Apa yang Terjadi jika Korea Utara dan Selatan Tidak Terpecah?

Sejarah negara kerap diwarnai titik balik yang mengubah wajah peradaban. Perpecahan Korea pada 1945 menjadi salah satu momen paling menentukan di Asia Timur, menandai lahirnya dua negara dengan sistem politik, ekonomi, dan budaya yang sangat berbeda. Jika dilihat secara ilmiah, peristiwa ini bukan sekadar soal perebutan ideologi, tetapi juga memengaruhi pertumbuhan populasi, distribusi sumber daya, hingga arah perkembangan teknologi.
Mengandaikan Korea tetap bersatu memberi ruang untuk memahami bagaimana faktor-faktor ilmiah dapat membentuk jalannya sejarah. Berikut beberapa analisis yang dapat dijelaskan dari sudut pandang sains mengenai kemungkinan yang terjadi jika Korea tidak pernah terpecah.
1. Pertumbuhan populasi Korea akan mengikuti pola demografi alami

Tanpa perang dan pembagian wilayah, tren pertumbuhan penduduk di Korea kemungkinan besar tidak mengalami lonjakan maupun penurunan ekstrem. Korea Selatan mengalami pertumbuhan pesat di era industrialisasi 1960-an, sementara Korea Utara sempat mengalami penurunan akibat kelaparan pada 1990-an. Jika bersatu, laju kelahiran dan kematian akan lebih stabil karena distribusi pangan dan layanan kesehatan merata sejak awal.
Data sejarah menunjukkan bahwa sebelum 1945 tingkat kelahiran di seluruh semenanjung relatif seragam dengan angka kematian yang menurun berkat perbaikan sanitasi. Dalam skenario negara bersatu, akses vaksinasi dan rumah sakit dapat tersebar di wilayah utara yang sebelumnya tertinggal, sehingga memperpanjang usia harapan hidup. Ini juga berpotensi mengurangi urbanisasi berlebihan di Seoul karena migrasi ke kota-kota utara lebih seimbang.
2. Integrasi ekonomi Korea akan mempercepat industrialisasi dan inovasi energi

Korea Utara memiliki cadangan batu bara, bijih besi, dan logam tanah jarang yang signifikan, sedangkan Korea Selatan memiliki teknologi dan akses pasar global. Jika tidak terpecah, kombinasi ini dapat memicu industrialisasi lebih awal, bahkan sebelum 1970-an Korea mungkin sudah menjadi pusat produksi elektronik dan baja di Asia Timur.
Secara ilmiah, distribusi sumber daya yang efisien mengurangi biaya logistik dan meningkatkan daya saing industri. Tenaga kerja dari wilayah utara bisa diserap oleh pusat-pusat manufaktur di selatan tanpa hambatan politik. Selain itu, ketersediaan mineral langka akan mempercepat pengembangan baterai dan teknologi energi terbarukan, yang di dunia nyata baru digarap serius beberapa dekade terakhir.
3. Riset ilmiah Korea akan lebih merata dan berdampak global

Pemecahan Korea membatasi pertukaran pengetahuan antarilmuwan, terutama di bidang fisika nuklir, pertanian, dan teknik sipil. Dalam kondisi bersatu, universitas di Pyongyang dapat menjadi pusat penelitian energi nuklir sipil, sedangkan Seoul memimpin pengembangan teknologi digital. Kolaborasi ini kemungkinan akan mempercepat penemuan dalam sektor energi, bahan sintetis, hingga bioteknologi.
Pemerataan akses pendidikan tinggi di seluruh wilayah memungkinkan lahirnya lebih banyak ilmuwan lokal. Pada 1980-an, Korea yang bersatu mungkin sudah memiliki pusat riset luar angkasa dan laboratorium genomik sendiri, bukan baru berkembang setelah 2000-an. Kolaborasi yang tidak terhambat ideologi akan membuat publikasi ilmiah mereka lebih cepat masuk jurnal internasional dan memperluas jejaring akademik global.
4. Ekologi semenanjung Korea akan lebih terlindungi melalui kebijakan terpadu

Korea Utara mengalami deforestasi besar sejak 1980-an akibat pembukaan lahan pertanian darurat, sedangkan Korea Selatan memulai reboisasi skala nasional pada periode yang sama. Jika bersatu, kebijakan lingkungan dapat dikelola terpadu dengan pendekatan berbasis data geospasial dan iklim yang lebih presisi.
Sistem irigasi dan pemanfaatan energi air dari pegunungan utara akan lebih efisien karena terintegrasi dengan kebutuhan listrik wilayah selatan. Ekosistem pesisir Laut Kuning dan Laut Jepang juga dapat dipulihkan lebih awal karena tidak ada perbedaan kebijakan perikanan. Dengan demikian, tekanan terhadap sumber daya alam berkurang dan keanekaragaman hayati tetap terjaga lebih baik.
5. Posisi geopolitik Korea yang bersatu akan mengubah dinamika perang dingin

Letak geografis Korea di antara Jepang, Tiongkok, dan Rusia membuat negara ini penting secara strategis. Jika bersatu dan netral, Korea mungkin tidak terjebak dalam blok Barat maupun Timur, sehingga menjadi mediator alami di kawasan Asia Timur. Hal ini dapat mengurangi eskalasi militer di semenanjung yang dalam sejarah nyata memicu ketegangan selama beberapa dekade.
Keberadaan satu negara Korea yang stabil juga dapat mempercepat terbentuknya kerjasama ilmiah regional, misalnya dalam pengembangan reaktor nuklir sipil atau mitigasi bencana alam. Di sisi lain, Korea yang kuat secara ekonomi dan teknologi sejak awal bisa menahan dominasi industri Jepang di kawasan ini, mengubah peta perdagangan dan inovasi di Asia Pasifik.
Seandainya Korea tidak terpecah, jalur sejarah global mungkin menempuh lintasan berbeda dengan dampak ilmiah yang jauh lebih luas. Stabilitas populasi, pemanfaatan sumber daya, kolaborasi riset, dan ekologi yang terlindungi dapat mengubah peradaban di Asia Timur dan dunia. Jika hipotesis ini terjadi, apakah tantangan global saat ini, seperti krisis energi dan perubahan iklim, akan bisa diatasi lebih cepat?