Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

8 Teori Psikologi yang Aneh dan Menarik dari Sigmund Freud, Apa Saja?

culturacolectiva.com

Sigmund Freud adalah sosok yang kontradiktif. Kita menghormatinya sebagai seorang jenius yang inovatif, terutama karena merumuskan teorinya tentang psikoanalisis pada tahun 1890-an. Namun ketika sedang mengembangkan psikoanalisis di sepanjang kariernya, Freud sering berubah pikiran atau mengubah arah teorinya sendiri.

Sejarah teori Freudian pun penuh dengan penyimpangan dari teori intinya, bahkan banyak di antaranya yang aneh dan tidak masuk akal. Dari sekian banyak teorinya, berikut 8 teori psikologi yang "menyimpang" dari Freud yang paling aneh dan menarik.

1. Teori Freud tentang Tuhan

republica.com

Gagasan Freud tentang Tuhan sangatlah menarik. Freud sendiri adalah seorang Yahudi, namun mengklaim kalau konsep Tuhan dalam agama Yudeo-Kristen berasal dari figur "ayah" yang jauh lebih tua dan jauh lebih primitif. Sosok ayah super-otoriter ini berasal dari konsep Freud tentang "gerombolan primal."

Singkat cerita, gerombolan ini adalah klan yang hidup pada Zaman Batu. Mereka hidup di bawah sosok pemimpin (pria) alfa yang menyimpan semua perempuan untuk dirinya sendiri.

Dalam bukunya, Totem and Taboo, Freud menjelaskan kalau gerombolan ini terlalu takut untuk menantang tiraninya. Sebagai gerombolan yang lemah, mereka mengalami konflik batin sambil menekan desakan-desakan seksual dan agresif, lalu melanjutkan hidup dengan kepatuhan dan ketergantungan pada sosok ayah tersebut. 

Namun, terkadang gerombolan ini ingin membebaskan diri dari sosok ayah yang otoriter tersebut. Beberapa mungkin mencapai kemerdekaan melalui homoseksualitas, sedangkan yang lain dengan membunuh dan memakan ayah mereka sendiri. Setelah itu, mereka akan merasa bersalah dan kembali berkeinginan untuk mendapatkan kenyamanan dari sang ayah.

Pada beberapa titik, sosok ayah yang sangat kuat ini menjadi entitas abstrak yang kita sebut Tuhan. Seluruh drama primitif akhirnya diformalkan menjadi sistem kepercayaan dan pemujaan yang beradab. Bahkan sampai hari ini, masih banyak orang yang "memakan Tuhan yang terbunuh" dalam Perjamuan Kudus.

Bagi Freud, totemisme adalah perantara dalam proses abstraksi ini. Pola psikologis yang mendasarinya tetap sebagai bagian regresif dari psikologi manusia, sedangkan kebutuhan regresif kita, jika timbul, dipenuhi oleh agama. Freud mengklaim kalau orang-orang yang berada di bawah pengaruh agama sama seperti sosok anak-anak yang tak berdaya.

2. Teori "Dua Musa" Freud

myjewishlearning.com

Di akhir hidupnya, ateisme Freud mulai melunak. Freud mulai melihat kalau agama itu berguna untuk membuat kita lebih introspektif serta memicu eksplorasi dunia batin dan pikiran kita sendiri. Dia bahkan merujuk kepercayaan pada Tuhan sebagai "kemenangan intelektual dari dorongan seksual."

Buku terakhirnya, Moses and Monotheism, dapat digambarkan sebagai kemenangan spekulasi imajinatif yang telah dijabarkan sebelumnya. Dalam buku ini, Freud berspekulasi kalau ada dua individu berbeda di belakang kisah Musa. Individu pertama adalah orang Mesir bernama Musa, sedangkan yang kedua adalah seorang pendeta Madyan tanpa nama.

Musa, menurut Freud, hanya "melanjutkan" versi awal dari agama orang Yahudi. Freud percaya kalau orang Mesir lebih dulu menganut monoteisme, dan agama Yahudi yang diajarkan Musa kurang lebih sama dengan penyembahan terhadap Dewa Matahari Mesir, Aten. 

Namun, orang-orang Yahudi membenci "ajaran baru" yang diberikan Musa kepada mereka lalu membunuhnya. Rasa bersalah atas pembunuhan itu memicu mekanisme pertahanan psikologis yang Freud sebut sebagai "pembentukan reaksi".

Setelah membunuh Musa, mereka menemukan seorang pendeta Madyan tanpa nama dan memaksanya untuk mengembalikan agama monoteistik tersebut dan menggantikan sosok "Musa" yang asli.

3. Teori Freud tentang paranoid

Getty Images via verywellmind.com

Paranoid yang tidak masuk akal adalah gejala yang biasa terlihat dalam diri orang yang memiliki gangguan mental. Freud, tentu saja, memiliki teori yang tidak biasa tentang hal itu. Untuk beberapa alasan ia melihat paranoid sebagai proyeksi tidak sadar dari dorongan homoseksualitas.

Freud juga berpikir kalau paranoid mungkin menjadi mekanisme pertahanan untuk melindungi harga diri mereka, dan ini menjadi satu-satunya aspek dari teori paranoidnya yang masih dianggap serius sampai hari ini.

Melansir dari National Library of Medicine, secara umum psikoanalis modern membuang teori Freud ini dan menyetujui kalau penyebab psikologis dari kasus paranoid bukanlah proyeksi homoseksualitas yang tertekan, melainkan sebuah proyeksi dari agresi anak yang ditekan. 

Teori ini tampaknya lebih masuk akal, karena kebanyakan orang yang paranoid sering kali ketakutan kalau seseorang atau sesuatu akan menyakiti mereka dengan cara tertentu. Namun dari sudut pandang ilmiah penyebab utama paranoid sendiri masih belum terungkap.

4. Teori Freud tentang biseksualitas

woodbury.edu

Setiap orang memiliki aspek aktif dan pasif terhadap kepribadian dan perilaku mereka. Freud menganggap aspek "aktif" sebagai sifat maskulin dan "pasif" sebagai sifat feminin. Oleh karena itu, Freud berpendapat kalau secara psikologis setiap orang harus menjadi campuran komponen dari maskulin dan feminin.

Sebagian besar orang yang hidup hari ini mungkin akan setuju dengannya, walau perbedaan gender tidak sesederhana pelabelan kedua sifat ini. Meskipun demikian, Freud menyimpulkan kalau setiap orang harus secara inheren biseksual. Gagasan ini diperkuat melalui pengaruh dari temannya yang juga aneh, Wilhelm Fliess.

Fliess adalah dokter spesialis telinga yang tertarik dengan masalah seksualitas manusia. Dia percaya kalau perubahan yang terjadi di dalam hidung berhubungan langsung dengan alat kelamin (teori refleks hidung). Hal ini dapat diamati pada wanita yang sedang menstruasi, seperti yang dikutip dari sebuah jurnal resmi Universitas Cambridge.

Freud dan Fliess akhirnya berselisih ketika Fliess bersikeras kalau Freud telah mencuri idenya tentang biseksualitas bawaan, yang sudah ia ungkapkan kepada Freud tetapi belum diterbitkan.

5. Teori Freud tentang keinginan untuk mati

monovisions.com

Seseorang dengan "keinginan mati" dikatakan rentan terhadap kebiasaan dan situasi yang dapat membahayakan hidup mereka. Hari ini, ide "keinginan mati" diterima sebagai sebuah kompleksitas dalam psikologis, walau Freud memberikan pandangan yang sedikit berbeda dengan teorinya tentang "dorongan kematian".

Freud, yang telah menetapkan teorinya tentang "prinsip kesenangan" (dorongan atau naluri positif terhadap kehidupan, kesehatan, kesejahteraan, kreativitas, dan prokreasi), mulai goyah ketika harus merawat korban trauma pasca Perang Dunia I.

Singkatnya, mengapa banyak dari kita suka menonton film horor meski sadar kalau film itu membuat kita takut? Dorongan kematian adalah cara Freud untuk menjelaskan masalah ini, tetapi dia tidak melakukan analisisnya dengan sangat baik.

Penulis biografi Freud, psikoanalis Ernest Jones kemudian menulis dalam bukunya kalau Freud tampaknya berpendapat kalau kematian adalah tujuan hidup manusia. 

Analisis ini kemudian cenderung mengganti dorongan kematian dengan keinginan untuk agresi atau kekuasaan, yang kadang-kadang terbalik dan justru menjadi masokistik atau ego individualistik, alih-alih diarahkan secara sadis ke sesama manusia.

6. Freud dan hipnosis

theguardian.com

Freud mempelajari hipnosis di awal kariernya dan menunjukkan minat yang besar pada mekanisme psikologis yang mendasari teknik ini. Dia menjelaskan teorinya tentang subyek ini dalam karyanya, Group Psychology dan Analysis of the Ego.

Dalam buku tersebut, Freud percaya kalau ada berbagai tingkatan dalam jatuh cinta. Menurutnya, dalam beberapa kasus yang ekstrem seseorang akan benar-benar mengidealkan orang lain, di mana ego individunya akan "ditukar" dengan kehendak kekasihnya. 

Menurut Freud, hipnosis mirip dengan hubungan cinta, kecuali jika hipnotis itu bertujuan untuk mempertahankan kehendaknya sepenuhnya dan memaksakannya pada orang lain. 

Hal ini juga ia temukan dalam umat manusia yang ia sebut sebagai hewan yang "bergerombol," di mana selalu ada pemimpin tunggal yang karismatik seperti yang sering terlihat dalam pemujaan agama. 

Menurut Freud, ketika ikatan yang kuat diciptakan di sekitar seorang pemimpin, kelompok itu akan mundur kembali ke mentalitas "gerombolan primal" dan menyerahkan keinginan mereka kepada figur ayah. Freud memahami fenomena hipnosis sebagai sesuatu yang berkaitan dengan fungsi biologis kuno dari dinamika kelompok tersebut. 

7. Freud dan metode katarsis

e-counseling.com

Katarsis adalah proses ketika seseorang melampiaskan perasaan atau kemarahannya dan merasa lebih baik sesudahnya. Freud sendiri awalnya menggunakan "metode katarsis" — sebuah metode yang ia teruskan dari teman dan koleganya, Josef Breuer — dalam praktiknya. 

Keduanya berkolaborasi dalam menulis Studies in Hysteria, di mana Breuer menjelaskan pengamatannya kalau gejala neurosis dapat dihilangkan dengan mendorong pasien untuk mengingat pengalaman negatif di masa lalu di bawah hipnosis.

Temuan ini membuat Breuer dan Freud percaya kalau gejala neurotik berakar dari alam bawah sadar manusia. Pada saat itu, Freud menggunakan dan mengembangkan metode katarsis bersamaan dengan hipnosis sebelum menemukan teorinya yang lebih efektif, teknik psikoanalitik, dan pada akhirnya meninggalkan metode tersebut.

Beberapa terapis masih menggunakan metode katarsis sampai hari ini, meskipun banyak terapis yang menolak untuk memakainya. Melansir dari Psychology Today, mereka menyebut kalau metode katarsis hanya akan membuat seorang pasien menjadi lebih marah, alih-alih sembuh dari penyakitnya.

8. Freud dan "terapi tertawa"

amazon.com

Banyak yang mengatakan kalau tertawa adalah obat terbaik. Sementara Freud tidak menciptakan teori tentang terapi tertawa, ia sempat membahas hal ini pada tahun 1905 ketika ia menerbitkan Jokes and Their Relation to the Unconscious

Dalam bukunya, Freud berusaha menjelaskan alasan tidak sadar mengapa hal-hal tertentu membuat kita tertawa. Suatu bentuk "kelegaan katarsis" adalah jawabannya. Dia mengklaim kalau tawa disebabkan oleh simpanan energi mental yang awalnya ditekan kemudian terlepas secara tiba-tiba sehingga memunculkan perasan lega. 

Freud kemudian membaginya menjadi tiga konteks utama, yakni komik, humor, dan lelucon. Komik menciptakan masalah intelektual untuk kita pecahkan. Dengan humor, masalahnya bukan intelektual melainkan emosional. Sedangkan lelucon sering diformulasikan terlebih dahulu, juga dapat mencakup olok-olok cerdas secara spontan.

Lelucon mencakup lelucon kasar, sindiran seksual, lelucon rasis, atau lelucon yang membahas hal yang secara umum dianggap tidak pantas oleh masyarakat alias tabu. Teori Freud kedengarannya masuk akal tetapi dikritik karena tidak menjelaskan cara kerja energi mental secara gamblang.

Nah, itu tadi 8 teori psikologi yang aneh dan menarik dari Sigmund Freud. Ternyata, sang bapak psikoanalisis dunia ini sangat nyentrik, ya. 

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Arifina Budi A.
Bayu Aditya Suryanto
Arifina Budi A.
EditorArifina Budi A.
Follow Us