Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Sejarah Damaskus, Salah Satu Kota Tertua yang Masih Dihuni di Dunia

Masjid Umayyah di Kota Tua Damaskus, Masjid Agung Damaskus, merupakan salah satu masjid terbesar dan tertua di dunia. (commons.wikimedia.org/Vyacheslav Argenberg)
Masjid Umayyah di Kota Tua Damaskus, Masjid Agung Damaskus, merupakan salah satu masjid terbesar dan tertua di dunia. (commons.wikimedia.org/Vyacheslav Argenberg)

Kota Melati adalah salah satu dari beberapa julukan yang disematkan untuk menggambarkan salah satu kota tertua di dunia yang masih dihuni hingga hari ini, yaitu Damaskus di Suriah. Masyarakat yang tinggal di dan sekitar Damaskus sudah ada selama 11.000 tahun atau bahkan lebih. Selama itu, Damaskus pernah menjadi tempat perdagangan kuno, kota metropolitan di bawah kekuasaan Romawi, tempat ziarah umat Kristen, dan ibu kota kekhalifahan Islam. Di sisi lain, selama Periode Abad Pertengahan, kota ini sangat dihargai karena kebunnya yang melimpah dan keindahan tamannya yang luar biasa.

Sayangnya, belakangan ini, reputasi Damaskus sebagai surga dunia telah memudar. Sempat merasakan kemakmuran, Damaskus justru diduduki oleh Kekaisaran Ottoman dan barat, menjadi sasaran serangan bom, dan dirusak oleh perang saudara. Pada 2022, Damaskus terdaftar oleh Unit Intelijen Ekonomi sebagai salah satu kota yang paling tidak layak huni di dunia, sebagaimana yang dijelaskan Middle East Eye. Berikut ini kita akan membahas tentang sejarah Damaskus.

1. Damaskus adalah kota yang sangat subur

Sungai Barada di Judaydat Al-Wadi dekat Damaskus, Suriah (commons.wikimedia.org/Prof. emer. Hans Schneider)
Sungai Barada di Judaydat Al-Wadi dekat Damaskus, Suriah (commons.wikimedia.org/Prof. emer. Hans Schneider)

Damaskus dulunya adalah oasis di padang pasir. Itulah sebabnya, wilayahnya yang subur ini menarik para pemukim pada 8—10.000 tahun yang lalu, sebagaimana yang dilansir The Conversation. Di sisi lain, wilayah Ghouta yang berbatasan dengan kota tersebut juga dikenal karena kesuburan dan keindahannya. Meskipun saat ini, baik lingkungan maupun kehidupan penduduknya mengalami kelumpuhan akibat perang di Suriah.

Tak hanya itu, Damaskus memiliki taman kota yang rimbun, dan terletak di tepi Sungai Barada, tepatnya di kaki pegunungan. Adapun, sumber air di Damaskus mampu mengaliri pertanian, sehingga para petani bisa bercocok tanam secara besar-besaran. Pada abad ke-12, pengelana Arab bernama Ibn Jubyr menggambarkan Damaskus sebagai kebun buah-buahan, mirip seperti lingkaran cahaya yang mengelilingi bulan.

Damaskus, bersama dengan banyak kota Suriah yang berusia tua lainnya, juga terletak di persimpangan jalan, antara Eropa, Asia, dan Afrika. Selama sebagian besar sejarahnya, para pedagang dari seluruh dunia mampir ke Damaskus untuk beristirahat dan memakan buah-buahan dari kebun di kota itu.

2. Kapan manusia pertama kali mendiami Damaskus?

Kota Damaskus, Suriah pada 1915 atau 1920 (commons.wikimedia.org/The Library of Congress)
Kota Damaskus, Suriah pada 1915 atau 1920 (commons.wikimedia.org/The Library of Congress)

Suriah pertama kali melakukan urbanisasi sekitar 5.000 tahun yang lalu, bersama dengan sebagian besar wilayah Timur Tengah lainnya, seperti yang diungkapkan National Museum of Damascus. Di Suriah, berbagai kelompok mulai membentuk komunitas yang lebih besar. Jadi, mereka pun berdagang, bertani, dan memproduksi barang dalam skala yang lebih besar.

Sebuah tablet tanah liat kuno dari kota Ebla di dekat Damaskus, bahkan menyebut tentang kota tertua di Suriah, dengan sebutan "Damaski", sekitar 3000 SM. Terletak di wilayah yang subur, kota kecil itu menarik perhatian sejumlah kerajaan besar di peradaban kuno.

Setelah berada di bawah kekuasaan Firaun yang cukup singkat, Damaskus terkenal karena menjadi ibu kota negara kecil Aram. Peradaban kuno ini memang kurang dikenal, tetapi diceritakan dalam Alkitab Ibrani. Pada saat ini, masyarakat Aram sedang berjuang untuk menguasai wilayah Suriah, yang dulunya dilintasi oleh kafilah dagang.

Namun, perebutan wilayah ini membuat orang Aram berselisih dengan orang Israel. Pasalnya, orang Yahudi pernah mendiami Damaskus untuk sementara waktu sebelum diusir lagi oleh para pemberontak di wilayah tersebut. Setelah membebaskan diri dari penaklukan, Perjanjian Lama mengatakan bahwa raja Aram dari Damaskus, Ben-Hadad I, membantu mengembangkan Damaskus menjadi pusat perdagangan yang berkembang pesat. Ia menciptakan banyak pasar di kota tersebut.

Sayangnya, orang Aram dan orang Israel bukanlah satu-satunya komunitas yang melihat potensi besar dari kota tersebut. Pada abad-abad berikutnya, Damaskus ditaklukkan berkali-kali. Hal ini dimulai dengan bangsa Asyur pada abad ke-8 SM.

3. Damaskus pernah berada di bawah kekuasaan Romawi Kuno

ilustrasi pemukim Yahudi di Damaskus (commons.wikimedia.org/Frederic Leighton)
ilustrasi pemukim Yahudi di Damaskus (commons.wikimedia.org/Frederic Leighton)

Damaskus sudah menjadi wilayah yang sangat tua ketika orang Romawi tiba di kota itu pada abad ke-1. Salah satu jenderal terhebat Roma, Pompey Magnus, mengambil alih wilayah Suriah pada 64 SM. Ia merebutnya dari cengkeraman Kekaisaran Seleukia Yunani.

Nah, karena penaklukan ini, sisa-sisa peninggalan dari Yunani-Romawi masih terlihat hingga kini di banyak tempat di Suriah. Yunani maupun Romawi memberikan sentuhan indah pada bangunan-bangunan di Damaskus, hingga membuat kota itu tampak sangat mewah. Pembangunan ini termasuk pembangunan hipodrom, teater, saluran air, dan yang paling terkenal adalah Kuil Jupiter di Damaskus. 

Selama Era Romawi, Damaskus dikenal karena karakter multikulturalnya yang dinamis, yang terbentuk dari campuran orang Yunani, Suriah, Arab, dan banyak lainnya. Meskipun perbedaan ini tampak baik-baik saja, tetapi populasi Yahudi yang cukup besar di kota itu justru menciptakan Pembantaian Besar Yahudi di Yudea Romawi pada kala itu. Akibatnya, ribuan orang Yahudi dibawa ke arena olahraga setempat dan dibantai.

4. Masuknya agama Kristen ke Damaskus

Katedral Katolik Suriah Santo Paulus (commons.wikimedia.org/Dosseman)
Katedral Katolik Suriah Santo Paulus (commons.wikimedia.org/Dosseman)

Tokoh Romawi yang paling terkenal dan tinggal di Damaskus adalah Santo Paulus. Santo Paulus, seperti banyak warga Romawi lainnya, awalnya sangat merendahkan orang Kristen, tetapi ia diberi wahyu hingga pandangannya berubah.

Menurut Perjanjian Baru, Santo Paulus bertemu Yesus Kristus di jalan menuju Damaskus. Yesus memintanya untuk memeluk agama yang Paulus benci, yaitu Kristen. Setelah itu, ia pun dibaptis di Sungai Barada di Damaskus. Saat ini, para peziarah bisa mengunjungi jalan yang pernah dilalui Paulus saat bertemu Yesus. Jalan ini dikemudian dinamai "Jalan Lurus".

Pengadopsian agama Kristen oleh Romawi Kuno pada Akhir Zaman Kuno membuat kota Damaskus dipenuhi gereja-gereja Abad Pertengahan. Damaskus pun menjadi rumah bagi berbagai macam sekte Kristen saat ini.

Tak sekadar itu, perpaduan antara tradisi Islam dan Kristen di Damaskus juga membantu melestarikan banyak tempat suci, yang dihormati oleh kedua agama. Misalnya, salah satu situs tertua dan terpopuler di kota ini adalah sebuah kuil di Masjid Agung Damaskus, yang konon menyimpan kepala Yohanes Pembaptis.

5. Damaskus menjadi ibu kota kekhalifahan Islam pertama di dunia

halaman Masjid Umayyah di Damaskus, Suriah (commons.wikimedia.org/Spielvogel)
halaman Masjid Umayyah di Damaskus, Suriah (commons.wikimedia.org/Spielvogel)

Selama abad ke-7 Masehi, Damaskus yang tadinya hanya sebagai pusat perdagangan berubah menjadi ibu kota kekaisaran besar yang membentang di seluruh benua. Setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW, para penerus nabi memulai serangkaian kampanye militer. Mereka pun berhasil menaklukkan sebagian besar wilayah Timur Tengah, Afrika Utara, dan bahkan Spanyol, seperti yang dikutip World History Encyclopedia. Pada 661 M, kekaisaran ini diperintah oleh kekhalifahan Islam pertama di dunia, yaitu Kekhalifahan Umayyah, yang memilih Damaskus sebagai ibu kota mereka.

Khalifah keenam Bani Umayyah, yaitu Khalifah Al-Walid, membangun Masjid Agung Umayyah yang terkenal di Damaskus. Masjid ini menjadi salah satu masjid tertua, tersuci, dan terindah di dunia. Bagian-bagian bangunan masjid ini dihiasi dengan mosaik hijau, biru, dan emas. Karya seni yang rumit ini menggambarkan taman surgawi yang dilintasi oleh sungai-sungai yang mengalir. Gambar-gambar tersebut diyakini mewakili surga, tetapi gambar-gambar ini mungkin terinspirasi dari kota Damaskus sendiri.

Sebagai tempat yang sangat berkuasa dan bergengsi, Damaskus tak pelak menjadi sama pentingnya bagi umat Islam, seperti halnya bagi umat Kristen. Saat ini, ada banyak legenda Islam tentang kota tersebut. Selain itu, umat Kristen percaya bahwa Yesus akan muncul di Damaskus sebelum terjadinya kiamat.

6. Sejarah Perang Salib di Damaskus

ilustrasi pengepungan Damaskus oleh tentara Salib (commons.wikimedia.org/British Library)
ilustrasi pengepungan Damaskus oleh tentara Salib (commons.wikimedia.org/British Library)

Damaskus menjadi kota yang sangat didambakan selama Abad Pertengahan. Para cendekiawan Muslim selama abad ke-10 hingga ke-11 bahkan menggambarkan Damaskus sebagai kota yang gemilang bak surga di Bumi. Tidak mengherankan jika kota tersebut menjadi rebutan di antara kekuatan-kekuatan besar dunia.

Pada abad ke-12, orang-orang Eropa memulai serangkaian Perang Salib untuk menaklukkan dan mempertahankan Tanah Suci. Itulah sebabnya, Pengepungan Damaskus pada 1148, dikenang sebagai salah satu peristiwa terpenting dalam sejarah Perang Salib. Selama pengepungan tersebut, pasukan Eropa yang berkekuatan 50.000 orang berhasil dihalau oleh gerilyawan setempat, yang mematahkan semangat para prajurit Eropa hanya dalam waktu empat hari. Nah, karena gagal, pengepungan tersebut mengakhiri Perang Salib Kedua. Para kesatria Eropa yang dipermalukan itu pulang dengan tertatih-tatih. 

Tokoh terkenal lainnya dari Perang Salib adalah Sultan Muslim Kurdi, Salahuddin Al-Ayyubi atau Saladin, yang disegani karena kebijaksanaannya. Tak hanya itu, Saladin dikenal karena kehebatan dan keterampilannya dalam pertempuran. Adapun, Saladin tumbuh besar di Damaskus, dan ia juga meninggal di Damaskus, atau tepatnya di salah satu taman ikonik kota tersebut.

Saladin sendiri berhasil merebut Damaskus dari Nur al-Din setelah Nur al-Din meninggal dunia. Saladin bertekad untuk menguasai sebagian besar wilayah Timur Tengah.

7. Benda eksotis dari Damaskus

pisau baja Damaskus (commons.wikimedia.org/Rich Bowen)
pisau baja Damaskus (commons.wikimedia.org/Rich Bowen)

Damaskus pada Abad Pertengahan memiliki sejumlah benda eksotis dan mewah, yang mungkin berasal atau tidak dari kota tersebut. Peran Damaskus sebagai titik pemberhentian Jalur Sutra (rute perdagangan) memiliki sejarah dengan Damask. Damask sendiri merupakan kain sutra yang disulam dengan motif yang rumit.

Dikutip Encyclopedia of the Medieval World, damask pertama kali dibuat di Damaskus, dan kemudian diproduksi di seluruh dunia. Kain sutra ini diwarnai dan diberi motif yang menjadi ciri khas kota Damaskus. Selain itu, sutra memang pernah populer di seluruh Suriah. Damascene blue, pigmen tinta yang menjadi ciri khas Damaskus, masih menjadi warna favorit di kalangan warga Suriah saat ini.

Damaskus juga dikaitkan dengan baja Damaskus. Baja Damaskus ini sudah ada sejak Abad Pertengahan Awal. Kualitas khusus dari logam ini membuatnya sangat keras dan tajam. Jadi sangat cocok dibuat senjata tajam seperti pisau. Itulah kenapa Pisau Damaskus sangat disukai karena fleksibilitasnya dan motif riaknya.

8. Kekaisaran Ottoman menguasai Damaskus

ilustrasi Peristiwa Damaskus (commons.wikimedia.org/Moritz Daniel Oppenheim)
ilustrasi Peristiwa Damaskus (commons.wikimedia.org/Moritz Daniel Oppenheim)

Setelah mengalami periode peperangan yang hebat hingga dilanda wabah dan invasi Kekaisaran Timuriyah, Damaskus justru ditaklukkan oleh Kekaisaran Ottoman Turki pada abad ke-16. Kota itu diduduki oleh Ottoman hingga Perang Dunia I. Namun, Damaskus kehilangan kemilaunya selama periode ini. Meski demikian, Damaskus masih menjadi tempat persinggahan bagi para peziarah dalam perjalanan ke Mekkah.

Pada abad ke-19, kekuasaan Ottoman atas Damaskus menjadi sangat mengkhawatirkan. Damaskus dilanda berbagai macam ketegangan sektarian. Misalnya, pada 1840, komunitas Yahudi di kota itu dianiaya dalam peristiwa yang dikenal sebagai "Peristiwa Damaskus". Hal ini bermula ketika seorang biarawan Katolik dan pembantunya yang seorang Muslim menghilang. Masyarakat pun curiga kalau orang Yahudi setempat menculik dan mengambil darah mereka untuk ritual Paskah. Tuduhan ini memang sudah ada sejak lama karena kebencian masyarakat sekitar dengan orang Yahudi.

Sekelompok penduduk Yahudi pun ditangkap atas tuduhan tersebut. Banyak pula anak-anak Yahudi yang ditahan dan diinterogasi. Penyiksaan pun dilakukan guna mendapatkan pengakuan. Kendati begitu, rumor-rumor tersebut masih beredar selama bertahun-tahun. 

Namun, 20 tahun kemudian, pada 1860, komunitas Kristen dianiaya oleh umat Islam setempat. Orang Muslim curiga kalau orang-orang Kristen tidak setia kepada rezim Ottoman. Selama kekacauan itu, banyak orang Kristen yang dibunuh.

9. Sejarah pemberontakan Arab di Damaskus

Pemberontakan Arab yang dipimpin Lawrence of Arabia (commons.wikimedia.org/Imperial War Museums)
Pemberontakan Arab yang dipimpin Lawrence of Arabia (commons.wikimedia.org/Imperial War Museums)

Pada awal abad ke-20, banyak orang Arab yang berpendapat bahwa sudah waktunya bagi Kekaisaran Ottoman untuk runtuh. Nasionalisme Arab sangat kuat di Damaskus dan banyak penduduk kota yang mendukung perjuangan tersebut, seperti yang dijelaskan Britannica. Salah satu tokoh Pemberontakan Arab, yakni Raja Faysal, berkonspirasi dengan para pemberontak di Damaskus menjelang pemberontakan.

Setelah Inggris berpihak pada orang Arab selama Perang Dunia I, para pemberontak yang dipimpin oleh Lawrence dari Arabia dan Raja Faysal memulai kampanye perang gerilya melawan Turki. Mereka pun berhasil merebut kekuasaan. Masuknya pemberontak ke Damaskus merupakan pencapaian bagi orang Arab. Hal ini merupakan sebuah kemenangan strategis dan simbolis yang luar biasa karena mampu melawan Kekaisaran Ottoman.

Selama dua minggu, Kekaisaran Ottoman menarik diri dari Damaskus pada 1918, pendudukan selama 400 tahun itu pun akhirnya berakhir. Penaklukan Damaskus mengakhiri Perang Timur untuk selamanya, dan Kekaisaran Ottoman pun bubar sepenuhnya. Suriah mendeklarasikan kemerdekaannya pada tahun berikutnya, atau tepatnya pada 1919. Namun, perjuangan untuk kemerdekaannya belum sepenuhnya berakhir.

10. Damaskus dibombardir Prancis

bangunan hancur di Damaskus setelah pemboman Prancis (commons.wikimedia.org/National Museum of the U.S. Navy)
bangunan hancur di Damaskus setelah pemboman Prancis (commons.wikimedia.org/National Museum of the U.S. Navy)

Prancis mengendalikan Suriah pada 1919. Namun, tentara Prancis yang menduduki Damaskus kewalahan mengendalikan penduduk setempat, karena masyarakat mulai membangkang dan menginginkan kemerdekaan. Pemberontakan pun muncul di seluruh negeri pada 1925. Damaskus sendiri menjadi wilayah yang sangat tidak stabil pada saat itu.

Namun, Prancis menanggapi hal tersebut dengan sangat brutal. Pada bulan Oktober tahun itu, Prancis membakar kota-kota di sekitar Damaskus dan memajang mayat-mayat pemberontak di kota itu. Kemudian tentara Prancis mulai menembaki warga di Damaskus, yang menewaskan ratusan warga sipil.

Penganiayaan itu sangat mengerikan sehingga memicu kegemparan internasional. Masalah kolonialisme pun menjadi perdebatan yang sengit. Pasalnya, tidak hanya warga sipil yang tewas secara mengenaskan, tetapi beberapa monumen kuno besar Suriah, seperti kompleks Istana Azm yang agung, juga hancur berkeping-keping. Berita ini pun tersebar ke seluruh dunia. Banyak orang yang menyuarakan dukungan mereka terhadap kemerdekaan Suriah, tetapi Prancis menolak untuk menyerahkan negara itu sampai berakhirnya Perang Dunia II pada 1946.

11. Bagaimana situasi Damaskus hari ini?

demonstrasi di Damaskus pada 2011 (commons.wikimedia.org/shamsnn)
demonstrasi di Damaskus pada 2011 (commons.wikimedia.org/shamsnn)

Sayangnya, Damaskus hari ini tidak lebih baik dibandingkan Damaskus dulu. Pasalnya, Perang Saudara Suriah pada 2011 meluluhlantakkan sebagian besar kota itu, menghancurkan infrastrukturnya dan menewaskan banyak penduduknya. Para pemberontak dari kelompok Hayat Tahrir al-Sham (HTS), ingin menjatuhkan rezim otoriter Bashar al-Assad, yang dinilai seperti diktator.

Selama beberapa hari tergelap konflik tersebut, mortir (senjata artileri) ditembakan di kota itu. Mortir-mortir itu tanpa pandang bulu meledakkan bangunan maupun warga sipil. Surga hijau Damaskus di wilayah Ghouta, juga dihancurkan oleh senjata kimia pada 2013, sebagaimana yang dilansir The Guardian.

Meskipun ribuan pengungsi telah meninggalkan Suriah, mereka yang tidak dapat atau tidak mau pergi masih menjalani kehidupan seperti biasa, tetapi harus menjalani hidup dan bekerja di tengah reruntuhan. Mereka yang bertahan harus menjalani kehidupan dengan ketakutan, karena melihat mayat maupun harus waspada dengan ledakan. Tak sekadar itu, inflasi merajalela, pemadaman listrik terjadi secara berkala, ditambah lagi kekurangan pangan yang menambah kesengsaraan mereka.

Pada Desember 2024, rezim Bashar al-Assad berhasil ditumbangkan, setelah lebih dari 50 tahun berkuasa. Di Damaskus sendiri, Ahmed al-Sharaa, yang juga dikenal sebagai Abu Mohamed al-Golani, menjadi presiden transnasional pada akhir Januari 2025 dan sekarang mengawasi transisi di Suriah.

Meski begitu, tak ada kata tenang untuk negara ini. Sebab, sejak jatuhnya rezim Bashar al-Assad, Israel terus membombardir sejumlah kota di Suriah, termasuk Damaskus. Semoga Damaskus kembali pulih seperti sejarahnya di masa lalu, sebagai kota terhijau di Suriah.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Izza Namira
EditorIzza Namira
Follow Us