan tradisional menjadi peternakan pabrik

McDonalds 1970-an (commons.wikimedia.org/Archives New Zealand)
McDonalds 1970-an (commons.wikimedia.org/Archives New Zealand)

Awal mula peternakan pabrik bermula dari Revolusi Industri. Pada 1904, penulis sekaligus tokoh politik Amerika, Upton Sinclair, menyamar dengan bekerja di pabrik pengolahan daging di Chicago, Amerika. Ia terkejut saat mengetahui kondisi kerja yang buruk dan praktik pengolahan daging yang terbilang cukup menjijikkan. Pengalamannya ini ia tulis dalam sebuah novel terkenal berjudul The Jungle (1906). Nah, dari pengungkapan ini, banyak perusahaan peternakan yang meregulasi sistem pengolahan daging mereka. Namun, pabrik yang memproduksi daging masih tetap ada sampai ketika McDonalds muncul.

Restoran drive-in berkembang pesat pada 1930-an. McDonalds menjadi salah satu yang diminati karena membuat makanan cepat saji dengan harga yang terjangkau dan mudah didapat. McDonalds mencapai kesuksesan ini karena menjalankan restorannya seperti pabrik, yang mengandalkan para pekerja tidak terampil. Jadinya, McDonalds membayar pekerjanya jauh lebih murah daripada restoran lain. Saat ini, McDonalds menjadi restoran yang membeli banyak daging sapi giling ketimbang perusahaan makanan lain di AS.

Nah, untuk mendukung industri makanan cepat saji yang makin hari makin berkembang, produksi daging dan sebagian besar makanan lain tidak diproduksi oleh peternakan perorangan saja, melainkan oleh beberapa perusahaan besar. Perusahaan-perusahaan ini dibentuk untuk memproduksi daging dalam jumlah besar sesuai permintaan restoran makanan cepat saji. Namun, saat ini, sebagian besar daging yang tersedia di banyak tempat, dari restoran hingga rak-rak supermarket, berasal dari industri peternakan besar semacam ini. Sayangnya, untuk memproduksi banyak daging dengan harga yang sangat terjangkau, yang harus dikorbankan kadang kualitas, standar etika, dan keamanan daging itu sendiri.

2. Kondisi kerja yang tidak manusiawi

ilustrasi pekerja peternakan (pexels.com/Giulia Botan)
ilustrasi pekerja peternakan (pexels.com/Giulia Botan)

Bekerja di perusahaan peternakan itu menguras tenaga dan berbahaya. Belum lagi, perusahaan selalu menuntut para pekerjanya untuk memproduksi daging dalam jumlah besar dengan cepat, apa pun konsekuensinya. Tak hanya itu, upah yang dibayarkan pun tidak sepadan.

Cedera merupakan hal yang umum. Para pekerja juga sering dibentak dan dihina oleh para supervisor jika terlambat memproduksi daging sesuai jadwal yang telah ditetapkan. Banyak dari pekerja yang dieksploitasi ini tidak punya pilihan. Beberapa penjara di AS bahkan membuat kontrak dengan pabrik. Mereka memaksa narapidana untuk bekerja di perusahaan peternakan tersebut. Tidak hanya narapidana, ada juga imigran gelap.

3. Kondisi yang tidak layak bagi hewan ternak, khususnya ayam

peternakan ayam (pexels.com/Mark Stebnicki)
peternakan ayam (pexels.com/Mark Stebnicki)

Kamu mungkin tahu kalau hewan ternak di pabrik ditempatkan di ruang sempit dan lembap, contohnya ayam. Ayam biasanya dipelihara di kandang kawat yang berjubel atau penuh sesak. Bahkan, untuk mengepakkan sayap saja mereka tidak bisa.

Ini terlihat dalam film dokumenter PBS berjudul Dirty Birds: A Story of Chickens in America (2015). Ayam sering kali dipelihara di tempat yang sangat padat sampai-sampai tidak bisa menjangkau makanan dan air mereka. Beberapa dari ayam-ayam ini pun mati.

4. Industri peternakan sering kali menjadi penyebab penyebaran virus dan penyakit

peternakan sapi (pexels.com/yavuz selim korku)
peternakan sapi (pexels.com/yavuz selim korku)

Seperti yang dijelaskan dalam jurnal Public Health Ethics berjudul "What’s Wrong With Factory Farming?" (2015), yang ditulis Jonathan Anomaly, sebagian besar jenis influenza bermula dari penyakit burung dan babi sebelum menginfeksi manusia. Flu Spanyol, misalnya, pandemi dahsyat ini menyebar ke seluruh dunia dan menewaskan puluhan juta orang pada 1918. Semua bermula dari hewan ternak. Apalagi, peternakan pabrik menjadi tempat berkembang biak epidemi baru.

Pasalnya, peternakan pabrik memasukkan ratusan hewan yang stres ke dalam kandang dengan ruang terbatas. Sering kali tempat ini kotor. Kondisi tersebut menjadi tempat berkembang biaknya berbagai jenis penyakit.

Namun, pada 1938, pemberian antibiotik pada hewan memperlambat penyebaran penyakit ini. Namun, antibiotik ini terkadang tidak mempan di peternakan pabrik modern. Adapun, tingkat stres yang dialami hewan ternak pabrik biasanya melemahkan sistem kekebalan tubuh mereka. Kurangnya ventilasi dan sinar Matahari memungkinkan virus berkembang biak sambil mencari inang baru. Tak sekadar itu, penyakit dan parasit ini mudah menyebar dari satu hewan ke hewan lainnya.

5. Hewan ternak, khususnya ayam, mengalami perubahan di peternakan pabrik

peternakan ayam (pexels.com/cottonbro studio)
peternakan ayam (pexels.com/cottonbro studio)

Dalam mempercepat produksi dan memaksimalkan hasil produk daging, perusahaan peternakan besar akan mempercepat penyembelihan hewan ternak. Hal ini terjadi pada ayam. Ayam yang dipelihara untuk diambil dagingnya tumbuh dua kali lipat ukuran ayam biasa yang dipelihara secara tradisional pada 1950-an. Hanya butuh waktu 3 minggu lebih sedikit untuk akhirnya ayam bisa dipotong. Ayam dari peternakan modern ini cenderung lebih gemuk dan memiliki dada yang lebih besar. Wah, kenapa bisa begitu?

Seperti yang dijelaskan dalam film dokumenter PBS, ayam yang tumbuh besar lebih cepat dan lebih gemuk ternyata bukanlah ayam yang sehat. Banyak ayam yang diternakkan di peternakan modern memiliki masalah genetik yang memengaruhi tubuh mereka. Hal ini membuat mereka rentan terhadap infeksi dan memaksa para peternak untuk melakukan eutanasia. Ayam-ayam ini telah diindustrialisasi sedemikian rupa.

6. Hewan ternak, khususnya babi, diperlakukan tidak layak di peternakan pabrik

peternakan babi (pexels.com/Denniz Futalan)
peternakan babi (pexels.com/Denniz Futalan)

Babi adalah hewan sosial dengan kecerdasan sama dengan anjing dan dapat hidup antara 15—20 tahun. Namun, ketika seekor babi lahir di peternakan pabrik, ia ditakdirkan untuk disembelih dan hidupnya terbilang singkat, sepi, dan suram. Anak babi lahir dari induk babi betina. Babi betina ini dikurung dalam kandang yang sangat kecil sampai sulit bergerak.

Ketika anak babi lahir, kandang induk babi betina menjadi lebih kecil lagi. Seekor induk babi ini dipaksa untuk berbaring miring agar anak babi bisa menyusu di samping sang induk. Namun, induk babi ini tidak dapat berinteraksi dengan anak-anaknya.

Telinga anak babi dipotong di kedua sisi telinga mereka agar dapat dikenali oleh pekerja. Kondisi di peternakan pabrikan juga membuat babi stres dan tidak alami, yang akhirnya membuat mereka gampang marah. Jadi, agar babi-babi ini tidak menyerang satu sama lain, banyak peternakan pabrikan yang memotong ekor babi setelah mereka lahir.

Saat anak babi dianggap cukup besar, beberapa minggu kemudian induk babi kembali ke kandang gestasi untuk menghasilkan anak babi lagi. Siklus ini berlangsung sekitar 4 tahun. Setelah itu, induk babi akan disembelih. Anak babi sendiri disembelih pada usia 6—10 bulan.

7. Induk sapi peternakan pabrik diperlakukan tidak alami

peternakan sapi (pexels.com/Ralf R)
peternakan sapi (pexels.com/Ralf R)

Sentience Institute melansir kabar bahwa di AS, 75 persen sapi hidup di peternakan pabrik. Banyak dari fasilitas besar ini menampung ribuan sapi. Di samping itu, jutaan sapi disembelih untuk diambil dagingnya setiap tahun di Amerika. Kehidupan sapi perah juga sama gelapnya.

Seperti halnya manusia, induk sapi harus menjalin ikatan dengan anak-anak mereka yang lahir. Jika dipisahkan dari anak-anak mereka, induk sapi akan berjalan berkilo-kilo meter untuk mencari  mereka. Jika tidak dipertemukan dengan anak-anak mereka, induk sapi akan gelisah. Induk sapi akan melolong dan menangis keras selama berminggu-minggu.

Sementara itu, di peternakan sapi perah pabrik, semua anak sapi diambil dari induk sapi hanya beberapa jam setelah mereka dilahirkan. Induk sapi berulang kali dibuat hamil agar mereka selalu menghasilkan susu. Oleh sebab itu, anak-anak sapi ini tidak akan pernah dibesarkan oleh induk mereka.

Saat tidak lagi produktif untuk hamil, induk sapi akan disembelih di peternakan sapi perah. Ada juga dari mereka yang dikirim ke pabrik pemotongan hewan. Daging mereka pun tergolong daging berkualitas rendah, seperti halnya daging sapi giling.

8. Perusahaan peternakan yang tidak higienis sering kali mencemari daging, air, dan hasil bumi dengan bakteri E. coli

peternakan sapi (pexels.com/yavuz selim korku)
peternakan sapi (pexels.com/yavuz selim korku)

Pemberian pakan pada hewan ternak dilakukan untuk menghasilkan daging yang gemuk. Makanan standar yang dipilih untuk sapi adalah biji-bijian, terutama jagung, karena berjumlah banyak dan dapat diproduksi dengan murah. Di alam, sapi memakan rumput, bukan jagung. 

Jadi, sapi yang mengonsumsi makanan yang bukan sumber makanan alami mereka ternyata menimbulkan konsekuensi yang serius, yakni timbulnya bakteri E. coli. Jenis bakteri ini hidup di dalam usus ternak, khususnya sapi. Bakteri ini dapat menular dari kotoran sapi.

Banyak hewan di perusahaan peternakan yang hidup dalam lingkungan tidak bersih. Banyak sapi yang menginjak-injak kotoran mereka sendiri dan kotoran sapi lain. Akibatnya, bakteri E. coli dapat menyebar dengan mudah dari satu hewan ke hewan lain. Beberapa hewan bahkan terkena kotoran saat disembelih, yang berarti sebagian kotoran ini masuk ke dalam daging. Hal ini bisa menularkan bakteri tersebut ke konsumen.

Kondisi kotor di perusahaan peternakan tidak hanya berdampak pada orang yang memakan daging yang terkontaminasi. Kotoran ini juga akan meresap ke dalam tanah dan tersapu oleh hujan. Limbah ini pun dapat dan telah mencemari sumber air serta tanaman. Itu kenapa bakteri E. coli dapat ditemukan dengan mudah.

9. Pandemi bisa datang dari perusahaan peternakan

ilustrasi vaksin ternak (pexels.com/yavuz selim korku)
ilustrasi vaksin ternak (pexels.com/yavuz selim korku)

Pada 2009, CDC melaporkan bahwa dunia bergulat dengan pandemi H1N1 yang menewaskan antara 150 ribu—575 ribu orang. Meski begitu, penyakit ini sudah terdeteksi pada babi sejak 1920. Perusahaan peternakan diyakini membuat penyakit ini menyebar.

Gregory Gray, Direktur Pusat Penyakit Menular Baru di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Iowa, menulis dalam sebuah artikel tentang H1N1 pada Environmental Health Perspectives (2009). Virus yang menyerang pernapasan di peternakan modern menularkan ke hewan baru yang belum pernah terpapar sebelumnya. Akibatnya, virus ini bereplikasi dan bermutasi. Kemungkinan, virus ini menular ke manusia lewat pekerja di peternakan dan dokter hewan yang berinteraksi langsung dengan hewan yang terinfeksi virus baru ini. Kemudian, ketika para pekerja tersebut berinteraksi dengan orang lain, penyakit ini mulai menyebar ke banyak orang.

Tidak diketahui secara pasti kapan flu babi yang dikenal saat itu berpindah dari babi ke manusia. Namun, penyakit itu masih ada hingga sekarang. Virus tersebut menjadi salah satu jenis flu musiman yang dapat kembali menginfeksi manusia setiap tahunnya.

10. Industri peternakan menjadi salah satu pendorong utama krisis iklim

peternakan sapi (pexels.com/Yan Krukau)
peternakan sapi (pexels.com/Yan Krukau)

Setelah kita bongkar habis, CAFO ternyata tidak memperlakukan hewan ternaknya dengan baik. Eksploitasi bagi para pekerja pun kerap terjadi. Namun, pernahkah kamu berpikir kalau industri peternakan modern ini punya konsekuensi yang lebih luas bagi semua kehidupan di Bumi?

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melaporkan bahwa sekitar sepertiga dari semua gas rumah kaca yang disebabkan oleh manusia ternyata berasal dari produksi pangan. Produksi daging adalah penyebab utama masalah ini. Pasalnya, industri peternakan mengeluarkan sejumlah besar gas metana dari sistem pencernaan hewan yang tinggal di sana, terutama sapi. Jejak karbon daging sapi juga sangat besar. Nitrous oksida berasal dari pupuk yang digunakan untuk menanam tanaman yang dibutuhkan untuk memberi makan miliaran hewan di peternakan pabrik, terutama jagung dan kedelai.

Nah, yang lebih mengkhawatirkannya lagi, sebagian besar polusi ini tidak diatur dengan baik. Badan Perlindungan Lingkungan, misalnya, memperkirakan bahwa pertanian menjadi tempat utama yang tercemar karena para petani mengambil sumber air di sungai dan aliran air yang tercemar untuk menyiram tanaman. Penyebab kontaminasi ini adalah kotoran ternak yang berasal dari industri peternakan. Meski sebagian besar industri peternakan ini mencemari lingkungan dan berkontribusi terhadap krisis iklim, industri peternakan hewan dibiarkan beroperasi tanpa pengawasan, lho.

Sebenarnya, tidak ada yang salah dengan industri peternakan asalkan dijalankan dengan baik, terkontrol, dan dijaga kebersihannya. Nah, mengingat ada sisi gelapnya karena perusahaan hanya mengejar profit, jadi banyak pencinta hewan dan aktivis yang sudah tidak mengonsumsi daging, nih. Semua tergantung pada pilihan masing-masing, ya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Yudha ‎
EditorYudha ‎
Follow Us