Apa yang Terjadi Jika Kita Hanya Menghirup Oksigen Murni?

- Menghirup oksigen murni dalam jangka pendek dapat meningkatkan energi dan kewaspadaan, tetapi efeknya tidak bertahan lama.
- Paparan oksigen murni dalam jangka panjang dapat menyebabkan kerusakan paru-paru, nyeri dada, masalah otak, dan stres oksidatif.
- Kadar oksigen yang tinggi dalam jangka panjang dapat menyebabkan keracunan oksigen dan risiko kebakaran di lingkungan tertentu.
Bernapas adalah sesuatu yang kita lakukan secara otomatis sepanjang waktu. Udara yang biasanya kita hirup terdiri dari sekitar 78 persen nitrogen, 21 persen oksigen, dan sejumlah kecil gas lain seperti karbon dioksida dan argon. Namun, apa yang akan terjadi jika kita hanya menghirup oksigen murni?
Mungkin kedengarannya bermanfaat untuk menghirup lebih banyak oksigen karena gas itulah yang menjadi bahan bakar sel-sel kita, tetapi kenyataannya lebih rumit. Menghirup oksigen murni dalam waktu lama dapat menyebabkan risiko kesehatan yang serius. Berikut ini yang terjadi jika kita hanya menghirup oksigen murni.
1. Peningkatan energi dan kewaspadaan pada awalnya

Dalam jangka pendek, menghirup oksigen murni dapat membuatmu merasa lebih terjaga dan berenergi. Inilah sebabnya beberapa atlet berperforma tinggi menggunakan suplemen oksigen atau oxygen bar. Lebih banyak oksigen dapat meningkatkan efisiensi tubuh dalam mendapatkan energi dari nutrisi, yang mengarah pada peningkatan kewaspadaan dan kejernihan mental. Namun, efek ini tidak bertahan lama, karena tubuh dengan cepat menyesuaikan diri dengan kadar oksigen yang tinggi.
Meskipun dorongan awal ini mungkin tampak menarik, paparan oksigen murni dalam jangka panjang menyebabkan hasil yang semakin berkurang. Tubuh terbiasa dengan komposisi alami udara yang terdiri dari 21 persen oksigen. Menghirup oksigen 100 persen dalam jangka waktu lama mengganggu keseimbangan dan dapat menyebabkan masalah kesehatan yang signifikan, karena paru-paru dan sel-sel tidak dirancang untuk menangani konsentrasi oksigen yang begitu tinggi.
2. Keracunan oksigen

Risiko terbesar menghirup oksigen murni dari waktu ke waktu adalah keracunan oksigen. Kendati oksigen penting bagi kehidupan, oksigen dapat menjadi beracun jika terlalu terkonsentrasi. Sel-sel tubuh kita beradaptasi untuk menangani konsentrasi 21 persen yang ditemukan di udara. Saat terpapar oksigen 100 persen, keseimbangannya terganggu yang menyebabkan gejala keracunan oksigen, berupa:
- Kerusakan paru-paru: Paparan oksigen murni dalam jangka panjang dapat merusak sel-sel di paru-paru, menyebabkan peradangan dan penumpukan cairan atau edema. Hal ini membuat pernapasan menjadi lebih sulit.
- Nyeri dada: Kamu mungkin mulai merasakan sensasi terbakar di dada, disertai sesak napas dan batuk.
- Masalah otak: Konsentrasi oksigen yang tinggi dapat menyebabkan kejang atau kehilangan kesadaran. Hal ini terjadi karena oksigen menghasilkan radikal bebas yang merusak sel-sel otak.
3. Kerusakan pada sistem saraf pusat

Menghirup oksigen murni dapat merangsang neuron secara berlebihan, yang berbahaya bagi sistem saraf pusat. Kadar oksigen yang tinggi dapat menghasilkan spesies oksigen reaktif dalam jumlah berlebihan, yang merupakan molekul reaktif secara kimiawi yang dapat merusak sel-sel tubuh, termasuk neuron. Hal ini menyebabkan stres oksidatif, di mana tubuh kewalahan untuk memperbaiki kerusakan.
Dalam kasus yang parah, rangsangan berlebihan ini dapat menyebabkan gejala seperti disorientasi, mual, dan bahkan kejang. Efek ini sangat berbahaya bagi orang yang terpapar oksigen murni pada tekanan tinggi, seperti penyelam laut dalam, karena sistem saraf pusat sangat sensitif terhadap perubahan ini.
4. Kerusakan retina pada bayi prematur

Dalam konteks medis, oksigen murni terkadang diberikan kepada bayi prematur untuk membantu mengatasi kesulitan bernapas. Namun, praktik ini memiliki risiko. Bayi prematur memiliki retina yang masih rapuh, yang dapat rusak akibat paparan kadar oksigen yang tinggi. Kondisi ini, yang disebut retinopati prematuritas, dapat menyebabkan pertumbuhan pembuluh darah abnormal di mata, yang dalam kasus yang parah, dapat menyebabkan ablasi retina dan kebutaan permanen.
Dokter harus memantau kadar oksigen secara cermat untuk mencegah kerusakan ini. Meskipun terapi oksigen sangat penting bagi banyak bayi prematur, terapi ini membutuhkan keseimbangan yang rumit. Terlalu banyak oksigen dapat menyebabkan kehilangan penglihatan dan komplikasi lainnya.
5. Kebakaran

Ketika oksigen terkonsentrasi, ini mempercepat proses pembakaran. Bahkan, bahan yang biasanya tidak mudah terbakar di udara normal, seperti logam atau kain sintetis, dapat menyala dan terbakar secara eksplosif di lingkungan oksigen murni. Inilah sebabnya mengapa tangki oksigen dan peralatan ditangani dengan sangat hati-hati di rumah sakit, pesawat terbang, dan lingkungan industri.
Di lingkungan dengan kadar oksigen tinggi, percikan kecil dapat menyebabkan api menyebar dengan cepat dan menjadi tidak terkendali. Risiko ini sangat berbahaya di ruang terbatas, seperti pesawat antariksa atau kapal selam. Banyak protokol keselamatan yang diterapkan untuk memastikan bahwa oksigen disimpan dan digunakan dengan aman guna meminimalkan risiko pembakaran.
6. Dampak pada misi menyelam dan luar angkasa

Penyelam laut dalam dan astronot sering kali terpapar lingkungan dengan konsentrasi oksigen tinggi, tetapi paparan ini diatur dengan cermat. Penyelam, terutama mereka yang berada di bawah air untuk waktu yang lama atau pada kedalaman yang signifikan, dapat menghirup campuran gas yang diperkaya oksigen untuk mengimbangi kekurangan oksigen di kedalaman. Namun, jika mereka tinggal di lingkungan bertekanan tinggi dan kaya oksigen ini terlalu lama, mereka dapat mengembangkan kondisi yang dikenal sebagai hiperoxia, yang dapat menyebabkan kerusakan paru-paru dan sistem saraf.
Demikian pula, astronot bergantung pada oksigen murni di lingkungan pesawat ruang angkasa, tetapi kadarnya dikontrol secara ketat. Paparan oksigen murni untuk jangka waktu lama meningkatkan risiko keracunan oksigen, sehingga badan antariksa sangat berhati-hati untuk mengatur konsentrasi dan tekanan oksigen guna menghindari komplikasi. Baik dalam misi menyelam maupun antariksa, manajemen oksigen yang tepat sangat penting untuk mencegah efek kesehatan jangka panjang.
7. Dampak pada fungsi seluler

Meskipun oksigen penting untuk respirasi seluler, menghirup oksigen murni dalam waktu lama dapat mengganggu fungsi seluler normal. Dalam kondisi normal, oksigen membantu sel mengubah nutrisi menjadi energi melalui proses yang disebut fosforilasi oksidatif. Namun, saat terpapar konsentrasi oksigen tinggi, proses ini menjadi tidak seimbang, yang menyebabkan produksi berlebihan spesies oksigen reaktif, atau radikal bebas, yang dapat merusak membran sel, protein, dan DNA.
Produksi spesies oksigen reaktif yang berlebihan dapat menyebabkan stres oksidatif, yang merusak mekanisme perbaikan seluler dan mempercepat penuaan. Seiring waktu, kerusakan ini dapat berkontribusi pada perkembangan kondisi kronis seperti penyakit kardiovaskular, gangguan neurodegeneratif, dan kanker. Gangguan seluler ini menggarisbawahi pentingnya menjaga kadar oksigen yang seimbang dalam tubuh, karena bahkan gas yang menopang kehidupan dapat menjadi berbahaya jika kadarnya terlalu tinggi.
Meskipun oksigen penting bagi kehidupan, menghirupnya dalam bentuk murni untuk waktu yang lama dapat menyebabkan masalah kesehatan yang signifikan hingga kebakaran. Jadi, meskipun oksigen murni mungkin tampak seperti dapat meningkatkan kesehatan tubuh, terlalu banyak oksigen dapat menyebabkan masalah serius.
Referensi
American Academy of Ophthalmology. Diakses pada Oktober 2024. What Is Retinopathy of Prematurity (ROP)?
Cooper JS, Phuyal P, Shah N. Oxygen Toxicity. 2023 . In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing
Healthline. Diakses pada Oktober 2024. Are Oxygen Bars Safe? Benefits, Risks, and What to Expect
Occupational Safety and Health Act. Diakses pada Oktober 2024. Spirometry Testing in Occupational Health Programs
Pham-Huy, L. A., He, H., & Pham-Huyc, C. (2008). Free radicals, antioxidants in disease and health. International Journal of Biomedical Science, 4(2), 89–96. https://doi.org/10.59566/ijbs.2008.4089